Al-Insan, ayat 1-3

Al-Insan, ayat 1-3

هَلْ أَتَى عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا (1) إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا (2) إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا (3)

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.

Allah Swt. menceritakan keadaan manusia, bahwa Dia telah menciptakannya dan mengadakannya ke alam Wujud ini, padahal sebelumnya dia bukanlah merupakan sesuatu yang disebut-sebut karena terlalu hina dan sangat iemah. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

{هَلْ أَتَى عَلَى الإنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا}

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (Al-Insan: 1)

Kemudian dijelaskan oleh firman selanjutnya:

{إِنَّا خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ}

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur. (Al-Insan: 2)

Yakni yang bercampur baur. Al-masyju dan al-masyij artinya sesuatu yang sebagian darinya bercampur baur dengan sebagian yang lain.

Ibnu Abbas r.a. telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dari setetes mani yang bercampur. (Al-Insan: 2) Yaitu air mani laki-laki dan air mani perempuan apabila bertemu dan bercampur, kemudian tahap demi tahap berubah dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain dan dari suatu bentuk ke bentuk yang lain.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Mujahid, Al-Hasan, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas, bahwa al-amsyaj artinya bercampurnya air mani laki-laki dan air mani perempuan.

Firman Allah Swt:

{نَبْتَلِيهِ}

yang Kami hendak mengujinya. (Al-Insan: 2)

Maksudnya, Kami hendak mencobanya. Semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (Al-Mulk: 2)

Adapun firman Allah Swt.:

{فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا}

karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Al-Insan: 2)

Yakni Kami menjadikan untuknya pendengaran dan penglihatan sebagai sarana baginya untuk melakukan ketaatan atau kedurhakaan.

Firman Allah Swt.:

{إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ}

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus. (Al-Insan: 3)

Yaitu Kami terangkan kepadanya, dan Kami jelaskan kepadanya dan Kami jadikan dia dapat melihatnya. Semakna dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْناهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمى عَلَى الْهُدى

Dan adapun kaum Samud, maka mereka telah Kami beri petunjuk, tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk itu. (Fushshilat: 17)

Dan firman-Nya:

وَهَدَيْناهُ النَّجْدَيْنِ

Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan. (Al-Balad: 10)

Yakni Kami terangkan kepadanya jalan kebaikan dan jalan keburukan. Ini menurut pendapat Ikrimah, Atiyyah, Ibnu Zaid, dan Mujahid menurut riwayat yang terkenal darinya dan Jumhur ulama.

Dan menurut riwayat yang bersumber dari Mujahid, AbuSaleh, Ad-Dahhak,.dan As-Saddi, mereka mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus. (Al-Insan: 3) Yaitu keluarnya manusia dari rahim. Tetapi pendapat ini garib (aneh), dan menurut pendapat yang terkenal adalah yang pertama tadi.

Firman Allah Swt:

{إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا}

ada yang bersyukur dan adapula yang kafir. (Al-Insan: 3)

Kedua lafaz ini di-nasab-kan sebagai keterangan keadaan dari damir hu yang terdapat di dalam firman-Nya:

{إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ}

Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus. (Al-Insan: 3)

Bentuk lengkapnya ialah ‘maka dia dalam hal ini ada yang celaka dan ada yang berbahagia’, yakni celaka karena dia kafir dan bahagia karena dia bersyukur.

Hal yang semisal disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Malik Al-Asy’ari yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Semua orang akan pergi, maka apakah dia menjual dirinya yang berarti membinasakannya ataukah memerdekakannya?

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dan Ibnu Khaisam, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Nabi Saw. bersabda kepada Ka’b ibnu Ujrah: Semoga Allah melindungimu dari kekuasaan orang-orang yang kurang akalnya. Ka’b ibnu Ujrah bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan kekuasaan orang-orang yang kurang akalnya?” Rasulullah Saw. menjawab: (Yaitu) para penguasa yang berada sesudahku, mereka tidak memakai petunjuk dengan petunjukku, dan tidak memakai tuntunan dengan tuntunanku. Maka barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka dan membantu perbuatan aniaya mereka, orang tersebut bukan termasuk golonganku, dan aku bukan termasuk golongan mereka, dan mereka tidak akan dapat mendatangi telagaku. Dan barang siapa yang tidak membenarkan kedustaan mereka dan tidak membantu perbuatan aniaya mereka, maka dia termasuk golonganku dan aku termasuk golongannya, dan mereka akan mendatangi telagaku. Hai Ka’b ibnu Ujrah, puasa adalah benteng, sedangkan sedekah dapat menghapuskan kesalahan (dosa), dan salat adalah amal pendekatan diri —atau bukti—. Hai Ka’b ibnu Ujrah, sesungguhnya tidak dapat masuk surga daging yang ditumbuhkan dari makanan yang haram, dan nerakalah yang lebih layak baginya. Hai Ka’b, manusia itu ada dua macam; maka ada yang membeli dirinya yang berarti memerdekakannya, dan ada yang menjual dirinya yang berarti membinasakannya.

Affan telah meriwayatkan hadis ini dari Wahib, dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam dengan sanad yang sama.

Dalam surat Ar-Rum telah disebutkan pada tafsir firman-Nya:

{فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا}

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. (Ar-Rum: 30)

melalui riwayat Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah hingga lisannya dapat berbicara; adakalanya dia bersyukur dan adakalanya dia pengingkar.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja’far, dari Usman ibnu Muhammad, dari Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a.,’ dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tiada seorang pun yang keluar melainkan pada pintu rumahnya ada dua bendera; satu bendera di tangan malaikat dan satu bendera lainnya di tangan setan. Maka jika dia keluar untuk mengerjakan hal yang disukai oleh Allah, ia diikuti oleh malaikat dengan benderanya, dan ia terus-menerus berada di bawah bendera malaikat sampai pulang ke rumahnya. Dan jika ia keluar untuk melakukan hal yang dimurkai oleh Allah, setanlah yang mengikutinya dengan benderanya, dan ia terus-menerus berada di bawah bendera setan sampai pulang ke rumahnya.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo