{وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ (27) فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ (28) وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ (29) وَظِلٍّ مَمْدُودٍ (30) وَمَاءٍ مَسْكُوبٍ (31) وَفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ (32) لَا مَقْطُوعَةٍ وَلا مَمْنُوعَةٍ (33) وَفُرُشٍ مَرْفُوعَةٍ (34) إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً (35) فَجَعَلْنَاهُنَّ أَبْكَارًا (36) عُرُبًا أَتْرَابًا (37) لأصْحَابِ الْيَمِينِ (38) ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ (39) وَثُلَّةٌ مِنَ الآخِرِينَ (40) }
Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas, dan air yang tercurah, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak terhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya, dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk. Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta, lagi sebaya usianya. (Kami ciptakan mereka) untuk golongan kanan, (yaitu) golongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar pula dari orang-orang yang kemudian.
Setelah Allah Swt. sebutkan perihal orang-orang yang terdahulu dan pahala yang mereka terima, yaitu orang-orang yang didekatkan kepada-Nya. berikutnya Allah Swt. menyebutkan perihal Ashabul yamin (golongan kanan), mereka adalah orang-orang yang berbakti (takwa). Menurut Maimun ibnu Mahra’n, kedudukan golongan kanan berada di bawah kedudukan orang-orang yang didekatkan kepada-Nya. Untuk itu Allah Swt. berfirman:
{وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ}
Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. (Al-Waqi’ah:27)
Maksudnya, siapakah golongan kanan itu dan keadaan mereka, serta bagaimanakah tempat kembali mereka? Kemudian ditafsirkan oleh firman selanjutnya:
{فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ}
Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri. (Al-Waqi’ah: 28)
Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, Abul Ahwas, Qisainah ibnu Zuhair, As-Safar ibnu Qais. Al-Hasan, Qatadah, Abdullah ibnu Kasir, As-Saddi, dan Abu Hirzah serta lain-lainnya mengatakan bahwa pohon tersebut tidak ada durinya. Dan menurut Ibnu Abbas adalah pohon bidara yang dipenuhi dengan buahnya, ini menurut riwayat Ikrimah dan Mujahid. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Qatadah, bahwa kami selalu membicarakannya, bahwa pohon bidara tersebut rindang buahnya dan tidak berduri (berbeda dengan pohon bidara yang ada di bumi).
Makna lahiriahnya menunjukkan bahwa kalau pohon bidara di dunia penuh dengan duri dan sedikit buahnya, tetapi di akhirat sebaliknya, tidak berduri dan banyak buahnya yang membuat pohonnya terasa berat dengan buah-buah yang dikeluarkannya.
Al-Hafiz Abu Bakar alias Ahmad ibnu Salman An-Najjar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Amr, dari Sulaim ibnu Amir yang mengatakan bahwa dahulu para sahabat Rasulullah Saw. mengatakan, “Sesungguhnya Allah benar-benar memberikan manfaat kepada kita dengan kebiasaan orang-orang badui dan permasalahannya.” Pada suatu hari datanglah seorang Arab Badui, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, Allah Swt. telah menyebutkan bahwa di dalam surga terdapat sebuah pohon, yang dapat menyakiti pemiliknya.” Maka Rasulullah Saw. balik bertanya, “Pohon apakah yang dimaksud?” Orang Badui menjawab, “Pohon bidara, sesungguhnya pohon bidara itu banyak durinya lagi menyakitkan.” Maka Rasulullah Saw. bersabda: Bukankah Allah Swt. telah berfirman, “Berada di antara pohon bidara yang tidak berduri” (Al-Waqi’ah: 28). Allah telah melenyapkan semua durinya dan menggantikan setiap durinya dengan buah, maka sesungguhnya pohon bidara surga itu menghasilkan banyak buah; tiap buah darinya menghasilkan tujuh puluh dua rasa buah yang tiada suatu rasa pun yang mirip dengan yang lainnya.
Jalur lain.
Abu Bakar ibnu Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Mubarak, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Hamzah, telah menceritakan kepadaku Saur ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Habib ibnu Ubaid, dari Atabah ibnu Abdus Salma yang menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk bersama Rasulullah Saw., tiba-tiba datanglah seorang Badui, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku pernah mendengar engkau menceritakan tentang surga, bahwa di dalamnya terdapat suatu pohon yang sepengetahuanku pohon itu paling banyak durinya,” maksudnya pohon bidara. Maka Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya Allah telah menggantikan tiap duri itu dengan buah seperti pelir kambing gunung yang gemuk, pada tiap buah terdapat tujuh puluh macam rasa yang satu sama lainnya tidak serupa (tidak sama rasanya).
*******************
firman Allah Swt.:
{وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ}
dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya). (Al-Waqi’ah: 29)
Talh, nama sebuah pohon besar yang banyak didapat di tanah Hijaz termasuk kelompok pohon ‘idah. Bentuk tunggalnya talhah, pohon ini terkenal banyak durinya.
Ibnu Jarir mendendangkan sebuah syair yang biasa diucapkan oleh para penyair Badui untuk memberi semangat kepada unta-untanya agar berjalan cepat:
Penunjuk jalan menyampaikan berita gembira kepadanya dengan mengatakan, “Besok kamu akan melihat banyak pohon talh dan gunung-gunung.”
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang bersusun-susun (buahnya). (Al-Waqi’ah: 29) Yakni buahnya bersusun-susun.
Ia mengingatkan hal ini kepada orang-orang Quraisy karena mereka merasa kagum dengan pohon yang besar yang rindang naungannya seperti pohon talh dan pohon bidara. As-Saddi mengatakan bahwa mandud artinya berantai. Ibnu Abbas mengatakan bahwa pohon talh tersebut mirip dengan pohon talh yang ada di dunia, tetapi buahnya lebih manis daripada madu. Al-Jauhari mengatakan bahwa talh menurut istilah bahasa sama dengan tala’.
Menurut hemat kami. Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui Al-Hasan ibnu Sa’d, dari seorang syekh, dari Hamdan yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ali r.a. mengatakan sehubungan dengan dialek yang menyebutkan bahwa talhin mandud artinya sama dengan tal’un mandul. Berdasarkan pengertian ini berarti kalimat ini merupakan sifat dari pohon bidara tersebut. Seakan-akan sifat dari pohon bidara itu telah dilenyapkan semua durinya dan bahwa mayangnya bersusun-susun, yakni banyak buahnya: hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, dari Idris, dari Ja’far ibnu Iyas, dari Abu Nadrah. dari Abu Sa’id sehubungan dengan makna firman-Nya: dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya). (Al-Waqi’ah: 29) Bahwa pohon tersebut adalah pohon pisang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas. Abu Hurairah. Al-Hasan, Ikrimah Qisamah ibnu Zuhair, Qatadah, dan Abu Hirzah. Hal yang semisal telah dikatakan oleh Mujahid dan Ibnu Zaid. Disebutkan bahwa penduduk Yaman menamakan pisang dengan sebutan talh, tetapi Ibnu Jarir tidak meriwayatkan pendapat lainnya kecuali hanya pendapat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَظِلٍّ مَمْدُودٍ}
dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi’ah: 30)
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abuz Zanad. dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah yang menyampaikannya dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon, bila seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun, ia masih belum menempuhnya. Bacalah oleh kalian jika kalian suka akan firman-Nya, “Dan naungan yang terbentang luas.” (Al-Waqi’ah: 30)
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Al-A’raj dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syuraih, telah menceritakan kepada kami Falih, dari Hilal ibnu Ali, dari Abdur Rahman ibnu Abu Umrah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon, seorang pengendara memerlukan waktu seratus tahun untuk menempuh naungannya. Bacalah oleh kalian jika kalian suka akan firman-Nya, “Dan naungan yang terbentang luas.” (Al-Waqi’ah: 30)
Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Al-A’raj dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Muhammad ibnu Sufyan, dari Falih dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, dari Ma’mar. dari Hammam ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah. Hal yang sama telah diriwayatkan pula oleh Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Ziad, dari Abu Hurairah dan Al-Lais ibnu Sa’d, dari Sa’id Al-Maqbari, dari ayahnya, dari Abu Hurairah; sedangkan Auf meriwayatkannya dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah dengan sanad yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far dan Hajjaj. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, bahwa ia pernah mendengar Ad-Dahhak menceritakan hadis berikut dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw.. bahwa beliau Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya memerlukan waktu tujuh puluh atau seratus tahun. Pohon itu adalah pohon Khuldi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda: Di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun masih belum menempuh (seluruhnya). Bacalah oleh kalian jika kalian sukafirman Allah Swt. berikut, “Dan naungan yang terbentang luas.” (Al-Waqi’ah:30)
Sanad hadis berpredikat jayyid, tetapi mereka (Ahlus Sunan) tidak mengetengahkannya. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. dari Abu Kuraib, dari Abdah dan Abdur Rahim serta Bukhari, semuanya dari Muhammad ibnu Amr dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Abdur Rahim ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abu Khalid, dari Ziad maula Bani Makhzum. dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa sesungguhnya di dalam surga benar-benar terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara memerlukan waktu seratus tahun untuk menempuh naungannya. Bacalah oleh kalian jika kalian suka akan firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi’ah: 30) Maka sampailah hal ini kepada Ka’b, lalu Ka’b berkata, “Demi Tuhan yang telah menurunkan Taurat kepada Musa dan Al-Qur’an kepada Muhammad, dia benar. Seandainya seorang lelaki mengendarai unta hiqqah atau jaz’ah, lalu mengelilingi bagian atas (naungan) pohon itu, niscaya masih belum dapat mengelilinginya karena keburu pikun (tua renta). Sesungguhnya Allah telah menanamnya sendiri dengan tangan-Nya dan telah meniupkan ke dalamnya sebagian dari roh (ciptaan)-Nya. Dan sesungguhnya naungannya untuk orang-orang yang ada di balik tembok surga, dan tidak ada sebuah sungai pun di dalam surga melainkan bersumber dari akar pohon tersebut.”
Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Minhal yang tuna netra, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnuZurai’, dari Sa’id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah. dari Anas, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi’ah: 30) Maka Nabi Saw. bersabda: Di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun masih belum dapat menempuhnya.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dari Rauh ibnu Abdul Mu’in, dari Yazid ibnu Zurai’. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Imran ibnu Daud Al-Qattan, dari Qatadah dengan sanad yang sama. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Ma’mar dan Abu Hilal, dari Qatadah dengan sanad yang sama.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan melalui hadis Abu Sa’id dan Sahl ibnu Sa’id, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda:
Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun masih belum dapat menempuhnya.
Hadis ini telah terbukti dari Rasulullah Saw., bahkan mencapai predikat mutawatir yang dipastikan kesahihannya di kalangan para imam ahli hadis dan kritik sanad, karena jalur-jalurnya beraneka ragam dan sanadnya kuat serta para perawinya berpredikat siqah.
Imam Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Abu Husain yang mengatakan bahwa kami berada di salah satu pintu gerbang di suatu tempat, saat itu kami bersama Abu Saleh dan Syaqiq Ad-Dabbi. Abu Saleh mengatakan, telah menceritakan kepadanya Abu Hurairah, bahwa sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya memerlukan waktu tujuh puluh tahun. Lalu Abu Saleh bertanya, “Apakah Abu Hurairah berdusta?” Maka Syaqiq menjawab.” Aku tidak mendustakan Abu Hurairah, tetapi aku mendustakan engkau.” Maka peristiwa tersebut dirasakan oleh para qurra sangat berat.
Menurut hemat kami, sesungguhnya batillah orang yang mendustakan hadis ini mengingat kesahihannya telah terbuktikan dan predikat rafa’-nya sampai kepada Rasulullah Saw. sudah jelas.
Imam Turmuzi mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ziad ibnul Hasan ibnul Furat Al-Qazzaz, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada suatu pohonpun di dalam surga, melainkan batangnya dari emas
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Abur Rabi’, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Al-Aqdi, dari Zam’ah ibnu Saleh, dari Salamah ibnu Wahram, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa naungan yang membentang luas ialah sebuah pohon di dalam surga yang naungannya bila dikelilingi oleh seorang pengendara memerlukan waktu seratus tahun. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ahli surga—yaitu ahli surga yang berada di tempat-tempat yang tinggi— keluar menuju pohon itu; begitu pula penduduk surga lainnya, lalu mereka berkumpul di bawah naungannya sambil berbincang-bincang. Ibnu Abbas melanjutkan, bahwa sebagian di antara mereka teringat akan hiburan musik di dunia dan menginginkannya. Maka Allah mengirimkan angin dari surga dan menerpa pohon itu, lalu dari suara dedaunannya timbullah semua irama musik di dunia.
Asar ini garib, tetapi sanadnya jayyid, kuat lagi baik.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Yaman, telah menceritakan kepada kami Abu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimnn sehubungan dengan makna firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi’ah: 30) bahwa untuk menempuhnya sama dengan perjalanan tujuh puluh ribu tahun.
Hal yang semisal diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Bandar, dari Ibnu Mahdi, dari Sufyan dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Mahran, dari Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Amr ibnu Maimun sehubungan dengan makna firman-Nya, “Dan naungan yang terbentang luas,” maka ia mengatakan sama dengan jarak perjalanan lima ratus ribu tahun.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Walid At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Nafi’, dafi Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi’ah: 30) Bahwa di dalam surga terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun masih belum dapat menempuhnya.
Auf telah meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa telah sampai kepadanya suatu berita yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya di dalam surga benar-benar terdapat sebuah pohon yang seorang pengendara berjalan di bawah naungannya selama seratus tahun masih belum menempuhnya.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Syabib telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa di dalam surga ada sebuah pohon yang tidak ditopang dan dijadikan sebagai naungan, ini menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ad-Dahhak, As-Saddi, dan Abu Hirzah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan naungan yang terbentang luas. (Al-Waqi’ah: 30) Yakni naungan yang tidak pernah terputus, di dalam surga tiada mentari dan tiada panas, kesegaran udaranya seperti sebelum munculnya fajar.
Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa udara surga sedang, sebagaimana udara di antara terbitnya fajar hingga terbitnya matahari.
Telah disebutkan pula ayat-ayat yang semakna, seperti firman-Nya:
{وَنُدْخِلُهُمْ ظِلا ظَلِيلا}
dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman. (An-Nisa: 57)
{أُكُلُهَا دَائِمٌ وَظِلُّهَا}
buahnya tak henti-hentinya dan naungannya (demikian pula). (Ar-Ra’d:35)
Dan firman Allah Swt.:
{فِي ظِلالٍ وَعُيُونٍ}
berada dalam naungan (yang teduh) dan (di sekitar) mata-mata air. (Al-Mursalat: 41)
Dan masih banyak ayat lainnya yang semakna.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَمَاءٍ مَسْكُوبٍ}
dan air yang tercurah. (Al-Waqi’ah: 31)
As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah air yang mengalir bukan dari parit, yakni luapannya. Pembahasan mengenai hal ini telah dikemukakan dalam tafsir firman Allah Swt.:
{فِيهَا أَنْهَارٌ مِنْ مَاءٍ غَيْرِ آسِنٍ} الْآيَةَ
di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya. (Muhammad: 15), hingga akhir ayat.
Jadi, tidak perlu diulangi lagi dalam tafsir surat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ. لَا مَقْطُوعَةٍ وَلا مَمْنُوعَةٍ}
dan buah-buahan yang banyak. Yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya. (Al-Waqi’ah: 32-33)
Yakni pada mereka terdapat buah-buahan yang banyak lagi beraneka ragam warnanya yang termasuk di antara apa yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terdetik dalam hati seorang manusia pun.
Dalam ayat lain disebutkan sebagai berikut, menggambarkan keadaan mereka dan buah-buahan yang mereka makan:
{كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا}
Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu. mereka mengatakan, “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.” Mereka diberi buah-buahan yang serupa. (Al-Baqarah: 25)
Yaitu bentuk dan rupanya satu sama lainnya sama, tetapi rasanya berbeda-beda.
Di dalam kitab Sahihain ada hadis yang menceritakan tentang Sidratul Muntaha, yang antara lain disebutkan bahwa ternyata dedaunannya sebesar-besar telinga gajah, dan buahnya seperti gentong buatan negeri Hajar.
Di dalam kitab Sahihain telah disebutkan pula melalui hadis Malik, dari Zaid, dari Ata ibnu Yasar, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa matahari mengalami gerhana, lalu Rasulullah Saw. melakukan salat gerhana dan orang-orang bermakmum kepadanya. Kemudian disebutkan perihal salat Rasulullah Saw., antara lain mereka bertanya, ”Wahai Rasulullah, kami melihat engkau mengambil sesuatu di tempat salatmu ini, kemudian kami melihat engkau mundur.” Rasulullah Saw. menjawab:
Sesungguhnya aku melihat surga, maka aku berusaha untuk memetik setangkai buah anggur darinya. Seandainya aku dapat mengambilnya, niscaya kalian dapat memakannya selama dunia ini masih berputar.
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Khaisamah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Abu Uqail, dari Jabir yang mengatakan bahwa ketika kami sedang melakukan salat Lohor, tiba-tiba Rasulullah Saw. maju, maka kami pun ikut maju bersamanya. Kemudian beliau seakan-akan meraih sesuatu yang hendak dipetiknya, tetapi beliau mundur kembali. Setelah salat selesai. Ubay ibnu Ka’b bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, di hari ini engkau melakukan dalam salatmu suatu perbuatan yang tidak pernah engkau kerjakan sebelumnya.” Maka Rasulullah Saw. menjawab: Sesungguhnya ditampakkan kepadaku surga dan semua perhiasan dan keindahannya, maka aku bermaksud memetik setangkai buah anggur darinya untuk kalian, tetapi ternyata ada penghalang antara aku dan buah anggur itu. Sekiranya aku dapat mendatangkannya kepada kalian, tentulah dapat memakannya semua orang yang ada di antara langit dan bumi, sedangkan setangkai buah anggur surga itu tidak berkurang sedikit pun.
Imam Muslim telah meriwayatkan hal yang semisal melalui hadis Abuz Zubairdan Jabir.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Bahr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Abu Yahya ibnu Abu Kasir, dari Amir ibnu Zaid Al-Bakkali, bahwa ia mendengar Atabah ibnu Abdus Salma mengatakan bahwa pernah seorang Badui datang kepada Rasulullah Saw. dan menanyakan kepada beliau tentang telaga dan gambaran tentang surga, dan orang Badui itu bertanya pula, “Apakah di dalam surga terdapat buah-buahan?” Rasulullah Saw. menjawab, “Ya, dan di dalam surga terdapat sebuah pohon yang diberi nama tuba.” Lalu Rasulullah Saw. menyebutkan sesuatu yang tidak dimengerti oleh lelaki Badui itu, maka ia bertanya, “Manakah di antara pepohonan tanah kami yang serupa dengannya?” Rasulullah Saw. menjawab, “Tiada suatu pohon negerimu yang mirip dengan pohon surga.” Nabi Saw. balik bertanya, “Sudah pernahkah kamu ke negeri Syam?” Lelaki Badui itu menjawab, “Belum.” Nabi Saw. bersabda, “Pohon tuba itu mirip dengan sebuah pohon yang ada di negeri Syam yang dikenal dengan nama pohon al-juzah. Pohon itu tumbuh pada satu batang, tetapi bagian atasnya rindang.” Lelaki badui itu bertanya, “Seberapa besarkah satu tangkai buah darinya?” Nabi Saw. menjawab, “Sama dengan jarak perjalanan yang ditempuh oleh burung gagak yang berbulu belang selama satu bulan penuh tanpa berhenti.” Lelaki Badui itu bertanya, “Seberapakah besar batangnya?” Nabi Saw. menjawab, “Sekiranya engkau larikan seekor unta jaz’ah milik kaummu untuk mengelilingi batang pohon itu. niscaya masih belum dapat mengelilinginya sampai tenggorokannya terputus karena terlalu tua.” Lelaki Badui itu bertanya, “Apakah di dalam surga terdapat pohon anggur?” Nabi Saw. menjawab, “Ya.” Lelaki Badui bertanya, “Seperti apakah besarnya buah anggur surga itu?” Nabi Saw. balik bertanya, “Apakah ayahmu pernah menyembelih pejantan yang paling besar dari ternak kambingnya?” Lelaki Badui menjawab, “Ya.”Nabi Saw. bersabda, “Lalu ia mengulitinya dan memberikan kulitnya kepada ibumu seraya berkata, ‘Buatlah timba air dari kulit ini untuk kita’.” Lelaki Badui itu mengerti apa yang dimaksud oleh Nabi Saw., lalu ia berkata memberi komentar, “Bila sebesar itu, berarti satu biji buah anggur benar-benar dapat membuat aku kenyang berikut seluruh ahli baitku.” Nabi Saw. bersabda, “Benar, dan juga seluruh handai tolanmu.”
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَا مَقْطُوعَةٍ وَلا مَمْنُوعَةٍ}
Yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya. (Al-Waqi’ah: 33)
Yakni tidak pernah terputus, baik di musim dingin maupun di musim panas, bahkan buahnya selalu ada selamanya. Manakala mereka menginginkannya, buah-buahan surga selalu ada dan mereka dapat menjumpainya, tiada suatu buah pun yang menolak terhadap mereka berkat kekuasaan Allah. Qatadah mengatakan bahwa tiada yang mencegah mereka dari memetiknya, baik itu ranting, duri, ataupun jarak yang jauh. Dalam hadis terdahulu telah disebutkan bahwa apabila seseorang memetik buah, maka saat itu juga dari tempat yang dipetiknya itu muncul lagi buah lain yang baru.
Firman Allah Swt.:
{وَفُرُشٍ مَرْفُوعَةٍ}
dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk. (Al-Waqi’ah: 34)
telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Rasyidin ibnu Sa’d, dari Umar ibnul Haris, dari Darij, dari Abul Hais’am, dari Abu Sa’id, dari Nabi Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk. (Al-Waqi’ah: 34) Bahwa ketebalannya sama dengan jarak antara langit dan bumi, dan jarak antara keduanya sama dengan perjalanan lima ratus tahun.