{ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ (13) وَقَلِيلٌ مِنَ الآخِرِينَ (14) عَلَى سُرُرٍ مَوْضُونَةٍ (15) مُتَّكِئِينَ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِينَ (16) يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ (17) بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ (18) لا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلا يُنزفُونَ (19) وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ (20) وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ (21) وَحُورٌ عِينٌ (22) كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ (23) جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (24) لَا يَسْمَعُونَ فِيهَا لَغْوًا وَلا تَأْثِيمًا (25) إِلا قِيلا سَلامًا سَلامًا (26) }
Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata, seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karena meminumnya dan tidak pula mabuk, dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik. Sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan”. Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa tetapi mereka mendengar ucapan salam.
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal orang-orang yang paling dahulu yang didekatkan kepada Allah, bahwa mereka:
{مِنَ الأوَّلِينَ. وَقَلِيلٌ مِنَ الآخِرِينَ}
Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi’ah: 13-14)”
Ulama tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna yang dimaksud oleh firman-Nya,’ “Al-awwalin” dan “Al-akhirin.” Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan yang pertama ialah umat-umat terdahulu, sedangkan yang terakhir adalah umat ini (umat Nabi Saw.). Ini dikatakan oleh Mujahid dan Al-Hasan Al-Basri menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir dengan alasan ada sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
Kita adalah umat yang terakhir, tetapi yang paling dahulu kelak di hari kiamat.
Tetapi tidak ada seorang pun yang meriwayatkannya selain dia dan tiada seorang pun yang menisbatkannya kepada seseorang (selain dia). Dan di antara alasan lain bagi pendapat ini ialah adanya hadis yang diriwayatkan oleh Abu Muhammad ibnu Abu Hatim, dia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Isa Ibnu Tabba”, telah menceritakan kepada kami Syarik ibnu Muhammad ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi’ah: 13-14) Maka hal ini terasa berat bagi sahabat-sahabat Nabi Saw., lalu turunlah firman-Nya: (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi’ah: 39-40) Lalu Nabi Saw. bersabda:
Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat penghuni surga, sepertiga penduduk surga, bahkan kalian adalah setengah atau separo penduduk surga, sedangkan yang separo lainnya diperebutkan oleh mereka.
Imam Ahmad meriwayatkannya melalui Aswad ibnu Amir, dari Syarik, dari Muhammad ibnu Bayya’ Al-Mala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, lalu disebutkan hal yang semisal dengan hadis di atas.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula melalui hadis Jabir dengan lafaz yang semisal.
Al-Hafiz Ibnu Asakir telah meriwayatkannya melalui Hisyam ibnu Imarah, telah menceritakan kepada kami Abdu Rabbihi ibnu Saleh, dari Urwah ibnu Ruwayyim, dari Jabir ibnu Abdullah, dari Nabi Saw. Disebutkan bahwa ketika diturunkan surat Al-Waqi’ah yang di dalamnya disebutkan, “Segolongan besar dari orang-orang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian,” maka Umar berkata, “Wahai Rasulullah, itu berarti segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari kalangan kita.” Maka Rasulullah Saw. diam dari wahyu terhenti selama satu tahun, kemudian turunlah firman-Nya: (yaitu) segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan yang besar dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi’ah: 39-40); Maka Rasulullah Saw. bersabda:
Hai Umar, kemarilah, dengarkanlah apa yang telah diturunkan oleh Allah, “(Yaitu) segolongan yang besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan yang besar pula dari orang-orang yang kemudian” (Al-Waqi’ah: 39-40). Ingatlah, sesungguhnya dari Adam sampai masaku adalah satu golongan, dan umatku adalah golongan lainnya. Dan bilangan kita masih belum mencapai dua pertiga (dari yang dijanjikan) hingga kita meminta bantuan dengan orang-orang yang berkulit hitam para penggembala unta dari kalangan orang-orang yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya..
Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Asakir dalam biografi Urwah ibnu Ruwayyim sanad dan matannya, tetapi dalam sanadnya masih ada hal yang harus diteliti ulang. Hanya saja telah disebutkan melalui berbagai jalur hadis Nabi Saw. yang mengatakan:
Sesungguhnya aku berharap semoga kalian adalah seperempat ahli surga.
hingga akhir hadis, dan hadis ini merupakan hadis tunggal dalam Bab “Sifatul Jannah.” Dan pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir dalam hal ini perlu diteliti ulang—bahkan dinilai lemah—karena umat ini adalah umat yang terbaik didukung oleh nas Al-Qur’an, sehingga jauh dari kemungkinan bila dikatakan bahwa golongan muqarribin ada pada selainnya dalam jumlah yang lebih banyak daripada apa yang ada pada umat ini, terkecuali bila mereka semua digabungkan menjadi satu untuk mengimbangi umat ini.
Makna lahiriahnya menunjukkan bahwa muqarribin (orang-orang yang didekatkan kepada Allah) dari kalangan mereka jauh lebih banyak daripada apa yang ada di kalangan umat-umat yang lain.
Dalam masalah ini pendapat yang kedualah yang lebih kuat, yaitu yang mengartikan firman-Nya: segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu. (Al-Waqi’ah: 13) Yaitu dari kalangan permulaan umat ini. dan segolongan yang kecil dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi’ah: 14) Yakni dari kalangan generasi selanjutnya dari umat ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Bakar Al-Muzani, bahwa ia pernah mendengar Al-Hasan membaca Al-Qur’an sampai pada ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). (Al-Waqi’ah: 10-11) Lalu Al-Hasan mengatakan bahwa adapun orang-orang yang paling dahulu beriman, maka sesungguhnya mereka telah pergi. Tetapi kita memohon kepada Allah semoga Dia menjadikan kita termasuk golongan kanan (Ashabul yamin).
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami As-Sirri ibnu Yahya yang mengatakan bahwa Al-Hasan membaca firman-Nya: Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu. (Al-Waqi’ah: 10-13) Lalu ia mengatakan bahwa yang dimaksud ialah segolongan dari umat ini yang telah pergi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnul Mugirah Al-Minqari. telah menceritakan kepada kami Abu Hilal, dari Muhammad ibnu Sirin, bahwa ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi’ah: 13-14) Bahwa dahulu mereka mengatakan atau berharap semoga semuanya itu dari kalangan umat ini.
Demikianlah pendapat yang dikatakan oleh Al-Hasan dan Ibnu Sirin, yaitu bahwa semuanya dari kalangan umat ini. Dan tidak diragukan lagi bahwa permulaan dari tiap-tiap umat lebih baik daripada yang terakhirnya. Dengan demikian, berarti dapat diartikan bahwa makna ayat ini bersifat umum mencakup semua umat, yang masing-masing umat menurut persentasinya tersendiri. Karena itulah disebutkan di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab-kitab sahih dan lain-lainnya melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian orang-orang yang sesudah mereka, kemudian orang-orang yang sesudah mereka. hingga akhir hadis.
Dan yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, yaitu bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Ziad alias Abu Umar, dari Al-Hasan,dari Ammar ibnu Yasir yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Perumpamaan umatku adalah sama dengan hujan, tidak diketahui apakah yang baik itu permulaan ataukah akhirnya.
Hadis ini setelah diputuskan bahwa sanadnya sahih mengandung makna bahwa agama ini memerlukan permulaan umat yang berfungsi untuk menyampaikannya kepada generasi sesudahnya, begitu pula ia memerlukan orang-orang yang menegakkannya di masa-masa selanjutnya. Yaitu guna meneguhkan manusia agar tetap pada sunnah dan periwayatannya serta mempertahankan keberadaannya, hanya keutamaan ada pada generasi pendahulu. Demikian pula tanaman, memerlukan hujan di masa permulaannya sebagaimana ia pun memerlukan hujan di masa-masa mendatang. Akan tetapi, jasa yang terbesar adalah bagi hujan yang pertama dan kebutuhan tanaman akan yang pertama lebih kuat. Karena sesungguhnya seandainya tidak ada hujan yang pertama, tentulah bumi tidak dapat menumbuhkan tetumbuhannya dan akarnya pun tidak dapat hidup padanya. Karena itulah maka Nabi Saw. pernah bersabda:
Ada segolongan dari umatku yang terus-menerus berjuang membela kebenaran, tidak membahayakan mereka orang-orang yang menghina mereka dan tidak pula orang-orang yang menentang mereka, sampai hari kiamat terjadi.
Menurut lafaz yang lain disebutkan:
hingga tibalah saatnya perintah Allah (hari kiamat), sedangkan mereka dalam keadaan demikian (memperjuangkan perkara yang liak).
Maksud pengutaraan kesemuanya ini adalah untuk menunjukkan bahwa umat ini adalah umat yang paling mulia di antara semua umat, dan orang-orang yang didekatkan kepada Allah dari kalangannya jauh lebih banyak jumlahnya daripada yang lainnya, serta lebih tinggi kedudukannya daripada umat-umat lainnya. Demikian itu berkat kemuliaan agamanya dan kebesaran nabinya.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan secara mutawatir dari Rasulullah Saw. telah disebutkan bahwa beliau Saw. pernah memberitakan bahwa di kalangan umat ini terdapat tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab. Dan menurut lafaz yang lain, tiap-tiap seribu orang dari mereka membawa tujuh puluh ribu orang. Menurut lafaz yang lainnya lagi, tiap-tiap orang dari mereka membawa tujuh puluh ribu orang.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yazid At-Tabrani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail ibnu Iyasy, telah menceritakan kepadaku ayahku telah menceritakan kepadaku Damdam ibnu Zur’ah, dari Syuraih ibnu Ubaid, dari Abu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Ingatlah, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, sesungguhnya benar-benar akan dibangkitkan dari kalian kelak di hari kiamat sejumlah orang yang banyaknya seperti malam yang pekat karena semuanya menutupi bumi ini. Para malaikat merasa kagum melihat umat yang datang bersama Muhammad Saw. dalam jumlah yang lebih besar daripada apa yang dibawa oleh para nabi lainnya.”
Sehubungan dengan tafsir firman Allah Swt.:
{ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ. وَقَلِيلٌ مِنَ الآخِرِينَ}
Segolongan besar dari orang- orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi’ah: 13-14)
amatlah baik bila diketengahkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitabnya yang berjudul Dala’ilun Nubuwwah:
telah menceritakan kepada kami Abu Nasr ibnu Qatadah, telah menceritakan kepada kami Abu Amr ibnu Matar, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Muhammad ibnul Mustafad Al-Faryabi, telah menceritakan kepadaku Abu Wahab alias Al-Walid ibnu Abdul Malik ibnu Abdullah ibnu Masrah Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ata Al-Qurasyi Al-Harrani, dari Muslim ibnu Abdullah Al-Juhani, dari pamannya (yaitu Abu Misyja’ah ibnu Rib’i), dari Abu Zamil Al-Juhani r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. apabila usai dari salat Subuhnya, beliau mengucapkan doa berikut seraya melipatkan kedua kakinya: Mahasuci Allah dan dengan memuji kepada-Nya aku memohon ampun kepada Allah, sesungguhnya Allah adalah Maha Penerima tobat. sebanyak tujuh puluh kali. Setelah selesai, beliau Saw. bersabda: Tujuh puluh kali dengan imbalan (pahala) tujuh ratus kali. Tiada baiknya bagi orang yang dosa-dosanya dalam satu hari lebih banyak daripada tujuh ratus kali. Beliau Saw. mengucapkan sabdanya ini sebanyak dua kali, lalu menghadapkan mukanya kepada orang-orang (para makmum). Dan RasulullalrSaw. adalah seorang yang suka mendengar kisah mimpi yang baik, untuk itu beliau selalu bertanya, “Apakah ada seseorang di antara kalian yang melihat sesuatu dalam mimpinya (tadi malam)?” Abu Zamil menjawab, “Aku telah bermimpi tadi malam, wahai Rasulullah Saw.” Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mudah-mudahan kebaikanlah yang kamu jumpai dan terhindar dari keburukan yang tidak kamu inginkan. Dan semoga menjadi kebaikan bagi kita dan menjadi keburukan bagi musuh-musuh kita; segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Sekarang ceritakanlah mimpimu itu. Maka aku menjawab, “Aku bermimpi melihat semua manusia berada pada suatu jalan yang sangat luas, datar, lagi jelas, dan mereka berada di tengah jalan dalam keadaan bergerak maju. Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba jalan itu sampai kepada suatu lahan penggembalaan yang belum pernah kulihat tempat penggembalaan seperti itu; tetumbuhannya tumbuh dengan segarnya memukau pandangan mata. dan air hujan yang turun padanya menumbuhkan berbagai macam tetumbuhan yang hijau segar. Gelombang pertama dari manusia itu ketika sampai di lahan penggembalaan itu bertakbir, kemudian memacu kendaraan mereka meneruskan perjalanannya tanpa menoleh ke arah kanan maupun ke arah kiri. Dan aku melihat seakan-akan rombongan itu berjalan dengan cepatnya meneruskan perjalanannya. Kemudian datanglah gelombang manusia yang kedua, jumlah mereka berkali-kali lipat jumlah gelombang yang pertama. Ketika sampai di lahan itu mereka bertakbir, kemudian melanjutkan perjalanannya dengan memacu kendaraan mereka. Di antara mereka ada yang melepaskan hewan kendaraan mereka di lahan itu, ada pula yang hanya mengambil bekal secukupnya, lalu meneruskan perjalanannya. Kemudian datanglah gelombang manusia yang paling besar. Ketika sampai di lahan penggembalaan itu mereka bertakbir (karena kagum), dan mereka mengatakan, ‘Ini adalah sebaik-baik tempat tinggal.” Seakan-akan aku melihat mereka bergerak ke arah kanan dan ke arah kiri (jalan). Aku melihat semua kejadian itu, sedangkan aku tetap berada pada jalan tersebut dan meneruskan perjalananku hingga sampai di penghujung lahan itu. Tiba-tiba aku bersua dengan engkau, wahai Rasulullah, sedang berada di atas mimbar yang tangga naik menuju ke atasnya terdiri dari tujuh susun tangga naik dan engkau berada di tangga yang paling atas. Dan tiba-tiba kulihat di sebelah kanan engkau terdapat seorang lelaki yang berkulit hitam manis, bertubuh gempal, lagi berperawakan tinggi; apabila berbicara, maka suaranya dapat didengar oleh semua orang. Tiba-tiba di sebelah kiri engkau terdapat seorang lelaki berperawakan sedang dengan wajah yang kelihatan agak murung, sedangkan rambutnya seakan-akan baru dibasuh dengan air; apabila dia berbicara, maka engkau diam karena menghormatinya. Dan tiba-tiba di hadapan lelaki itu terdapat seorang lelaki berusia lanjut yang rupanya sangat mirip dengan engkau, baik perawakan maupun wajahnya, dan kamu semua bermakmum kepadanya dan menginginkannya. Tiba-tiba di hadapan orang tua itu terdapat seekor unta betina yang kurus lagi sudah tua sekali. Dan tiba-tiba engkau, ya Rasulullah, seakan-akan engkau menggiring unta itu.” Maka berubahlah wajah Rasulullah Saw. Sesaat setelah itu biasa kembali, lalu beliau Saw. bersabda, “Adapun mengenai jalan yang kamu lihat rata, luas, lagi jelas, maka itu merupakan gambaran tentang hidayah yang aku bawa kepada kalian dan kalian berada padanya. Sedangkan lahan penggembalaan yang kamu lihat itu merupakan gambaran tentang dunia dan kehidupannya yang memperdaya, aku dan para sahabatku menempuh kehidupan ini tanpa bergantung kepada sesuatu pun darinya, dan dunia pun tidak bergantung kepada kami, kami tidak menginginkannya sebagaimana dunia pun tidak menginginkan kami. Kemudian datanglah rombongan kedua sesudah kami, mereka berjumlah lebih banyak daripada kami dengan lipatan yang banyak; di antara mereka ada yang menggembalakan hewan kendaraannya, ada pula yang hanya mengambil bekal secukupnya, kemudian mereka dengan begitu tetap selamat. Kemudian datanglah manusia yang sangat besar jumlahnya, lalu mereka menyerbu lahan penggembalaan itu, ada yang ke arah kanan dan ada pula yang ke arah kiri (jalan). Inna lillahi wa inna ilaihi rdji’un (sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita hanya kepada-Nya dikembalikan). Mengenai dirimu itu, berarti engkau berada pada jalan yang baik, dan kamu tetap dalam keadaan seperti itu hingga bersua denganku. Sedangkan takwil mimbar yang kamu lihat mempunyai tujuh buah tangga naik dan aku berada di tangga yang paling atas, artinya dunia ini berusia tujuh ribu tahun dan aku berada di seribu tahun yang terakhir. Mengenai lelaki yang kamu lihat berada di sebelah kananku yang berkulit hitam manis berperawakan gempal, dia adalah Musa a.s. Apabila berbicara, maka suaranya mengalahkan semua kaum lelaki berkat ia pernah diajak bicara langsung oleh Allah. Dan orang yang kamu lihat berada di sebelah kiriku yang berperawakan sedang, berwajah murung, seakan-akan rambut kepalanya dibasahi dengan air, dia adalah Isa putra Maryam, kami menghormatinya karena Allah menghormatinya. Adapun mengenai unta betina yang kamu lihat dan kamu saksikan dalam mimpimu itu aku membangunkannya, maka itu adalah hari kiamat. Hari kiamat akan dialami oleh kita; tiada nabi sesudahku dan tiada umat sesudah umatku.”
Abu Zamil r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Rasulullah Saw. tidak lagi menanyakan (kepada sahabatnya) tentang mimpi, terkecuali bila yang bersangkutan sendiri yang menceritakan kepada beliau tentang mimpi yang dialaminya dengan suka rela.
*******************
Firman Allah Swt.:
{عَلَى سُرُرٍ مَوْضُونَةٍ}
Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata. (Al-Waqi’ah: 15)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa dipan tersebut dihiasi dengan emas, yakni dilapisi dengannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair, Zaid ibnu Aslam, Qatadah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya. As-Saddi mengatakan bahwa dipan itu dihiasi dengan emas dan mutiara. Ikrimah mengatakan, dipan itu terbuat dari permata dan yaqut. Ibnu Jarir mengatakan bahwa pengertian yang sama disebutkan pula terhadap tali pengikat pelana yang ada di bawah perut unta. Lafaz ini ber-wazan fa’il, tetapi maknanya maf’ul, mengingat pengertiannya menunjukkan sesuatu yang dipintal, maka demikian pula dipan-dipan di surga dihiasi dengan emas dan permata.
Firman Allah Swt.;
{مُتَّكِئِينَ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِينَ}
seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. (Al-Waqi’ah: 16)
Yaitu wajah sebagian dari mereka berhadapan dengan wajah sebagian yang lain, tiada seorang pun yang berada di belakang yang lainnya.
{يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ}
Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda. (Al-Waqi’ah: 17)
Yakni mereka tetap kekal dalam rupa yang sama, tidak menua, tidak beruban, tidak pula berubah.
{بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ}
dengan membawa gelas, cerek, dan piala berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir. (Al-Waqi’ah: 18)
Yang dimaksud dengan akwab ialah gelas yang tidak ada pegangannya dan tidak ada moncongnya. Dan yang dimaksud dengan abdriq ialah yang menghimpun kedua spesifikasi tersebut, yakni cerek. Semuanya diisi dengan khamr dari sungai khamr yang ada di dalam surga, bukan dari botol minuman, bahkan langsung dari sumbernya yang terus-menerus mengalir.
Firman Allah Swt.:
{لَا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلا يُنزفُونَ}
mereka tidak pening karena meminumnya dan tidak pula mabuk. (Al-Waqi’ah: 19)
Yakni kepala mereka tidak pusing dan akal mereka tidak tertutup, bahkan tetap normal disertai dengan pengaruh yang menyenangkan dan merasakan kelezatan minumannya.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan khamr dunia, bahwa peminumnya mengalami empat hal karena pengaruhnya, yaitu mabuk, pening, muntah, dan buang air kecil. Dan Allah Swt. menyebutkan tentang sifat khamr di surga, bahwa khamr di surga terbebas dari semua pengaruh tersebut.
Mujahid, Ikrimah. Said ibnu Jubair, Atiyyah, Qatadah, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya. mereka tidak pening karena meminumnya. (Al-Waqi’ah: 19) Artinya mereka di dalam surga tidak merasa pening karena meminumnya.
Mereka mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan tidak pula mabuk. (Al-Waqi’ah: 19) Yakni tidak menghilangkan akal sehat mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ. وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ}
dan buah-buahan dari apa yang mereka inginkan dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. (Al-Waqi’ah: 20-21)
Para pelayan surga itu mengelilingi mereka dengan membawa segala macam buah-buahan yang dipilih oleh mereka. Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan boleh memakan buah-buahan dengan memilihnya terlebih dahulu sebelum menyantapnya.
Hal ini diperkuat dengan hadis Ikrasy ibnuZu-aib yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli rahimahullah di dalam kitab musnadnya, bahwa:
telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid At-Tursi, telah menceritakan kepada kami Al-Ala ibnul Fadl ibnu Abdul Malik ibnu Abu Saumah, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ikrasy, dari ayahnya (yaitu Ikrasy Ibnu Zu-aib) yang menceritakan bahwa Murrah mengutusnya untuk membawa harta zakat mereka kepada Rasulullah Saw. Ketika tiba di Madinah, ia menjumpai Rasulullah Saw. sedang duduk di antara orang-orang Muhajirin dan orang-orang Ansar. Ia datang kepadanya dengan membawa unta-unta zakat yang jumlahnya cukup banyak. Beliau Saw. bertanya, “Siapakah lelaki ini?” Aku (Ikrasy) menjawab, “Ikrasy ibnu Zu-aib.” Beliau Saw. bersabda, “Apakah nasab tidak diberlakukan lagi (dalam penyebutan nama)?” Maka aku kaitkan nasabku demi Rasulullah Saw. kepada Murrah, lalu kukatakan kepadanya, “Ini adalah harta zakat dari Murrah ibnu Ubaid.” Maka Rasulullah Saw. tersenyum dan bersabda: Ini adalah ternak (dari) kaumku, dan ini adalah ternak zakat (dari) kaumku. Kemudian Rasulullah Saw. memerintahkan agar unta zakat itu diberi tanda dengan cap zakat, lalu digabungkan bersama-sama unta zakat lainnya. Setelah itu beliau memegang tanganku dan mengajakku pergi ke rumah Ummu Salamah, dan beliau bertanya, “Apakah ada makanan?” Maka kami disuguhi semangkuk makanan berupa. sarid (roti dicampur dengan kuah gulai) dan wazar (daging yang diiris kecil-kecil). Rasulullah Saw. makan dari mangkuk itu, sedangkan aku makan dengan menjulurkan tanganku ke semua bagian dari mangkuk itu. Lalu Rasulullah Saw. memegang tangan kananku dengan tangan kirinya dan bersabda, “Hai Ikrasy, makanlah dari satu tempat, karena sesungguhnya makanan ini semuanya sama!” Seusai makan kami disuguhi sebaki buah-buahan yang berisikan buah kurma yang sudah disale atau kurma yang masih segar—Ubaidillah ragu yang mana di antara keduanya—, lalu aku makan dari satu tempat saja. Tetapi Rasulullah Saw. menjulurkan tangannya ke seluruh baki itu dan bersabda: Hai Ikrasy, makanlah dari bagian mana yang kamu sukai, karena sesungguhnya buah ini tidak satu macam. Sesudah itu didatangkan kepada kami air, dan Rasulullah Saw. membasuh tangannya, lalu mengusapkan kedua telapak tangannya yang masih basah itu kepada wajah dan kedua tangan serta kepalanya sebanyak tiga kali. kemudian bersabda: Hai Ikrasy, ini adalah wudu karena telah memakan makanan (daging) yang telah dimasak.
Demikian pula hal yang diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Ibnu Majah secara panjang lebar, dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Abul Huzail alias Al-Ala ibnul Fadl dengan sanad yang sama. Lalu Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadis Abul Huzail.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bahz ibnu Asad dan Affan; Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Syaiban, ketiga-tiganya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Sabit yang mengatakan bahwa sahabat Anas r.a. pernah bercerita bahwa Rasulullah Saw. adalah seorang yang senang kepada ru-ya, adakalanya seseorang mengalami ru-ya (mimpi yang baik), lalu ia menanyakan takwilnya kepada Nabi Saw. karena ia tidak mengetahuinya. Dan apabila Nabi Saw. memuji mimpi yang dialaminya itu dengan pujian yang baik, maka orang yang bersangkutan amat senang dengan mimpinya itu.
Pada suatu hari datanglah seorang wanita, kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah melihat dalam mimpiku seakan-akan aku didatangi dan dikeluarkan dari Madinah, lalu dimasukkan ke dalam surga. Kemudian aku mendengar suara gemuruh yang membuat surga bergetar karenanya. Ketika kulihat, ternyata penyebabnya adalah si Fulan bin Fulan dan si Anu bin Anu.” Wanita itu menyebutkan sebanyak dua belas orang sahabat Nabi Saw. yang telah diutus oleh Nabi Saw. dalam suatu pasukan khusus sebelum itu. Kedua belas orang itu dimasukkan ke dalam surga, semuanya memakai pakaian yang berdebu dan pada bagian lehernya penuh dengan darah. Lalu dikatakan (kepada para malaikat), “Bawalah mereka ke Sungai Al-Baidakh atau Al-Baizakh.” Selanjutnya mereka dibenamkan ke dalam sungai itu, dan mereka dikeluarkan darinya, sedangkan rupa mereka bagaikan rembulan di malam purnama.
Dan disuguhkan kepada mereka sebuah piring besar terbuat dari emas yang berisikan buah kurma, lalu mereka memakannya sepuas mereka. Maka tidak sekali-kali mereka membalikkan bagian dari piring besar itu, melainkan mereka memakan buah-buahan sepuas mereka, dan wanita itu ikut makan bersama-sama mereka.
Kemudian datanglah pembawa berita dari pasukan khusus itu (kepada Nabi Saw.) dan menceritakan apa yang dialami oleh pasukan itu yang kisahnya persis dengan kisah dalam mimpi itu. Disebutkan bahwa telah gugur dari pasukan itu si Anu dan si Fulan hingga semuanya berjumlah dua belas orang. Maka Rasulullah Saw. memanggil wanita itu dan bersabda kepadanya, “Ceritakanlah (kembali) mimpimu itu!” Wanita itu menceritakan mimpinya, bahwa lalu didatangkanlah si Fulan dan si Fulan (ke dalam surga) yang jumlah orangnya sama persis dengan apa yang diberitakan oleh si pembawa berita dari pasukan tersebut.
Hadis ini berdasarkan lafaz yang ada pada Abu Ya’la. Al-Hafiz Ad-Diya mengatakan bahwa sanad hadis ini dengan syarat Imam Muslim.
Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu’az ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Madini, telah menceritakan kepada kami Raihan ibnu Sa’id, dari Abbad ibnu Mansur, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma, dari Sauban yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya seseorang itu apabila memetik suatu buah dari surga, maka dari tempat yang dipetiknya itu muncul lagi buah lainnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ}
dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. (Al-Waqi’ah: 21)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sayyar ibnu Hatim, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Sulaiman Ad-Dab’i, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya burung surga itu besarnya seperti unta, burung-burung itu terbang dengan bebasnya di pohon-pohon surga. Maka Abu Bakar r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya burung surga itu benar-benar burung yang hidupnya senang.” Rasulullah Saw. bersabda: Aku akan memakannya dan merasa lebih senang darinya —sebanyak tiga kali—. Dan sesungguhnya aku berharap semoga engkau termasuk salah seorang yang memakannya.
Imam Ahmad meriwayatkannya secara tunggal melalui jalur ini.
Al-Hafiz Abu Abdullah Al-Maqdisi di dalam kitabnya yang berjudul Sifatul Jannah telah meriwayatkan melalui hadis Ismail ibnu Ali Al-Hatmi dari Ahmad ibnu Ali Huwaiti, dari Abdul Jabbar ibnu Asim. dari Abdullah ibnu Ziad, dari Zur’ah, dari Nafi’ dari ibnu Umar yang menceritakan bahwa:
pernah disebutkan di hadapan Nabi Saw. tentang Tuba, maka beliau Saw. bersabda, “Hai Abu Bakar, apakah engkau pernah mendengar apakah Tuba itu?” Abu Bakar menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tuba adalah sebuah pohon di dalam surga yang tingginya tiada yang mengetahuinya selain Allah, seorang pengendara berjalan di bawah naungan salah satu dari dahannya memerlukan waktu tujuh puluh musim gugur (tahun), dedaunannya bagaikan perhiasan, dan burung-burung (surga) yang (besarnya) seperti unta hinggap di atasnya. Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya di dalam surga itu benar-benar terdapat burung yang hidupnya senang.” Rasulullah Saw. bersabda: Tetapi yang hidup lebih senang darinya adalah orang yang makan, dagingnya, dan Insya Allah engkau termasuk salah seorang dari mereka.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. (Al-Waqi”ah: 21) Telah diceritakan kepada kami bahwa Abu Bakar pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku berpendapat bahwa burung surga itu hidup senang sebagaimana para penghuninya yang hidup senang.” Rasulullah Saw. menjawab:
Demi Allah, hai Abu Bakar, orang yang memakan dagingnya lebih senang darinya, dan sesungguhnya burung-burung surga itu besarnya seperti unta. Dan sesungguhnya aku benar-benar berharap kepada Allah, semoga engkau dapat memakan dagingnya, hai Abu Bakar.
Abu Bakar ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Mujahid ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ma’an ibnu Isa, telah menceritakan kepadaku anak saudara lelakiku Ibnu Syihab, dari ayahnya, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya tentang Al-Kausar. Maka beliau Saw. menjawab: Kausar ialah sebuah sungai di dalam surga yang diberikan kepadaku oleh Tuhanku, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis daripada madu, padanya terdapat burung-burung (surga) yang lehernya seperti leher untajazur (yakni besarnya seperti unta jazur). Maka Umar berkata, “Sudah barang tentu burung-burung itu hidup dengan senang.” Rasulullah Saw. bersabda: Aku akan memakan (daging)nya dan merasa lebih senang darinya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi, dari Abdu ibnu Humaid, dari Al-Qa’nabi, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Muslim ibnu Syihab, dari ayahnya. Imam Turmuzi kemudian mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan dari Anas.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, dari Ubaidillah ibnul Walid Al-Wassafi, dari Atiyyah Al-Aufi, dari Abu Sa’id Al-Khudri yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga itu benar-benar terdapat burung yang mempunyai tujuh puluh ribu bulu, lalu burung itu hinggap pada piring salah seorang dari penghuni surga, dan burung itu mengibaskan sayap (bulu)nya. Maka keluarlah darinya—yakni dari tiap bulunya— suatu warna yang lebih putih daripada air susu, lebih lunak daripada buih, dan lebih jernih daripada madu, dan tiap warna berbeda dengan warna lain yang dikeluarkannya.”
Tetapi hadis ini garib sekali. Al-Wassafi dan gurunya keduanya berpredikat daif.
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh juru tulis Al-Lais, telah menceritakan kepadaku Al-Lais. telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Yazid, dari Sa’id ibnu Abu Hilal ibnu Abu Hazm, dari Ata. dari Ka’b yang mengatakan bahwa sesungguhnya burung surga itu besarnya seperti unta, yang menjadi makanannya adalah buah-buahan surga, dan minumnya dari sungai-sungai surga. Kemudian burung-burung itu berbaris kepada seorang penghuni surga. Dan apabila penghuni surga itu menginginkan sesuatu dari burung itu, maka burung tersebut hinggap di hadapannya dan ia memakan bagian luar dan bagian dalam (yang diingininya), sesudah itu burung itu terbang kembali dalam keadaan tidak kurang dari sesuatu pun (yakni tubuhnya utuh kembali). Sanad hadis ini sahih sampai ke pada Ka’b.
Al-Hasan ibnu Arafah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnu Khalifah, dari Humaid Al-A’raj, dari Abdullah ibnul Haris, dari Abdullah ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya: Sesungguhnya engkau benar-benar memandang kepada burung (yang sedang terbang) di surga yang kamu ingini dagingnya, maka dengan serta merta burung itu terjatuh di hadapanmu dalam keadaan telah terpanggang (sudah masak).
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَحُورٌ عِينٌ. كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ}
Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan dengan baik. (Al-Waqi’ah: 22-23)
Sebagian dari mereka membacanya dengan bacaan rafa’ yang artinya bagi mereka ada bidadari-bidadari yang bermata jeli di dalam surga. Sedangkan yang membaca jar mengandung dua makna; salah satunya i’rab-nya dianggap mengikut kepada lafaz (kalimat) yang sebelumnya, yakni lafaz lahmi tairin, yang bentuk lengkapnya adalah seperti berikut:
{يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ. بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ. لَا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلا يُنزفُونَ. وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ. وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ. وَحُورٌ عِينٌ}
Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek, dan piala berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karena meminumnya dan tidak pula mabuk, dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan, dan bidadari-bidadari yang bermata jeli. (Al-Waqi’ah: 17-22)
dan usaplah kepalamu dan (basuhlah) kedua kakimu. (Al-Maidah: 6)