Al-Fath , ayat 25-26

Al-Fath , ayat 25-26

{هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ وَلَوْلا رِجَالٌ مُؤْمِنُونَ وَنِسَاءٌ مُؤْمِنَاتٌ لَمْ تَعْلَمُوهُمْ أَنْ تَطَئُوهُمْ فَتُصِيبَكُمْ مِنْهُمْ مَعَرَّةٌ بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ لَوْ تَزَيَّلُوا لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (25) إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا (26) }

Merekalah orang-orang yang kafir yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihannya. Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu kesusahan tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Allah Swt. berfirman, menceritakan keadaan orang-orang kafir dari kalangan kaum musyrik Quraisy dan orang-orang yang mendukung mereka yang memusuhi Rasulullah Saw.:

{هُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا}

Merekalah orang-orang yang kafir (Al-Fath’ 25)

Hanya merekalah orang-orang kafir yang sejati, bukan selain mereka.

{وَصَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}

yang menghalangi kamu dari (masuk) Masjidil Haram. (Al-Fath: 25)

padahal kalian lebih berhak terhadap Masjidil Haram, lagi pula kalian adalah ahlinya.

وَالْهَدْيَ مَعْكُوفًا أَنْ يَبْلُغَ مَحِلَّهُ}

dan menghalangi hewan korban sampai ke tempat (penyembelihan)nya. (Al-Fath: 25)

Yakni mereka menghalang-halangi hewan korban untuk sampai ke tempat penyembelihannya; hal ini merupakan sikap mereka yang melampaui batas dan menunjukkan keingkaran mereka. Hewan korban yang dibawa oleh Nabi Saw. terdiri dari tujuh puluh ekor unta, seperti yang akan dijelaskan nanti.

*******************

Firman Allah Swt.:

{وَلَوْلا رِجَالٌ مُؤْمِنُونَ وَنِسَاءٌ مُؤْمِنَاتٌ}

Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin. (Al-Fath: 25)

yang ada di kalangan orang-orang musyrik Mekah, tetapi mereka menyembunyikan keimanannya dari mata orang-orang musyrik yang ada di sekitarnya karena takut akan keselamatan diri mereka dari kekejaman kaumnya. Seandainya tidak ada mereka, tentulah Kami akan menguasakan mereka kepada kalian, hingga kalian dapat membunuh mereka dan memusnahkan mereka sampai keakar-akarnya. Akan tetapi, mengingat di kalangan mereka terdapat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan yang tidak engkau ketahui mereka bila terjadi pertempuran, karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:

{لَمْ تَعْلَمُوهُمْ أَنْ تَطَئُوهُمْ فَتُصِيبَكُمْ مِنْهُمْ مَعَرَّةٌ}

yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka yang menyebabkan kamu ditimpa kesusahan. (Al-Fath: 25)

Yakni merasa berdosa dan menanggung denda.

{بِغَيْرِ عِلْمٍ لِيُدْخِلَ اللَّهُ فِي رَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ}

tanpa pengetahuanmu (tentulah Allah tidak akan menahan tanganmu dari membinasakan mereka). Supaya Allah memasukkan siapa yang dikehendaki-Nya ke dalam rahmat-Nya. (Al-Fath: 25)

Yaitu Allah menangguhkan hukuman-Nya terhadap mereka (orang-orang musyrik) demi menyelamatkan sebagian dari orang-orang mukmin yang ada di kalangan mereka; dan agar sebagian besar dari mereka sadar, lalu memeluk agama Islam. Dalam firman berikutnya disebutkan:

{لَوْ تَزَيَّلُوا}

Sekiranya mereka tidak bercampur baur. (Al-Fath: 25)

Yakni sekiranya orang-orang kafir terpisahkan dari orang-orang mukmin yang ada di kalangan mereka.

{لَعَذَّبْنَا الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا}

tentulah Kami akan-mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (Al-Fath: 25)

Maksudnya, tentulah Kami menguasakan mereka kepada kalian dan tentulah kalian dapat membunuh mereka hingga keakar-akarnya.

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abuz Zanba’ alias Rauh ibnul Faraj, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abu Ibad Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Sa’d mau la Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Hajar ibnu Khalaf yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr mengatakan bahwa ia pernah mendengar Junaid ibnu Subai’ mengatakan bahwa ia memerangi Rasulullah Saw. pada permulaan siang hari dalam keadaan kafir, tetapi di petang harinya ia berperang dengan Rasulullah Saw. dalam keadaan muslim. Berkenaan dengan kamilah ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin. (Al-Fath: 25) Junaid ibnu Subai’ melanjutkan, “Kami saat itu terdiri dari sembilan orang, tujuh orang laki-laki dan dua orang wanita.”

Kemudian ImamTabrani meriwayatkannya pula melalui jalur lain dari Muhammad ibnu Abbad Al-Makki dengan sanad yang sama, hanya dalam riwayat ini disebutkan dari Abu Jum’ah Junaid ibnu Subai’, lalu disebutkan hal yang semisal. Tetapi menurut riwayat yang benar, dia adalah Abu Ja’far Habib ibnu Siba’.

Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Hajar ibnu Khalaf dengan sanad yang sama. Dalam riwayatnya disebutkan pula, “Kami berjumlah tiga orang laki-laki dan sembilan orang wanita, dan berkenaan dengan kamilah ayat ini diturunkan,” yaitu firman-Nya: Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin. (Al-Fath: 25)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Jabalah, dari Abu Hamzah, dari Ata, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan firman Allah Swt.: Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih. (Al-Fath: 25) Yakni sekiranya orang-orang kafir itu memisahkan diri dari orang-orang mukmin, tentulah Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih, yaitu kaum mukmin akan membunuh mereka.

*******************

Firman Allah Swt.:

{إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ}

Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al-Fath: 26)

Demikian itu terjadi ketika mereka menolak jika dituliskan Bismillahir Rahmanir Rahim, dan mereka menolak pula bila dituliskan dalam perjanjian tersebut, “Ini adalah janji yang disetujui oleh Muhammad utusan Allah.”

{فَأَنزلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى}

lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26)

Yang dimaksud dengan kalimat takwa ialah la ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), seperti yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Abdullah ibnu Imam Ahmad, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Quza’ah Abu Ali Al-Basri, telah men­ceritakan kepada kami Sufyan ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Saur, dari ayahnya, dari At-Tufail (yakni Ibnu Ubay ibnu Ka’b), dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya:

{وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى}

dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath-26)

Bahwa yang dimaksud adalah ucapan, “La ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah).”

Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dari Al-Hasan ibnu Quza’ah; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya melalui hadis Hasan ibnu Quza’ah. Aku pernah menanyakan hadis ini kepada Abu Zar’ah, ternyata dia pun tidak mengenalnya melainkan hanya melalui jalur ini.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Saleh, telah menceritakan kepadaku Lais, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Khalid, dari Abu Syihab, dari Sa’id ibnul Musayyab, bahwa Abu Hurairah r.a. pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan, “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.” Maka barang siapa yang mau mengucapkan kalimah ini, berarti dia telah memelihara harta dan jiwanya dariku terkecuali berdasarkan alasan yang hak, sedangkan perhitungannya ada pada Allah Swt. Allah Swt. telah menurunkan di dalam Kitab-Nya berkaitan dengan perihal suatu kaum: Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka, “La ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), ” mereka menyombongkan diri. (Ash-Shaffat: 35) Adapun firman Allah Swt.: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. (Al-Fath: 26) Yakni kalimat La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Ternyata orang-orang musyrik itu bersikap sombong terhadapnya, dan bersikap sombong pula mereka pada hari Hudaibiyah terhadap kalimah tersebut. Maka Rasulullah Saw. menyetujui perjanjian tersebut dalam batas waktu tertentu.

Hal yang semisal dengan tambahan ini telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui hadis Az-Zuhri. Tetapi makna lahiriahnya menunjukkan bahwa tambahan ini merupakan perkataan Az-Zuhri sendiri yang disisipkan ke dalam hadis; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat takwa ialah ikhlas. Ala ibnu Abu Rabah mengatakan bahwa kalimah tersebut adalah, ‘Tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia atas segala sesuatu Mahakuasa’.

Hal yang semisal telah dikatakan oleh Yunus ibnu Bukair, dari Ibnu Ishaq, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dan Al-Miswar. dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Bahwa yang dimaksud adalah, ‘Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya’.

As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Ababah ibnu Rib’i, dari Ali r.a. sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath: 26); Yakni kalimat, ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, dan Allah Mahabesar’.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar r.a.

Ah ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. mengenai firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath-26) Bahwa yang dimaksud ialah kesaksian yang menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, kalimat ini adalah puncak dari semua ketakwaan.

Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath 26) Bahwa yang dimaksud adalah kalimat ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah’ dan berjihad di jalan-Nya.

Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa kalimat yang dimaksud ialah ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah’.

Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Az-Zuhri sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Bahwa yang dimaksud adalah Bismillahir Rahmanir Rahim.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al-Fath: 26) Kalimat yang dimaksud ialah ‘Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah’.

*******************

{وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا}

dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. (Al-Fath: 26)

Yakni orang-orang muslimlah yang lebih berhak dan mereka adalah pemiliknya.

{وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا}

Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Fath: 26)

Allah Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat kebaikan dan siapa yang berhak mendapat keburukan.

Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Syababah ibnu Siwar, dari Abu Razin, dari Abdullah ibnul Ala, dan Bisyr ibnu Abdullah, dari Ubay ibnu Ka’b r.a., bahwa ia membaca firman Allah Swt.: Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al-Fath: 26) Lalu ia mengatakan, “Seandainya kalian bersikap sombong seperti kesombongan mereka (orang-orang Jahiliah), niscaya Masjidil Haram menjadi rusak.” Ketika ucapan itu terdengar oleh Umar r.a., maka Umar bersikap keras terhadapnya. Maka Ubay ibnu Ka’b r.a. berkata, “Sesungguhnya engkau telah mengetahui bahwa aku sering masuk menemui Rasulullah Saw., maka beliau mengajariku apa yang telah diajarkan oleh Allah kepadanya.” Umar ibnul Khattab r.a. berkata, “Tidak, engkau adalah seorang lelaki yang mempunyai ilmu (kitab Taurat) dan Al-Qur’an, maka bacalah dan ajarkanlah apa yang telah diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya kepadamu.”

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar, dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnu Zubair, dari Al-Miswar ibnu Makhramah dan Marwan ibnul Hakam, keduanya mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berangkat dengan tujuan ziarah ke Baitullah bukan untuk perang, dan beliau membawa serta hewan hadyu sebanyak tujuh puluh ekor unta. Sedangkan jumlah orang saat itu tujuh ratus orang; setiap ekor unta untuk korban sepuluh orang. Ketika sampai di Asfan, beliau bersua dengan Bisyr ibnu Sufyan Al-Ka’bi. Lalu Sufyan berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mendengar keberangkatanmu, maka mereka telah keluar bersama pasukannya dan mereka mengenakan pakaian dari kulit macan tutul, mereka telah bersumpah bahwa engkau tidak boleh memasukinya dengan paksa selamanya. Dan Khalid ibnul Walid ada bersama pasukan berkuda mereka dan menjadi pemimpinnya menuju ke Kura’ul Gaim.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Celakalah orang-orang Quraisy, nafsu peperangan telah membakar mereka, kerugian apakah yang dialami mereka bila mereka membiarkan aku dan semua orang? Jika mereka mendapatkan kemenangan dariku, itulah yang mereka kehendaki. Dan jika Allah Swt. menjadikan aku menang atas mereka, maka mereka dapat masuk ke dalam agama Islam, sedangkan hak mereka terpenuhi. Jika mereka tidak melakukannya, mereka bisa saja perang karena mereka memiliki kekuatan; lalu apakah yang dikehendaki mereka. Demi Allah, aku tetap terus menerus berjihad melawan mereka demi membela apa yang dipercayakan oleh Allah kepadaku, hingga Allah memenangkan diriku atau roh ini terpisah dari tubuhnya.” Selanjutnya Rasulullah Saw. memerintahkan kepada kaum muslim untuk bergerak dan mereka menempuh jalan ke arah kanan melalui celah Al-Himd yang terusannya menuju keSanyatul Mirar dan Hudaibiyah, jalan yang rendah menuju ke Mekah. Maka Nabi Saw. membawa pasukan kaum muslim melalui jalan tersebut. Ketika pasukan berkuda kaum Quraisy melihat debu pasukan kaum muslim telah menyimpang dari jalurnya, maka mereka lari kembali bergabung dengan kaum Quraisy. Dan Rasulullah Saw. keluar dari celah itu hingga ketika menempuh jalan Sanyatul Mirar, unta kendaraannya berhenti dan mendekam. Maka orang-orang (kaum muslim) mengatakan bahwa unta Nabi Saw. mogok. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Unta ini tidak mogok karena sikap ini bukanlah wataknya, tetapi ia ditahan oleh Tuhan yang pernah menahan tentara bergajah yang (akan menyerang) Mekah. Demi Allah, tidaklah kaum Quraisy di hari ini menyeruku kepada suatu rencana yang mengandung silaturahmi melainkan aku akan menyetujui rencana itu. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Turunlah kamu sekalian!” Mereka mengatakan, “Wahai Rasulullah, di lembah ini tidak ada air untuk minum kita semua.” Maka Rasulullah Saw. mengeluarkan sebuah anak panah dari wadah anak panahnya, dan memberikannya kepada seseorang dari sahabatnya. Orang tersebut turun ke dalam salah satu sumur yang ada di tempat itu yang telah kering, lalu ia menancapkan anak panah tersebut ke dalamnya. Maka dengan serta merta memancarlah air dengan derasnya, hingga dapat mencukupi semua orang. Setelah Rasulullah Saw. merasa tenang, tiba-tiba datanglah Badil ibnu Warqa bersama sejumlah orang dari Bani Khuza’ah, maka Rasulullah Saw. berkata kepada mereka seperti yang beliau katakan kepada Bisyr ibnu Sufyan. Akhirnya mereka kembali kepada kaum Quraisy dan mengatakan, “Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian benar-benar terlalu tergesa-gesa dalam menilai Muhammad. Dia datang bukan untuk perang, melainkan datang untuk menziarahi Baitullah ini dan mengagungkan kedudukannya.” Akan tetapi, orang-orang Quraisy tidak mempercayainya.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Az-Zuhri telah mengatakan bahwa Bani Khuza’ah dikenal di kalangan mereka (Quraisy) sebagai orang-orang yang bersikap oposisi. Mereka bersikap mengharapkan kebaikan bagi Rasulullah Saw., baik dari mereka yang musyrik maupun yang telah Islam. Mereka sama sekali tidak pernah menyembunyikan suatu berita pun yang terjadi di Mekah terhadap Rasulullah Saw. Maka orang-orang Quraisy mengatakan, “Jika memang dia datang hanya untuk itu, demi Allah, dia tidak akan memasuki kota kami dengan paksa selama-lamanya, dan orang-orang Arab pun tidak akan membicarakannya.” Kemudian mereka (kaum Quraisy) mengirim salah seorang Bani Amr ibnu Lu’ay, yaitu Mukarriz ibnu Hafs. Ketika Rasulullah Saw. melihatnya, bersabdalah beliau, “Orang ini adalah lelaki yang ingkarjanji.” Ketika Mukarriz sampai di hadapan Rasulullah Saw., maka beliau berbicara terus terang kepadanya seperti pembicaraan beliau kepada teman-temannya. Lalu Mukarriz kembali kepada kaum Quraisy dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw. kepadanya. Lalu kaum Quraisy mengutus kepada Nabi Saw. Al-Hulais ibnu Alqamah Al-Kannani yang saat itu menjadi pemimpin orang-orang Habsyah. Ketika Rasulullah Saw. melihatnya, maka bersabdalah beliau: Orang ini dari kaum yang bertuhan, maka giringkanlah hewan-hewan hadyu itu! Ketika Al-Hulais melihat hewan-hewan kurban bergerak menuju ke arahnya dari tengah lembah yang semuanya telah diberi kalung tanda hadyu, sedangkan hewan-hewan hadyu itu telah memakan bulunya sendiri karena lamanya ditahan di tempat tersebut, maka kembalilah Al-Hulais kepada orang-orang Quraisy tanpa menemui Rasulullah Saw. karena merasa percaya dengan pemandangan yang dilihatnya. Lalu Al-Hulais berkata kepada kaum Quraisy, “Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah melihat suatu pemandangan yang tidak memperkenankan bagi kamu sekalian menahan hewan-hewan hadyu yang telah diberi kalung pertanda korban untuk sampai ke tempatnya, sebab hewan-hewan hadyu itu telah memakan bulunya sendiri karena terlalu lama di tahan dari tempat yang sebenarnya.”

Mereka (Quraisy) berkata, “Duduklah kamu, sesungguhnya kamu ini hanyalah seorang Badui yang tidak mempunyai pengetahuan.” Maka mereka mengutus kepada Rasulullah Saw. Urwah ibnu Mas’ud As-Saqafi. Urwah berkata kepada orang-orang Quraisy, “Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah melihat apa yang dialami oleh orang-orang yang kalian utus kepada Muhammad, semuanya kembali dengan mendapat perlakuan yang kasar dan perkataan yang buruk. Dan kalian telah mengetahui bahwa kalian bagiku adalah orang tua dan aku bagaikan anak kalian. Dan sesungguhnya aku telah mendengar apa yang telah dialami oleh kalian. Maka aku mengumpulkan orang-orang yang taat kepadaku dari kaumku, lalu aku datang kepada kalian untuk mendukung kalian dengan segala kemampuanku.” Mereka menjawab, “Kamu benar, engkau bukanlah orang yang dicurigai di kalangan kami.”

Urwah berangkat hingga sampailah di hadapan Rasulullah Saw., lalu ia duduk di hadapan beliau dan berkata, “Hai Muhammad, sesungguhnya aku telah mengumpulkan orang-orang Habsyah, lalu aku datangkan mereka ke hadapanmu untuk menyampaikan tugasnya. Sesungguhnya orang-orang Quraisy telah keluar dengan semua kekuatannya, mereka mengenakan kulit macan tutul, mereka telah bersumpah kepada Allah bahwa engkau tidak boleh masuk ke kota mereka dengan paksa selamanya. Dan demi Allah, seakan-akan aku melihat mereka dapat memukulmu mundur besok.”

Saat itu Abu Bakar r.a. sedang duduk di belakang Rasulullah Saw., maka ia menjawab, “Isaplah itil Lata (mu), apakah kami akan membiarkan beliau terpukul mundur?” Urwah bertanya, “Hai Muhammad, siapakah orang ini?” Rasulullah Saw. menjawab, “Dia adalah anak Abu Quhafah.”

Urwah berkata, “Demi Allah, sekiranya tidak ada perjanjian pakta antara engkau dan aku, tentulah aku akan membalasmu. Tetapi biarlah dan sebagai jawabannya adalah ini,” lalu ia memegang jenggot Rasulullah Saw. Sedangkan Al-Mugirah ibnu Syu’bah r.a. berdiri di samping Rasulullah Saw. memegang besi. Lalu ia gunakan besi itu untuk memukul tangan Urwah (agar jangan memegang jenggot Rasulullah Saw.), seraya berkata, “Tahanlah tanganmu dari jenggot Rasulullah, jangan sampai jenggot beliau tersentuh olehmu.” Urwah berkata, “Celakalah engkau, alangkah kasar dan kerasnya sikapmu.”

Menyaksikan hal itu Rasulullah Saw. tersenyum, lalu Urwah bertanya, “Hai Muhammad, siapakah orang ini?” Rasulullah Saw. menjawab, “Dia adalah anak saudaramu, Al-Mugirah ibnu Syu’bah.” Urwah berkata, “Celakalah engkau, kamu ini adalah anak baru kemarin sore.”

Maka Rasulullah Saw. berbicara dengan Urwah dengan pembicaraan yang sama seperti yang beliau katakan kepada teman-temannya (utusan Quraisy sebelumnya), dan beliau Saw. menceritakan kepadanya bahwa kedatangannya kali ini bukan untuk tujuan berperang.

Maka Urwah bangkit meninggalkan Rasulullah Saw., sedangkan ia telah menyaksikan apa yang telah dilakukan oleh para sahabat kepada beliau Saw. Tidak sekali-kali Nabi Saw. berwudu, melainkan mereka berebutan mengambil sisanya; dan tidak sekali-kali beliau meludah, melainkan mereka berebutan mengambilnya; dan tidaklah rontok sehelai rambut pun dari rambut beliau, melainkan mereka mengambilnya.

Maka kembalilah Urwah kepada orang-orang Quraisy, lalu berkata kepada mereka: Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya aku telah datang kepada Kisra dalam kerajaannya, dan aku telah datang pula kepada Kaisar dan Najasyi dalam kerajaannya. Akan tetapi, demi Allah, aku belum pernah melihat suatu kerajaan pun yang semisal dengan apa yang dimiliki oleh Muhammad terhadap sahabat-sahabatnya. Sesungguhnya aku telah menyaksikan suatu kaum (yakni para sahabat) yang tidak akan menyerahkan dia karena sesuatu untuk selamanya. Maka persetanlah dengan pendapat kalian.

Az-Zuhri melanjutkan kisahnya, bahwa sebelum itu Rasulullah Saw. telah mengirimkan Khirasy ibnu Umayyah Al-Khuza’i ke Mekah yang berangkat dengan memakai unta kendaraan beliau yang diberi nama Sa’lab. Ketika ia memasuki kota Mekah, orang-orang Quraisy menyembelih unta kendaraannya dan hampir saja mereka membunuh Khirasy. Tetapi orang-orang Habsyah menahan mereka dan memulangkan Khirasy kepada Rasulullah Saw.

Maka Rasulullah Saw. memanggil Umar r.a. dengan maksud akan menjadikannya sebagai utusan beliau Saw. ke Mekah. Tetapi Umar berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku merasa khawatir akan keselamatanku dalam menghadapi orang-orang Quraisy. Karena di Mekah tiada seorang pun dari kalangan Bani Addi yang dapat melindungiku. Dan orang-orang Quraisy telah mengetahui betapa permusuhanku terhadap mereka dan kekasaranku terhadap mereka. Tetapi aku akan menunjukkan kepadamu seseorang yang lebih mereka hormati daripada diriku, dialah Usman ibnu Affan r.a.”

Maka Rasulullah Saw. memanggil Usman dan menjadikannya sebagai utusan beliau Saw. (ke Mekah) untuk memberitahukan kepada penduduknya bahwa beliau datang bukan untuk memerangi siapa pun, melainkan datang untuk menziarahi Baitullah dan menghormati kesuciannya.

Usman r.a. berangkat, dan ketika sampai di Mekah ia disambut oleh Aban ibnu Sa’id ibnul Ash, lalu Aban turun dari unta kendaraannya dan menaiki unta kendaraan Usman r.a. yang diboncengnya sebagai pertanda bahwa dia melindunginya hingga Usman dapat menyampaikan pesan dari Rasulullah Saw.

Usman r.a. berangkat menemui Abu Sufyan dan para pembesar Quraisy, lalu ia menyampaikan kepada mereka pesan yang diamanatkan oleh Rasulullah Saw. kepadanya. Maka mereka berkata, “Jika kamu menghendaki, kamu boleh melakukan tawaf di Baitullah.” Tetapi Usman menjawab, “Aku tidak mau melakukannya sebelum Rasulullah Saw. tawaf padanya.’Akhirnya Usman r.a. ditahan oleh kaum Quraisy hingga ia tidak dapat kembali. Tetapi lain halnya dengan berita yang sampai kepada Rasulullah Saw. Berita itu menyebutkan bahwa Usman r.a. telah dibunuh.

Muhammad mengatakan, Az-Zuhri telah menceritakan kepadanya bahwa orang-orang Quraisy mengirimkan Suhail ibnu Amr dengan membawa pesan, “Datangilah Muhammad, dan adakanlah gencatan senjata dengannya, tetapi janganlah kamu bersikap lunak dalam perjanjian itu terkecuali jika dia mau kembali meninggalkan kita tahun ini. Demi Allah, ini agar tidak dijadikan buah bibir orang-orang Arab bahwa dia memasuki Mekah dengan paksa.”

Maka Suhail ibnu Amr datang menemui Rasulullah Saw. Ketika beliau melihat kedatangannya, maka bersabdalah beliau: Dengan menjadikan lelaki ini sebagai utusan mereka, berarti mereka menghendaki perdamaian.

Setelah Suhail ibnu Amr sampai ke hadapan Rasulullah Saw., Maka keduanya berbicara dalam waktu yang cukup lama, masing-masing pihak saling mengemukakan pendapatnya hingga terjadilah kesepakatan di antara keduanya untuk mengadakan perdamaian dan gencatan senjata.

Ketika perkaranya hanya tinggal menuangkan kesepakatan itu ke dalam surat yang tertulis, Umar ibnul Khattab r.a. melompat dan menuju kepada Abu Bakar r.a., lalu berkata, “Hai Abu Bakar, bukankah beliau adalah utusan Allah, bukankah kita adalah kaum muslim, dan bukankah mereka adalah kaum musyrik?” Abu Bakar menjawab, “Benar.” Umar bertanya, “Lalu mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?” Abu Bakar r.a. berkata, “Tetaplah kamu dengan apa yang diputuskan oleh beliau, karena sesungguhnya aku bersaksi bahwa beliau adalah utusan Allah.” Maka Umar berkata, “Aku pun bersaksi pula.”

Kemudian Umar datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, bukankah kita kaum muslim dan bukankah mereka adalah kaum musyrik?” Rasulullah Saw. bersabda, “Benar.” Umar berkata, “Lalu mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?” Rasulullah Saw. bersabda: Aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya, aku tidak akan menentang perintah-Nya dan Dia tidak akan menyia-nyiakan diriku.

Kemudian Umar r.a. berkata bahwa dirinya masih tetap puasa dan salat serta sedekah dan memerdekakan budak karena merasa bersalah dengan apa yang pernah dia ucapkan di hari itu, sehingga ia selalu berharap semoga urusan ini menjadi baik.

Kemudian Rasulullah Saw. memanggil Ali ibnu AbuTalib r.a., lalu bersabda kepadanya: Tulislah “Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang “.

Tetapi Suhail berkata, “Aku tidak mengenal istilah itu, tetapi tulislah “Dengan nama Engkau, ya Allah”. Rasulullah Saw. bersabda: Tulislah “Dengan nama-Mu ya Allah, ini adalah perjanjian damai yang disetujui oleh Muhammad Rasulullah “.

Tetapi Suhail ibnu Amr kembali memotong, “Sekiranya aku mengakui bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah aku tidak memerangimu. Tetapi tulislah ini adalah perjanjian damai yang disetujui oleh Muhammad ibnu Abdullah dan Suhail ibnu Amr untuk mengadakan gencatan senjata selama sepuluh tahun’.” Orang-orang merasa aman di masa tersebut dan sebagian dari mereka menahan diri terhadap sebagian yang lain. Dan bahwa orang yang datang kepada Rasulullah Saw. dari kalangan teman-temannya untuk bergabung bersama beliau, tetapi tanpa izin dari walinya, maka Rasulullah Saw. harus memulangkannya. Dan barang siapa dari kalangan orang-orang yang bersama Rasulullah Saw. datang kepada kaum Quraisy, mereka tidak boleh memulangkannya kepada beliau. Dan bahwa di antara kedua belah pihak terdapat juri yang tidak memihak, dan bahwa tidak ada rantai dan tidak ada pula belenggu (yakni tawan-menawan).

Tersebutlah bahwa di antara salah satu persyaratan yang tertuang di dalam naskah perjanjian itu ialah bahwa barang siapa yang menginginkan masuk ke dalam ikatan dan janji Muhammad Saw., ia boleh masuk ke dalamnya. Dan barang siapa yang ingin masuk ke dalam ikatan dan janji orang-orang Quraisy, ia boleh masuk ke dalamnya. Maka berlompatanlah Bani Khuza’ah, lalu mereka mengatakan, “Kami ingin dimasukkan ke dalam ikatan dan janji Rasulullah Saw.” Dan Bani Bakar berlompatan pula, lalu mengatakan, “Kami ingin dimasukkan ke dalam ikatan dan janji Quraisy. Dan engkau tahun ini harus pulang meninggalkan kami, engkau tidak boleh masuk Mekah. Apabila tahun depan tiba, kami memberikan kesempatan kepadamu dan kamu bersama sahabat-sahabatmu boleh memasukinya dan tinggal di dalamnya selama tiga hari; engkau boleh membawa senjata, tetapi tidak boleh memasukinya melainkan senjatamu harus disarungkan.”

Ketika Rasulullah Saw. sedang mengurus naskah perjanjian itu, tiba-tiba datanglah kepadanya Abu Jandal ibnu Suhail ibnu Amr dalam keadaan dirantai, dia telah melarikan diri untuk bergabung dengan Rasulullah Saw.

Sebelumnya sahabat-sahabat Rasulullah Saw. saat mereka berangkat dari Madinah tidak ragu lagi terhadap kemenangan yang bakal mereka raih atas kota Mekah, karena mimpi yang telah dialami oleh Rasulullah Saw. mengenai hal tersebut. Tetapi manakala mereka menyaksikan kenyataan yang mereka alami -yaitu ditandatanganinya Perjanjian Hudaibiyah, lalu kembali pulang, serta beban yang ditanggung oleh Rasulullah Saw. menghadapi kenyataan ini- maka mereka pun mengalami benturan yang amat keras hingga hampir saja mereka binasa karenanya.

Ketika Suhail melihat Abu Jandal (yakni anaknya), maka ia langsung menuju kepadanya dan menampar mukanya, lalu berkata, “Hai Muhammad, perjanjian ini telah disepakati antara aku dan kamu sebelum kedatangan orang ini.” Rasulullah Saw. menjawab, “Engkau benar.” Lalu Suhail bangkit dan menarik kerah bajunya dan menyeretnya untuk ikut bersamanya pulang ke Mekah.

Maka Abu Jandal berseru dengan sekuat suaranya mengatakan, “Hai orang-orang muslim, apakah kalian membiarkan aku pulang ke tempat orang-orang musyrik, maka mereka akan berupaya untuk mengembalikanku kepada agama mereka.”

Kaum muslim makin bertambah buruk keadaannya menyaksikan kejadian ini setelah apa yang mereka alami. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai Abu Jandal, bersabarlah dan harapkanlah pahala dari Allah, karena sesungguhnya Allah Swt. pasti akan memberikan jalan keluar bagi dirimu, juga bagi kaum du’afa (muslim yang ada di Mekah) yang bersamamu. Sesungguhnya kami telah menandatangani perjanjian damai antara kami dan mereka. Maka kami berikan kepada mereka apa yang tertuangkan dalam perjanjian tersebut sebagaimana mereka pun memberi kepada kami. Dan sesungguhnya kami tidak akan mengkhianati mereka dalam perjanjian ini.

Maka melompatlah Umar menuju kepada Abu Jandal, lalu ia berjalan seiring dengan Abu Jandal, bersebelahan dengannya. Lalu Umar berkata, “Bersabarlah, hai Abu Jandal. Sesungguhnya mereka hanyalah orang-orang musyrik, dan sesungguhnya darah seseorang dari mereka tiada lain sama dengan darah seekor anjing.” Umar berkata demikian seraya mendekatkan pangkal pedang yang disandangnya kearah Abu Jandal, dengan harapan semoga saja Abu Jandal mau menghunus pedangnya itu, lalu menebaskannya kepada ayahnya. Akan tetapi, ternyata dia masih sayang dengan ayahnya. Akhirnya masalah itu selesai dan berjalan dengan mulus, perjanjian perdamaian dan gencatan senjata telah ditandatangani.

Sebenarnya Rasulullah Saw. harus sudah berada di tanah suci, tetapi ternyata beliau masih juga berada di luar tanah suci. Lalu Rasulullah Saw. bangkit dan bersabda: Hai manusia, sembelihlah hewan kurban itu dan bercukurlah kalian!

Tetapi tiada seorang pun yang bangkit, lalu beliau Saw. mengulangi seruannya, tetapi masih juga belum ada seorang pun yang bangkit, kemudian beliau mengulanginya lagi dan masih juga tidak mendapat sambutan. Akhirnya beliau masuk ke dalam kemah Ummu Salamah r.a., lalu bertanya, “Hai Ummu Salamah, apakah gerangan yang terjadi pada orang-orang itu?” Ummu Salamah menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka telah mengalami tekanan seperti yang engkau saksikan sendiri. Maka jangan sekali-kali engkau berbicara dengan seseorang pun dari mereka, tetapi bangkitlah engkau menuju ke hewan kurbanmu di tempatnya, lalu sembelihlah ia dan bercukurlah. Seandainya engkau lakukan hal itu, pastilah mereka akan mengikuti jejakmu.”

Demikianlah pula hadis yang diketengahkan oleh Imam Ahmad melalui jalur yang sama, dan hal yang sama telah diriwayatkan oleh Yunus ibnu Bukairdan Ziad Al-Bakka’i, dari Abu Ishaq dengan lafazyangsemisal.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo