Al–An’am, ayat 141-142

Al–An’am, ayat 141-142

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ (141) وَمِنَ الْأَنْعَامِ حَمُولَةً وَفَرْشًا كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (142)

Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), tetapi tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan, dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepada kalian, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.

Allah Swt. dalam firman-Nya menjelaskan bahwa Dia adalah Yang menciptakan segala sesuatu yang ada, baik tanam-tanaman, buah-buahan, dan ternak yang orang-orang musyrik berbuat sekehendak hatinya terhadap ternak-ternak mereka berdasarkan pendapat-pendapat mereka yang rusak. Mereka menjadikannya ke dalam beberapa bagian dan pengkategorjan, lalu mereka menjadikan sebagiannya haram dan sebagian yang lainnya halal. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

{وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ جَنَّاتٍ مَعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ}

Dan Dialah yang menciptakan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung. (Al-An’am: 141)

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ma’rusyatin ialah yang merambat Menurut riwayat yang lain, ma’rusyat artinya tanaman yang ditanam oleh manusia. Sedangkan gairu ma’rusyat artinya tanam-tanaman berbuah yang tumbuh dengan sendirinya di hutan-hutan dan bukit-bukit.

Ata Al-Khurasani meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ma’rusyat ialah tanaman anggur yang dirambatkan, sedangkan gairu ma’rusyat ialah tanaman anggur yang tidak dirambat­kan. Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi.

Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang serupa dan yang tidak serupa. (Al-An’am: 141) Maksudnya, yang serupa bentuknya, tetapi tidak sama rasanya.

Muhammad ibnu Ka’b mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Makanlah dari buahnya bila berbuah. (Al-An’am: 141) Yaitu buah kurma dan buah anggurnya.

****

Firman Allah Swt.:

{وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ}

dan tunaikanlah haknya di hari memetik buahnya. (Al-An’am: 141)

Ibnu Jarir mengatakan, sebagian ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah zakat fardu.

Telah menceritakan kepada kami Amr, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Dirham yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Anas ibnu Malik mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik buahnya (Al-An’am: 141) Yaitu zakat fardu.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik buahnya. (Al-An’am: 141) Maksudnya, zakat fardu di hari dilakukan penakaran hasilnya dan setelah diketahui jumlah takarannya.

Hal yang sama dikatakan oleh Sa’id ibnul Musayyab.

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik buahnya. (Al-An’am: 141) Pada mulanya apabila seorang lelaki menanam tanaman dan menghasil­kan buah dari tanaman itu pada hari penilaiannya, maka ia tidak mengeluarkan sedekah barang sedikit pun dari hasil panennya itu. Maka Allah Swt. berfirman: dan tunaikanlah haknya di hari memetik buahnya. (Al-An’am: 141) Demikian itu dilakukan setelah diketahui jumlah takarannya, dan hak yang diberikan ialah sepersepuluh dari hasil yang dipetik dari bulir-bulirnya.

Imam Ahmad dan Imam Abu Daud meriwayatkan di dalam kitab sunannya melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban, dari pamannya (yaitu Wasi’ ibnu Hibban), dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Nabi Saw. telah memerintahkan untuk menyedekahkan setangkai buah kurma dari tiap-tiap pohon yang menghasilkan sepuluh wasaq, kemudian digantungkan di masjid buat kaum fakir miskin. Sanad hadis ini jayyid lagi kuat.

Tawus, Abusy Sya’sa, Qatadah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh ayat ialah zakat.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan, makna yang dimaksud ialah sedekah biji-bijian dan buah-buahan. Hal yang sama dikatakan oleh Ziad ibnu Aslam.

Ulama lainnya mengatakan bahwa hal ini merupakan hak lainnya di luar zakat.

Asy’as meriwayatkan dari Muhammad ibnu Sirin dan Nafi’, dari Ibnu Umar sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. (Al-An’am: 141) Bahwa mereka biasa memberikan sesuatu dari hasilnya selain zakat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Murdawaih.

Abdullah ibnul Mubarak dan lain-lainnya meriwayatkan dari Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Ata ibnu Abu Rabah sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. (Al-An’am: 141) Pemilik hendaknya memberikan sebagian yang mudah dari hasil panennya dalam jumlah yang tidak banyak diberikan kepada orang-orang yang hadir, tetapi pemberian itu bukan zakat.

Mujahid mengatakan, “Apabila ada orang-orang miskin menghadiri panenmu, hendaklah engkau memberi sebagiannya kepada mereka.”

Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ibnu Uyaynah, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. (Al-An’am: 141) Bahwa di saat menanamnya memberi segenggam, dan di saat memanennya memberi segenggam, kemudian membiarkan mereka (kaum fakir miskin) memunguti apa yang terjatuh dari apa yang diangkut.

As-Sauri meriwayatkan dari Hammad, dari Ibrahim An-Nakha’i yang mengatakan, “Hendaknya si pemilik memberikan sebagian dari hasilnya dalam jumlah yang lebih banyak daripada segenggam.”

Ibnul Mubarak meriwayatkan dari Syarik, dari Salim, dari Sa’id ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. (Al-An’am: 141) Hal ini terjadi sebelum ada zakat buat kaum fakir miskin, yaitu diberikan dalam jumlah segenggam dan setumpuk buat makanan unta kendara­annya.

Di dalam hadis Ibnu Luhai’ah, dari Darraj, dari Abul Haisam, dari Sa’id secara marfu’ sehubungan dengan firman-Nya: dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya. (Al-An’am: 141) disebutkan, “Buah yang terjatuh dari bulirnya.” Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.

Menurut ulama yang lain, ketentuan tersebut pada mulanya diwajibkan, kemudian di-nasakh oleh Allah dengan kewajiban mem­berikan sepersepuluhnya atau setengah dari sepersepuluh. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir, dari Ibnu Abbas, Muhammad ibnul Hanafiyah, Ibrahim An-Nakha’ i. Al-Hasan, As-Saddi, Atiyyah Al-Aufi, dan lain-lainnya; kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat ini.

Menurut kami, penamaan istilah nasakh dalam hal ini masih perlu dipertimbangkan, karena sesungguhnya sejak semula ketentuan ini merupakan suatu kewajiban. Kemudian dirincikan penjelasannya, yaitu menyangkut kadar dan jumlah yang harus dikeluarkannya. Mereka mengatakan bahwa hal ini terjadi pada tahun kedua Hijriah.

Allah Swt. mencela orang-orang yang melakukan panen, lalu tidak bersedekah. Seperti yang disebutkan oleh-Nya dalam surat Nun mengenai para pemilik kebun, yaitu:

{إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ * وَلا يَسْتَثْنُونَ * فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ * فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ}

Ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasilnya di pagi hari, dan mereka tidak menyisihkan (hak fakir miskin), lalu kebun itu diliputi malapetaka (yang datang) dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur, maka jadilah kebun itu seperti malam yang gelap gulita. (Al-Qalam: 17-20)

Yaitu seperti malam yang kelam hitamnya karena terbakar.

{فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ * أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ * فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ * أَنْ لَا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ * وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ}

lalu mereka pangil-memanggil di pagi hari, “Pergilah di waktu pagi (ini) ke kebun kalian jika kalian hendak memetik buahnya.” Maka pergilah mereka saling berbisik, “Pada hari ini janganlah sekali-kali seorang miskin pun masuk ke dalam kebun kalian.” Dan berangkatlah mereka di pagi hari dengan niat menghalangi. (Al-Qalam: 21-25)

Maksudnya, dengan penuh kekuatan, keuletan, dan semangat yang menyala-nyala.

{قَادِرِينَ * فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ * بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ * قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلا تُسَبِّحُونَ * قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ * فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلاوَمُونَ * قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ * عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ * كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ}

lagi dalam keadaan berkemampuan. Tatkala mereka melihat kebun-kebun itu, mereka berkata, “Sesungguhnya kita benar-benar orang-orang yang sesat (Jalan), bahkan kita dihalangi (dari memperoleh hasilnya).” Berkatalah seorang yang paling baik pikirannya di antara mereka, “Bukankah aku telah mengatakan kepada kalian, hendaklah kalian bertasbih (kepada Tuhanmu)?” Mereka mengucapkan, “Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya cela-mencela. Mereka berkata, “Aduhai, celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas.”Mudah-mudahan Tuhan kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita. Seperti itulah azab (dunia). Dan sesungguhnya azab akhirat lebih besar jika mereka mengetahui. (Al-Qalam: 25-33)

*****

Firman Allah Swt.:

{وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ}

dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-An’am: 141)

Menurut suatu pendapat, makna ayat ialah janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memberi, lalu kalian memberi lebih dari kebiasaannya.

Abul Aliyah mengatakan bahwa pada mulanya mereka memberikan sebagian kecil dari hasil panen mereka di waktu penunaiannya, kemudian mereka melakukan perlombaan dalam hal ini, akhirnya mereka berlebih-lebihan dalam memberi. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan janganlah kalian berlebih-lebihan. (Al-An’am: 141)

Ibnu Juraij mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Sabit ibnu Qais ibnu Syimas yang memetik hasil pohon kurmanya. Lalu saat itu ia mengatakan, “Tidak sekali-kali ada seseorang datang kepadaku hari ini, melainkan aku akan memberinya makan.” Maka Sabit memberi makan sehari penuh hingga petang hari, hingga pada akhirnya ia tidak memperoleh hasil apa pun dari buah yang dipetiknya itu. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-An’am: 141)

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Ibnu Juraij.

Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata bahwa mereka dilarang bersikap berlebih-lebihan dalam segala hal.

Iyas ibnu Mu’awiyah mengatakan, “Segala sesuatu yang melampaui apa yang telah diperintahkan oleh Allah dinamakan berlebih-lebihan.”

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya, “Janganlah kalian berlebih-lebihan.” Maksudnya, janganlah kalian memberikan semua harta kalian sehingga pada akhirnya kalian menjadi orang yang miskin.

Sa’id ibnul Musayyab dan Muhammad ibnu Ka’b mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: janganlah kalian berlebih-lebihan. (Al-An’am: 141) Yakni janganlah kalian mencegah sedekah, karena akibatnya kalian berbuat durhaka terhadap Tuhan kalian.

Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang dikatakan oleh Ata, yaitu yang mengatakan bahwa makna ayat ini mengandung larangan bersikap berlebih-lebihan dalam segala hal. Memang tidak diragukan lagi makna inilah yang benar. Tetapi makna lahiriah ayat bila ditinjau dari segi teksnya yang mengatakan: Maka makanlah dari buahnya bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya, dan janganlah kalian berlebih-lebihan. (Al-An’am: 141) maka damir yang ada dikembalikan kepada al-akl (makan). Dengan kata lain, janganlah kalian berlebih-lebihan dalam makan, karena hal ini mengakibatkan mudarat (bahaya) terhadap akal dan tubuh. Perihalnya sama dengan pengertian yang ada dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا

makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. (Al-A’raf: 31), hingga akhir ayat.

Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan sebuah hadis secara ta’liq, yaitu:

Makan, minum, dan berpakaianlah kalian dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak pula sombong.

Menurut kami, makna ayat tersebut selaras dengan hadis ini.

****

Firman Allah Swt.:

{وَمِنَ الأنْعَامِ حَمُولَةً وَفَرْشًا}

dan di antara binatang ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. (Al-An’am: 142)

Allah menjadikan untuk kalian binatang ternak yang sebagian darinya dapat dijadikan sebagai kendaraan angkutan, ada pula yang dijadikan hewan potong.

Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud dengan hamulah ialah unta yang dijadikan sebagai kendaraan angkutan; sedangkan al-farsy ialah unta yang masih muda.

Seperti yang dikatakan oleh As-Sauri, dari Abu Ishaq, dari Abul Ahwas, dari Abdullah sehubungan dengan makna firman-Nya: untuk pengangkutan. (Al-An’am: 142) Maksudnya, unta yang dijadikan sebagai kendaraan angkutan, sedangkan yang dimaksud dengan farsy ialah unta yang masih muda. Demikianlah menurut riwayat Imam Hakim. Imam Hakim mengatakan sanad asar ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.

Ibnu Abbas mengatakan bahwa hamulah ialah unta dewasa, sedangkan farsy ialah unta yang masih muda. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid.

Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan di antara binatang ternak ada yang dijadikan untuk peng­angkutan dan ada yang untuk disembelih. (Al-An’am: 142) Termasuk ke dalam pengertian hamulah (hewan yang dijadikan sarana angkutan) ialah unta, kuda, begal, dan keledai serta hewan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan Farsy (khusus hewan potong) hanyalah kambing. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir; Ibnu Jarir mengatakan, hewan jenis ini dinamakan farsy karena tubuhnya yang rendah hingga dekat ke tanah.

Ar-Rabi’ ibnu Anas, Al-Hasan, Ad-Dahhak, Qatadah, dan lain-lainnya mengatakan bahwa hamulah ialah unta dan sapi, sedangkan farsy ialah kambing.

As-Saddi mengatakan bahwa hamulah adalah unta, sedangkan farsy ialah anak unta, anak sapi, dan kambing; serta hewan yang dijadikan sebagai sarana angkutan dinamakan hamulah.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa hamulah ialah hewan ternak yang kalian jadikan sebagai sarana angkutan, sedangkan farsy ialah hewan ternak yang kalian jadikan hewan potong dan hewan perahan, yaitu kambing; karena kambing tidak dapat dijadikan sebagai sarana angkutan, sedangkan dagingnya kalian makan dan bulunya kalian buat permadani dan seprai.

Apa yang dikatakan oleh Abdur Rahman sehubungan dengan makna ayat yang mulia ini baik dan diperkuat oleh ayat lainnya yang mengatakan:

{أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ * وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ}

Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. (Yasin: 71-72)

Juga firman Allah Swt.:

{وَإِنَّ لَكُمْ فِي الأنْعَامِ لَعِبْرَةً نُسْقِيكُمْ مِمَّا فِي بُطُونِهِ مِنْ بَيْنِ فَرْثٍ وَدَمٍ لَبَنًا خَالِصًا سَائِغًا لِلشَّارِبِينَ} إِلَى أَنْ قَالَ: {وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ}

Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kalian. Kami memberi kalian minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang hendak meminum­nya. (An-Nahl: 66) sampai dengan firman-Nya: dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kalian pakai) sampai waktu (tertentu). (An-Nahl: 80)

Demikian pula firman Allah Swt.:

{اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأنْعَامَ لِتَرْكَبُوا مِنْهَا وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ * وَلَكُمْ فِيهَا مَنَافِعُ وَلِتَبْلُغُوا عَلَيْهَا حَاجَةً فِي صُدُورِكُمْ وَعَلَيْهَا وَعَلَى الْفُلْكِ تُحْمَلُونَ * وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ فَأَيَّ آيَاتِ اللَّهِ تُنْكِرُونَ}

Allah-lah yang menjadikan binatang ternak untuk kalian, sebagiannya untuk kalian kendarai dan sebagiannya untuk kalian makan. Dan (ada lagi) manfaat-manfaat yang lain pada binatang ternak itu untuk kalian dan supaya kalian mencapai suatu keperluan yang tersimpan dalam hati dengan mengendarainya. Dan kalian dapat diangkut dengan mengendarai binatang-binatang itu dan dengan mengendarai bahtera. Dan Dia memperlihatkan kepada kalian tanda-tanda (kekuasaan-Nya), maka tanda-tanda (kekuasa­an) Allah yang manakah yang kalian ingkari? (Al-Mu’min: 79-81)

****

Adapun firman Allah Swt.:

{كُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ}

Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepada kalian. (Al-An’am: 142)

Yakni berupa buah-buahan, hasil-hasil tanaman, dan binatang ternak; semuanya diciptakan oleh Allah Swt. dan dijadikan-Nya sebagai rezeki untuk kalian.

{وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ}

dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. (Al-An’am: 142)

Yaitu jalan yang dianjurkan oleh setan, sebagaimana yang ditempuh oleh orang-orang musyrik; mereka berani mengharamkan buah-buahan dan hasil tanam-tanaman yang direzekikan oleh Allah buat mereka sebagai buat-buatan mereka yang mereka nisbatkan kepada Allah Swt.

{إِنَّهُ لَكُمْ}

Sesungguhnya setan itu bagi kalian. (Al-An’am: 142)

Artinya, sesungguhnya setan itu, hai manusia.

{عَدُوٌّ مُبِينٌ}

musuh yang nyata. (Al-An’am: 142)

Yakni jelas dan terang permusuhannya. Seperti yang disebutkan oleh Allah dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

{إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ}

Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagi kalian, maka anggaplah ia musuh (kalian) karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (Fathir: 6)

{يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنزعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا}

Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kalian dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapak kalian dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. (Al-A’raf: 27), hingga akhir ayat.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang semakna cukup banyak jumlahnya.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo