Al-Isra’, ayat 1

Al-Isra’, ayat 1

{سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ (1) }

Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda, (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Allah Swt. memulai surat ini dengan mengagungkan diri-Nya dan meng­gambarkan kebesaran peran-Nya, karena kekuasaan-Nya melampaui segala sesuatu yang tidak mampu dilakukan oleh seorang pun selain Dia sendiri. Maka tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.

{الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ}

yang telah memperjalankan hamba-Nya. (Al-Isra: l)

Yaitu Nabi Muhammad Saw.

{لَيْلا}

pada suatu malam. (Al-Isra: l)

Maksudnya, di dalam kegelapan malam hari.

{مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ}

dari Masjidil Haram. (Al-Isra: l)

Yang tempatnya berada di Mekah

{إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى}

ke Masjidil Aqsa. (Al-Isra: 1)

Yakni Baitul Muqaddas yang terletak di Elia (Yerussalem), tempat asal para Nabi (terdahulu) sejak Nabi Ibrahim a.s. Karena itulah semua nabi dikumpulkan di Masjidil Aqsa pada malam itu, lalu Nabi Saw. mengimami mereka di tempat mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw. adalah imam terbesar dan pemimpin yang didahulukan. Semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepada mereka semuanya.

*******************

Firman Allah Swt:

{الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ}

yang telah Kami berkahi sekelilingnya. (Al-Isra: 1)

Yakni tanam-tanamannya dan hasil buah-buahannya.

{لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا}

agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. (Al-Isra: 1)

Maksudnya, Kami perlihatkan kepada Muhammad sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang besar-besar.

Dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya:

{لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى}

Sesungguhnya Dia telah melihat sebagian tanda-tanda (ke­kuasaan) Tuhannya yang paling besar. (An-Najm: 18)

Kami akan mengetengahkan hadis-hadis yang menceritakan peristiwa Isra ini yang bersumber dari Nabi Saw.

Firman Allah Swt:

{إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ}

Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Menge­tahui. (Al-Isra: l)

Allah Maha Mendengar semua ucapan hamba-hamba-Nya, yang mukmin maupun yang kafir yang membenarkan maupun yang mendustakan di antara mereka. Dan Dia Maha Melihat semua perbuatan mereka: Maka kelak Dia akan memberikan kepada masing-masing dari mereka balasan yang berhak mereka terima di dunia dan di akhirat.

HADIS-HADIS TENTANG ISRA

Riwayat sahabat Anas ibnu Malik r.a.

Imam Abu Abdullah Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada­ku Abdul Aziz ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sulaiman (yakni Ibnu Bilal), dari Syarik ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar sahabat Anas ibnu Malik menceritakan malam hari yang ketika itu Rasulullah Saw. mengalami Isra dari Masjid Ka’bah (Masjidil Haram). Disebutkan bahwa ada tiga orang datang kepadanya sebelum ia menerima wahyu, saat itu ia (Nabi Saw.) sedang tidur di Masjidil Haram. Orang pertama dari ketiga orang itu berkata, “Yang manakah dia itu?” Orang yang pertengahan menjawab, “Orang yang paling pertengahan dari mereka. Dialah orang yang paling baik.” Orang yang terakhir berkata, “Ambillah yang paling baik dari mereka.” Hanya itulah yang terjadi malam tersebut. Nabi Saw. tidak melihat mereka, hingga mereka datang kepadanya di malam lainnya menurut penglihatan hatinya; sedangkan matanya terti­dur, tetapi hatinya tidak tidur. Demikianlah halnya para nabi, mata mereka tidur, tetapi hati mereka tidak tidur. Mereka tidak mengajak beliau bicara, melainkan langsung memba­wanya, lalu membaringkannya di dekat sumur zamzam, yang selanjutnya urusannya ditangani oleh Malaikat Jibril yang ada bersama mereka. Ke­mudian Jibril membelah bagian antara tenggorokan sampai bagian ulu hatinya, lalu ia mencuci isi dada dan perutnya dengan memakai air zam­zam. Ia lakukan hal ini dengan tangannya sendiri sehingga bersihlah bagian dari tubuh Nabi Saw. Kemudian Jibril membawa sebuah piala emas yang di dalamnya terdapat sebuah wadah kecil terbuat dari emas, wadah itu berisikan iman dan hikmah. Lalu Jibril menyisihkannya ke dalam dada dan kerongkongan­nya serta menutupkan bedahannya. Setelah itu Jibril membawanya naik ke langit pertama. Jibril mengetuk salah satu pintu langit pertama, maka malaikat penghuni langit pertama bertanya, “Siapakah orang ini?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Mereka bertanya, “Siapakah yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Orang yang bersamaku adalah Muhammad.” Mereka bertanya, “Apakah ia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab “Ya.” Mereka berkata, “Selamat datang untuknya.” Semua penduduk langit pertama menyambut gembira kedatangannya. Para penduduk langit tidak menge­tahui apa yang diinginkan oleh Allah di bumi hingga Allah sendiri yang memberitahukan kepada mereka. Nabi Saw. bersua dengan Adam di langit yang pertama, dan Malaikat Jibril berkata kepadanya, “Ini adalah bapakmu Adam.” Maka Nabi Saw. mengucapkan salam kepada Adam, dan Adam menjawab salamnya seraya berkata, “Selamat datang, wahai anakku, sebaik-baik anak adalah engkau.” Di langit pertama itu Nabi Saw. tiba-tiba melihat ada dua buah sungai yang mengalir. Maka ia bertanya, “Hai Jibril, apakah nama kedua sungai ini?” jibril menjawab, “Kedua sungai ini adalah Nil dan Eufrat, yakni sumber keduanya.” Jibril membawanya pergi ke sekitar langit itu. Tiba-tiba Nabi Saw. melihat sungai lain. Yang di atasnya terdapat sebuah gedung dari mutiara dan zabarjad. Maka Nabi Saw. menyentuhkan tangannya ke sungai itu, ternyata baunya sangat wangi seperti minyak kesturi. Lalu ia bertanya, “Hai Jibril, sungai apakah ini?” Jibril menjawab, “Ini adalah Sungai Kausar yang disimpan oleh Tuhanmu buat kamu.” Jibril membawanya naik ke langit yang kedua, maka para malaikat (penjaga langit kedua) mengatakan kepadanya pertanyaan yang sama seperti pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit pertama, “Siapa­kah orang ini?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Mereka bertanya, “Siapa­kah yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Mereka berta­nya, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Mereka berkata, “Selamat atas kedatangannya.” Kemudian Jibril membawanya naik ke langit yang ketiga, dan para penjaganya mengatakan kepadanya pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh malaikat penjaga langit yang kedua. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keempat. Para penjaga­nya pun melontarkan pertanyaan yang sama seperti pertanyaan sebelum­nya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang kelima, dan para penjaganya melontarkan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan para malaikat penjaga langit yang sebelumnya. Jibril membawanya lagi naik ke langit yang keenam. Para penjaga­nya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan para malaikat sebelum­nya. Kemudian Jibril membawanya lagi ke langit yang ketujuh, dan para penjaganya mengajukan pertanyaan yang semisal dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh penjaga langit sebelumnya. Pada tiap-tiap lapis langit terdapat nabi-nabi yang nama masing-masingnya disebutkan oleh Jibril. Perawi hadis berkata bahwa ia ingat nama-nama mereka, antara lain: Nabi Idris di langit yang kedua, Nabi Harun di langit yang keempat, dan nabi lainnya di langit yang kelima; pe­rawi tidak ingat lagi namanya. Nabi Ibrahim di langit yang keenam, dan Nabi Musa di langit yang ketujuh berkat keutamaan yang dimilikinya, yaitu pernah diajak berbicara langsung oleh Allah Swt. Musa berkata “Wahai Tuhanku, saya tidak menduga bahwa Engkau akan mengangkat seseorang lebih tinggi di atasku.” Kemudian Jibril membawanya naik di atas itu sampai ke tingkatan yang tiada seorang pun mengetahuinya kecuali hanya Allah Swt., hingga sampailah Nabi Saw. di Sidratul Muntaha dan berada dekat dengan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung. Maka ia makin bertambah dekat, sehingga jadilah ia (Nabi Saw.) dekat dengan-Nya. Sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi. Maka Allah memberikan wahyu kepadanya, antara lain ialah, “Aku wajibkan lima puluh kali salat setiap siang dan malam hari atas umatmu.” Kemudian Jibril membawanya turun sampai ke tempat Musa berada, lalu Musa menahannya dan berkata, “Hai Muhammad, apakah yang te­lah diperintahkan oleh Tuhanmu untukmu?” Nabi Saw. menjawab, “Tuhan­ku telah memerintahkan kepadaku salat lima puluh kali setiap siang dan malam hari.” Musa berkata, “Sesungguhnya umatku tidak akan mampu mengerja­kannya, sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah ke­ringanan dari-Nya buatmu dan buat umatmu.” Nabi Saw. menoleh kepada Jibril, seakan-akan beliau meminta saran darinya mengenai hal tersebut. Dan Jibril menjawab, “Baiklah jika kamu menghendakinya.” Maka Jibril membawanya lagi naik kepada Tuhan Yang Mahaperka-sa lagi Mahasuci, lalu Nabi Saw. memohon kepada Allah Swt. yang ber­ada di tempat-Nya, “Wahai Tuhanku berikanlah keringanan buat kami, karena sesungguhnya umatku tidak akan mampu memikulnya.” Maka Allah memberikan keringanan sepuluh salat kepadanya. Nabi Saw. kembali kepada Musa dan Musa menahannya. Maka Musa terus menerus membolak-balikannya dari dia ke Tuhannya, hingga jadilah salat lima waktu. Setelah ditetapkan salat lima waktu, Musa menahannya kembali dan berkata, “Hai Muhammad, demi Allah, sesungguhnya aku telah mem­bujuk Bani Israil:—umatku— untuk mengerjakan yang lebih sedikit dari lima waktu, tetapi mereka kelelahan, akhirnya mereka meninggalkannya. Umatmu lebih lemah, tubuh, hati, badan, penglihatan, dan pendengaran­nya; maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintakanlah keringanan kepada-Nya buatmu.” Setiap kali mendapat saran dari Nabi Musa, Nabi Saw. selalu meno­leh kepada Jibril untuk meminta pendapatnya, dan Malaikat Jibril dengan senang hati menerimanya, akhirnya pada kali yang kelima Jibril membawanya naik dan ia berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya umatku adalah orang-orang yang lemah, tubuh, hati, pendengaran, penglihatan, dan jasad mereka, maka berilah keringanan lagi buat kami.” Maka Tuhan Yang Mahaperkasa, Mahasuci, lagi Mahatinggi berfir­man, “Hai Muhammad.”Nabi Saw. menjawab, “Labbaikawasa’daika (saya penuhi seruan-Mu dengan penuh kebahagiaan).” Allah berfirman, “Sesungguhnya keputusan yang ada pada-Ku ini tidak dapat diubah lagi, persis seperti apa yang telah Aku tetapkan atas dirimu di dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuz). Maka setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan. Dan kewajiban salat itu telah tercatat lima puluh kali di dalam Ummul Kitab, sedangkan bagimu tetap lima kali.” Nabi Saw. kembali kepada Musa dan Musa berkata “Apakah yang telah engkau lakukan?” Nabi Saw. menjawab, “Allah telah memberikan keringanan bagi kami, Dia telah memberikan kepada kami setiap amal kebaikan berpahala sepuluh kali lipat kebaikan yang semisal.” Musa berkata, “Sesungguhnya, demi Allah, saya telah membujuk Bani Israil untuk mengerjakan yang lebih ringan dari itu, tetapi mereka meninggalkannya. Maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah ke­ringanan buat dirimu juga.” Rasulullah Saw. bersabda, “Hai Musa, sesungguhnya —demi Allah— saya malu kepada Tuhanku, karena terlalu sering bolak-balik kepada-Nya.” Musa berkata, “Kalau begitu, turunlah engkau dengan menyebut nama Allah.” Perawi melanjutkan kisahnya, “Lalu Nabi Saw. terbangun, dan dia berada di Masjidil Haram.”

Demikianlah menurut lafaz yang diketengah­kan oleh Imam Bukhari di dalam Kitabut Tauhid, bagian dari kitab sahih­nya.

Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Sifatun Nabi Saw., dari Ismail ibnu Abu Uwais, dari saudaranya (yaitu Abu Bakar Abdul Hamid), dari Sulaiman ibnu Bilal.

Imam Muslim meriwayatkannya dari Harun ibnu Sa’id dari Ibnu Wahb dari Sulaiman, yang di dalam riwayatnya Sulaiman memberikan tambahan, ada pula yang dikuranginya, serta ada yang didahulukan dan yang dibelakangkan. Pada kenyataannya memang seperti apa yang di­katakan oleh Imam Muslim, karena sesungguhnya Syarik ibnu Abdullah ibnu Abu Namir kacau dalam hadis ini dan hafalannya buruk, ia tidak dapat menyusunnya dengan baik; seperti yang akan dijelaskan kemudian dalam hadis-hadis lain, insya Allah.

Di antara perawi ada yang menganggap peristiwa ini terjadi di saat Nabi Saw. sedang tidur, karena menyelaraskannya dengan apa yang terjadi sesudah itu.

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan di dalam hadis syarik adanya suatu tambahan yang hanya ada pada riwayatnya, sesuai dengan pendapat orang yang menduga bahwa Nabi Saw. melihat Allah Swt. da­lam peristiwa ini. Yang dimaksudkan ialah apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya,

“ثُمَّ دَنَا الْجَبَّارُ رَبُّ الْعِزَّةِ فَتَدَلَّى، فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى”

“Kemudian Dia mendekat,” yakni Tuhan Yang Mahaperkasa mendekat kepadanya (Nabi Saw.), “lalu bertambah mendekat lagi, maka jadilah Dia dekat kepadanya (Muhammad Saw.) sejarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi.”

Selanjutnya Imam Baihaqi mengatakan bahwa pendapat Aisyah dan Ibnu Mas’ud serta Abu Hurairah yang menakwilkan ayat-ayat ini —bahwa Nabi Saw. meli­hat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya— merupakan pendapat yang paling sahih.

Pendapat yang dikatakan oleh Imam Baihaqi dalam masalah ini adalah pendapat yang benar, karena sesungguhnya Abu Zar r.a. pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah engkau melihat Tuhanmu?” Rasulullah Saw. menjawab:

Nur, mana mungkin aku dapat melihatnya. Menurut riwayat yang lain disebutkan: Saya hanya melihat nur (cahaya). (Diketengahkan oleh Imam Muslim)

Firman Allah Swt.:

{ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى}

Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi. (An-Najm: 8)

Sesungguhnya yang dimaksudkan hanyalah Malaikat Jibril a.s., seperti yang ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui Siti Aisyah Ummul Muminin dan Ibnu Mas’ud.

Demikian pula yang ditetapkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah. Tiada seorang pun di antara para sahabat yang menentang penafsiran ayat dengan takwil seperti ini.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, te­lah menceritakan kepada kami Sabit Al-Bannani, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda seperti berikut: Didatangkan kepadaku Buraq, yaitu seekor hewan yang berwarna putih; tubuhnya lebih tinggi dari keledai, tetapi lebih rendah dari begal. Ia meletakkan kedua kaki depannya di ufuk batas jangkauan penglihatannya. Aku menaikinya dan Jibril membawaku berjalan hingga sampailah aku di Baitul Muqaddas. Lalu aku menambatkan hewan itu di lingkaran tempat para nabi biasa menambatkan hewan tunggangannya. Aku mema­suki masjid dan melakukan salat dua rakaat di dalamnya, sesudah itu aku keluar. Jibril menyuguhkan kepadaku sebuah wadah berisikan khamr dan sebuah wadah lagi berisikan susu. Maka aku memilih wadah yang berisi­kan air susu, dan Jibril berkata, “Engkau memperoleh fitrah.” Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang terdekat, lalu Jibril mengetuk pintunya, dan dikatakan kepadanya, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Jibril.” Dikatakan lagi, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menjawab “Muhammad.” Dikatakan lagi, “Apakah ia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya.” Maka dibukakanlah bagi kami (pintu langit terdekat), tiba-tiba aku bersua dengan Adam, dan Adam menyambut kedatanganku serta berdoa kebaikan untukku. Setelah itu Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, ia mengetuk pintunya. Maka dikatakan kepadanya, “Siapakah kamu?” Jibril menja­wab, “Saya Jibril.” Dikatakan kepadanya, “Siapakah yang bersamamu itu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Dikatakan lagi “Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Dia telah di­utus untuk menghadap kepada-Nya.” Maka dibukalah pintu langit yang kedua bagi kami, tiba-tiba saya bersua dengan dua orang nabi anak bibiku yaitu Yahya dan Isa, maka keduanya menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku. Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, lalu Jibril mengetuknya maka dikatakan kepadanya, “Siapakah kamu?” Jibril men­jawab, “Saya Jibril.” Dikatakan kepadanya, “Siapakah orang yang ber­samamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Dikatakan lagi, “Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya.” Maka dibukalah pintu langit yang ketiga untuk kami, tiba-tiba saya bersua dengan Yusuf a.s., dan ternyata dia telah dianugerahi separo dari ketampanan. Yusuf a.s. menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku. Jibril membawaku lagi naik ke langit yang keempat, dan ia mengetuk pintunya. Maka dikatakan, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan lagi, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menja­wab, “Muhammad.” Dikatakan lagi, “Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya.” Maka dibukakanlah pintu langit yang keempat bagi kami. Tiba-tiba saya bersua dengan Nabi Idris. Lalu Nabi Idris menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku. Kemudian Allah Swt. berfirman: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang kelima. Jibril mengetuk pintunya, lalu dikatakan, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan, “Dan siapakah orang yang bersamamu itu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Dikatakan lagi, “Apakah dia telah diutus untuk mengha­dap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya.” Maka dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami, tiba-tiba saya bersua dengan Harun a.s. Harun menyambut kedatanganku, lalu mendoakan kebaikan buatku. Jibril membawaku naik ke langit yang keenam. Ia mengetuk pintunya, lalu dikatakan kepadanya, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan, “Dan siapakah orang yang bersamamu itu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Dikatakan pula, “Apakah dia telah diutus un­tuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya.” Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam bagi kami, tiba-tiba saya bersua dengan Musa a.s. Lalu Musa menyambut kedatanganku dan mendoakan kebaikan buatku. Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, dan Jibril mengetuk pintunya, maka dikatakan, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril men­jawab, “Muhammad.” Dikatakan lagi, “Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya.” Maka dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami. Tiba-tiba saya bersua dengan Nabi Ibrahim a.s. yang ternyata sedang bersandar di Baitul Ma’mur. Dan tiba-tiba saya melihat Baitul Ma’mur dimasuki setiap harinya oleh tujuh puluh ribu malaikat, lalu mereka tidak kembali lagi kepadanya. Selanjutnya Jibril membawaku ke Sidratul Muntaha, tiba-tiba saya jumpai Sidratul Muntaha itu daun-daunnya seperti daun telinga gajah be­sarnya, dan buah-buahannya seperti gentong besarnya. Tatkala Sidratul Muntaha itu dipengaruhi oleh perintah Allah yang mencakup kesemuanya, maka berubahlah bentuknya. Pada saat itu tiada seorang pun dari makhluk Allah Swt. yang mampu menggambarkan keindahannya. Allah menurunkan wahyu-Nya kepadaku, dan Dia memfardukan atas diriku salat lima puluh kali setiap siang dan malam hari. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada. Musa bertanya, “Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu atas umatmu?” Saya menjawab, “Lima puluh salat setiap siang dan malam hari.” Musa berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringan­an kepada-Nya buat umatmu. Karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melakukannya. Sesungguhnya aku pernah mencoba Bani Israil dan menguji mereka.” Maka saya kembali kepada Tuhanku dan berkata, “Wahai Tuhanku, berikanlah keringanan buat umatku.” Maka Dia meringankan lima salat buatku. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada, dan Musa bertanya, “Apakah yang telah engkau lakukan?” Saya menjawab, “Allah telah memberikan keringanan lima kali salat buatku.” Musa berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu melaku­kannya. Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah lagi keringanan kepada-Nya buat umatmu.” Saya terus menerus bolak balik antara Musa dan Tuhanku, dan Tuhanku memberikan keringanan kepadaku lima kali salat setiap saya menghadap. Akhirnya Allah berfirman, “Hai Muhammad, semuanya lima kali salat setiap siang dan malam hari. Setiap kali salat berpahala sepuluh kali lipat, maka semuanya genap menjadi lima puluh kali salat. Barang siapa yang berniat melakukan suatu kebaikan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala satu kebaikan; dan jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan baginya pahala sepuluh kebaikan. Barang siapa yang berniat akan mengerjakan suatu keburukan, lalu dia tidak mengerjakannya, maka amal keburukan itu tidak dicatat. Dan jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan satu amal keburukan.” Maka saya turun hingga sampai ke tempat Musa berada dan saya ceritakan kepadanya segala sesuatunya. Maka Musa berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya buat umatmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya saya telah bolak-balik kepada Tuhanku sehingga aku merasa malu (kepada-Nya).”

Imam Muslim meriwayatkannya dari Syaiban ibnu Farrukh, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz ini. Lafaz hadis ini lebih sahih dari­pada lafaz yang diriwayatkan oleh Syarik tadi.

Imam Baihaqi mengatakan bahwa di dalam hadis ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa Mi’raj dilakukan pada malam Nabi Saw. di-Isra-kan dari Mekah ke Baitul Muqaddas.

Apa yang dikatakan oleh Imam Baihaqi ini adalah benar dan tidak diragukan lagi kebenarannya.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qatadah, dari Anas, bahwa didatangkan kepada Nabi Saw. hewan Buraq di malam beliau melakukan Isra. Buraq itu telah diberi pelana dan tali kendali untuk dinaiki Nabi Saw., tetapi Buraq sulit untuk dinaiki. Maka Jibril berkata kepadanya, “Apakah yang mendorongmu bersikap demikian? Demi Allah, tiada seorang pun yang menaikimu lebih dimuliakan oleh Allah Swt. daripada orang ini.” Setelah itu Buraq mengucurkan keringatnya.

Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Ishaq ibnu Mansur, dari Abdur Razzaq; dan imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib kami tidak mengenal hadis ini kecuali melalui jalurnya (Ishaq ibnu Mansur).

Imam Ahmad mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepadaku Rasyid ibnu Sa’id dan Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda mengemukakan hadis berikut, yaitu: Ketika saya dinaikkan menghadap kepada Tuhanku, saya bersua dengan suatu kaum yang memiliki kuku tembaga, mereka mencakari muka dan dada mereka dengan kuku tembaga itu. Maka saya bertanya, “Hai Jibril, siapakah mereka itu? ” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang suka memakan daging manusia (mengumpat orang lain) dan mempergunjingkan kehormatan mereka.”

Imam Abu Daud mengetengahkannya melalui hadis Safwan ibnu Amr dengan sanad yang sama; juga dari jalur yang lain, tetapi tidak disebutkan nama Anas.

Imam Abu Daud mengatakan pula, menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sulaiman At-Taimi, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Di malam aku menjalani Isra bersua dengan Musa a. s. sedang berdiri mengerjakan salat di dalam kuburnya.

Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadis Hammad ibnu Salamah, dari Sulaiman Ibnu Tarkhan At-Taimi dan Sabit Al-Bannani, keduanya menerima hadis ini dari Anas. Menurut An-Nasa-i, riwayat ini lebih sahih daripada riwayat yang menyebutkan dari Sulaiman dari Sabit dari Anas.

Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya menga­takan, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Baqiyyah, telah men­ceritakan kepada kami Khalid, dari At-Taimi, dari Anas yang mengatakan, “Salah seorang sahabat Nabi Saw. telah menceritakan kepadaku bahwa ketika beliau Saw. melakukan Isra, beliau bersua dengan Musa sedang melakukan salat di dalam kuburnya.”

Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Ur’urah telah menceritakan kepada kami Mu’tamir, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia telah mendengar sahabat Anas mengatakan, “Ketika Nabi Saw. menjalani Isra-nya, beliau bersua dengan Musa sedang mengerjakan salat di dalam kuburnya.” Anas mengatakan Nabi Saw. menceritakan bahwa ia mengendarai Buraq, lalu ia menambat­kan hewan itu, atau kuda itu. Abu Bakar bertanya, “Gambarkanlah kepadaku Buraq itu.” Rasulullah Saw. bersabda, “Buraq bentuknya seperti anu dan anu.” Maka Abu Bakar berkata, “Saya bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Dan Abu Bakar r.a. pernah melihatnya.

Al-Hafiz Abu Bakar Ahmad ibnu Amr Al-Bazzar mengatakan dalam kitab Musnad-nya, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Ubaid, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika aku sedang tidur, tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril a.s. lalu Jibril menotok bagian antara kedua tulang belikatku, maka aku bangkit menuju ke sebuah pohon yang padanya terdapat seperti dua buah sarang burung. Maka Jibril duduk pada salah satunya, dan aku duduk di sisi yang lainnya. Maka pohon itu meninggi ke langit sehingga menutupi cakrawala ti­mur dan barat, sedangkan aku membolak-balikkan pandangan mataku. Seandainya aku sentuh langit itu, niscaya aku dapat menyentuhnya. Dan aku menoleh ke arah Malaikat Jibril yang saat itu seperti pelana yang terhampar (karena pingsan), maka aku mengetahui akan keutamaannya yang lebih dariku menge­nai Allah. Lalu dibukakan untukku sebuah pintu langit, maka aku melihat cahaya yang Mahabesar. Dan tiba-tiba di balik hijab terdapat bantal-bantal dari permata dan yagut. Lalu Allah menurunkan wahyu-Nya kepadaku menurut apa yang Dia ke­hendaki untuk mewahyukannya (kepadaku).

Selanjutnya Al-Bazzar mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada sese­orang meriwayatkan hadis ini kecuali hanya Anas. Dan kami tidak menge­tahui ada seseorang meriwayatkannya dari Abu Imran Al-Juni kecuali Al-Haris ibnu Ubaid, dia adalah seorang yang terkenal di kalangan ulama penduduk Basrah.”

Al-Hafiz Imam Baihaqi meriwayatkannya di dalam kitab Dalail-nya, dari Abu Bakar Al-Qadi, dari Abu Ja’far Muhammad ibnu Ali ibnu Dahim, dari Muhammad ibnul Husain ibnu Abul Husain, dari Sa’id ibnu Mansur, lalu ia menceritakan hadis ini berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal. Lalu ia mengatakan bahwa selainnya mengatakan dalam hadis ini —yakni di bagian akhirnya— bahwa Malaikat Jibril terkapar di bawahku, atau di bawah hijab terdapat bantal-bantal permata dan yaqut. Kemudian Imam Baihaqi mengatakan bahwa demikian pula menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Haris ibnu Ubaid. Hammad ibnu Salamah meriwayatkannya dari Abu Imrari Al-Juni, dari Muhammad ibnu Umair ibnu Utarid bahwa Nabi Saw, berada di tengah sekumpulan sahabatnya. Tiba-tiba Malaikat Jibril datang kepadanya lalu menotok punggungnya, dan membawanya ke sebuah pohon yang padanya terdapat sesuatu semi­sal dengan dua buah sarang burung. Lalu Nabi Saw. didudukkan pada salah satunya, sedangkan Malaikat Jibril duduk di sisi yang lainnya. Lalu pohon itu tumbuh meninggi membawa kami, hingga mencapai cakrawala langit. Seandainya saya julurkan kedua tanganku ke langit, tentulah saya dapat menyentuhnya.

Lalu dijulurkan sebuah tangga dan turunlah Nur (cahaya) kepadaku, maka Malaikat Jibril jatuh pingsan dan tak sadarkan diri, lemas seakan-akan seperti pelana. Maka saya mengetahui keutamaan rasa takutnya kepada Allah yang melebihi ketakutanku kepada-Nya. Maka Allah me­wahyukan kepadaku, “Hai nabi malaikat atau nabi manusia!”, dan juga kepada surga, “Apakah keinginanmu?” Maka Jibril yang dalam keadaan terbaring mengisyaratkan kepadaku supaya aku berendah diri, dan saya menjawab, “Bukan, bahwa saya adalah seorang nabi manusia biasa.”

Menurut kami, jika hadis ini sahih, maka pengertiannya menunjukkan bahwa peristiwa ini terjadi bukan pada malam Isra. Karena sesungguhnya di dalamnya tidak disebutkan Baitul Muqaddas, tidak pula naik ke langit, sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa ini terjadi di luar apa yang sedang kita bicarakan.

Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Abu Bahr, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Qatadah, dari Anas, bahwaNabi Muhammad pernah melihat Tuhannya. Hadis ini berpredikat garib.

Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdullah Ibnu Wahb, telah men­ceritakan kepada kami Ya’qub ibnu Abdur Rahman Az-Zuhri. dari ayah­nya, dari Abdur Rahman ibnu Hasyim ibnu Atabah ibnti Abu Waqqas, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ketika Malaikat Jibril da­tang kepada Rasulullah Saw. dengan membawa Buraq, maka Buraq se­akan-akan menggerak-gerakkan ekornya. Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, “Diamlah, hai Buraq. Demi Allah, tiada seorang pun yang menaikimu semisal dengan dia!” Rasulullah Saw. berangkat dengan mengendarai Buraq, tiba-tiba be­liau bersua dengan nenek-nenek di sisi jalan (yang dilaluinya), maka Nabi Saw. bertanya, “Siapakah nenek-nenek ini, hai Jibril?” Jibril berkata, “Hai Muhammad, lanjutkanlah perjalananmu.” Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya menurut apa yang dikehendaki oleh Allah, dan tiba-tiba ada sesuatu yang memanggilnya seraya menjauh dari jalan. Suara itu berseru, “Kemarilah Muhammad.” Maka Jibril berka­ta kepada Nabi Saw., “Hai Muhammad, lanjutkanlah perjalananmu!” Maka Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya seperti apa yang dikehendaki oleh Allah Swt. Maka Nabi Saw. bersua dengan banyak orang dari kalangan makhluk Allah. Mereka mengucapkan, “Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada­mu, hai orang yang pertama; semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada­mu, hai orang yang terakhir; semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu, hai orang yang menghimpunkan (manusia).” Lalu Malaikat Jibril berkata kepadanya, “Hai Muhammad, jawablah salam itu.” Maka Nabi Saw. menjawab salam mereka. Kemudian Nabi Saw. bersua dengan sejumlah orang untuk yang kedua kalinya, dan mereka mengatakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan oleh golongan yang pertama. Demikianlah pula ketika bersua dengan golongan yang ketiga, hingga sampai di Baitul Maqdis. Kemudian ditawarkan kepada Nabi Saw. arak, air, dan susu, maka Rasulullah Saw. mengambil air susu (dan meminumnya). Dan Malaikat Jibril berkata kepadanya, “Engkau telah memilih fitrah. Seandainya kamu memilih air, niscaya kamu tenggelam dan umatmu akan tenggelam pula. Dan seandainya kamu memilih arak (khamr), tentulah kamu sesat dan sesat pula umatmu.” Kemudian dibangkitkanlah untuk Nabi Saw. Nabi Adam dan nabi-nabi lain yang sesudahnya, maka Rasulullah Saw. menjadi imam mereka di malam itu. Setelah itu Jibril berkata kepada Nabi Saw., “Adapun nenek-nenek tadi yang kamu lihat ada di pinggir jalan, maka tiada yang tersisa dari usia dunia ini selain usia yang tersisa dari si nenek-nenek itu. Sedangkan orang yang memanggilmu agar kamu mendekat kepadanya, dia adalah musuh Allah iblis, dia bermaksud agar kamu cenderung kepadanya. Adapun orang-orang yang mengucapkan salam kepadamu, mereka adalah Ibrahim dan Musa a.s.”

Demikian’pula riwayat Al-Hafiz Imam Baihaqi di dalam kitab Dala-ilun Nubuwwah-nya melalui hadis Ibnu Wahb, tetapi pada sebagian la­faznya terdapat hal-hal yang berpredikat munkar dan garib.

Jalur yang lain diriwayatkan melalui Anas ibnu Malik, tetapi di dalam­nya terdapat hal yang garib dan munkar sekali. Riwayat ini pada Imam Nasai terdapat di dalam kitab Al-Mujtaba, tetapi saya tidak menjumpainya dalam kitab Al-Kabir.

Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepa­da kami Amr ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Makhlad (yaitu Ibnu Husain), dari Sa’id ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepa­da kami Yazid ibnu Abu Malik, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda menceritakan hadis berikut: Didatangkan kepada saya seekor hewan yang tingginya di atas keledai, di bawah begal; langkahnya sampai sejauh matanya memandang. Maka saya kendarai dengan ditemani oleh Malaikat Jibril a.s., lalu saya berangkat. Jibril berkata, “Turunlah dan salatlah!” Maka saya (turun dan) salat. Jibril berkata, “Tahukah kamu di manakah tadi kamu salat? Engkau salat di Taibah, tempat hijrahmu kemudian.” Kemudian Jibril berkata lagi, ‘Turunlah dan salatlah!” Maka saya salat. Jibril berkata, “Tahukah kamu di manakah kamu salat tadi? Kamu salat di Bukit Thur Sina, tempat Al lah mengajak bicara langsung kepada Musa.” Jibril berkata lagi, “Turunlah dan salatlah!” Maka saya turun dan mengerjakan salat, lalu Jibril berkata, “Tahukah kamu di manakah kamu salat tadi? Kamu Salat di Baitul Lahm, tempat Isa a.s. dilahirkan.” Kemudian saya masuk ke Baitul Maqdis, dan semua nabi dikumpul­kan bersamaku, lalu Malaikat Jibril a.s. memajukan diriku hingga aku menjadi imam mereka. Sesudah itu Jibril membawaku naik ke langit yang paling dekat, tiba-tiba saya bersua dengan Adam a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, tiba-tiba di dalamnya saya besua dengan kedua orang putra bibi, yaitu Isa dan Yahya a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, dan tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Yusuf a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Harun a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang kelima, tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Nabi Idris a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, tiba-tiba di dalamnya saya bersua dengan Musa a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, tiba-tiba saya bersua dengan Nabi Ibrahim a.s. Jibril membawaku naik ke atas langit yang ketujuh, hingga sampailah aku ke Sidratul Muntaha. Kemudian diriku ditutupi oleh awan, maka aku menyungkur bersujud, lalu dikatakan kepadaku, “Sesungguhnya Aku sejak hari Kuciptakan langit dan bumi telah memfardukan atas kamu dan umat­mu lima puluh kali salat, maka kerjakanlah olehmu dan umatmu!” Maka saya pulang dengan membawa perintah itu hingga sampai di tempat Musa a.s. Musa bertanya, “Apakah yang telah difardukan Tuhan­mu atas umatmu?” Saya menjawab, “Lima puluh salat.” Musa berkata, “Sesungguhnya engkau tidak akan mampu mengerjakannya, begitu pula umatmu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya.” Saya kembali menghadap kepada Tuhanku, dan Dia memberikan keringanan kepadaku sebanyak sepuluh kali salat. Kemudian saya datang kepada Musa, dan Musa memerintahkan kepadaku supaya kembali, maka saya kembali menghadap Tuhanku, dan Dia memberikan keringanan kepadaku sebanyak sepuluh kali salat. Kemudian fardu salat ditetapkan lima kali. Dan Musa berkata, “Kem­balilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya, karena se­sungguhnya Dia pernah memfardukan atas kaum Bani Israil dua kali sa­lat, dan ternyata mereka tidak mampu mengerjakannya.” Maka saya kembali kepada Tuhanku dan saya meminta keringanan lagi kepada-Nya, tetapi Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya sejak Aku menciptakan langit daabumi, Aku telah memfardukan salat lima waktu atas kamu dan umatmu. Salat lima waktu sama pahalanya dengan salat lima puluh waktu, maka kerjakanlah salat lima waktu itu olehmu dan umatmu.” Setelah itu saya (Nabi Saw.) mengetahui bahwa keputusan dari Allah Swt. yang menetapkan salat lima waktu itu merupakan suatu keharusan. Lalu saya kembali kepada Musa a.s., dan Musa berkata, “Kembalilah kamu.” Tetapi saya mengetahui bahwa salat lima waktu adalah suatu keharusan, maka saya tidak mau kembali meminta keringanan.

Jalur lain, Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, te­lah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Yazid ibnu Abu Malik, dari ayahnya dari Anas ibnu Malik r.a. yang menceritakan bahwa di malam Rasulullah Saw. menjalani Isra ke Baitul Maqdis, Malaikat Jibril datang kepadanya dengan membawa seekor hewan yang lebih besar dari keledai, tetapi lebih kecil dari begal, lalu Malaikat Jibril menaikkan Nabi Saw. ke atas hewan itu. Kedua kaki depan hewan itu melangkah sejauh pandangan matanya. Setelah sampai di Baitul Maqdis dan tiba di suatu tempat yang diberi nama Bab Muhammad (Pintu Muhammad), lalu menuju ke sebuah batu yang ada di tempat itu, maka Jibril menusuknya dengan jari telunjuknya hingga berlubang, dan hewan itu ditambatkan di tempat tersebut. Setelah itu Nabi Saw. menaiki tangga masjid. Ketika keduanya telah beradadi serambi masjid, Malaikat Jibril ber­kata, “Hai Muhammad, tidakkah engkau meminta kepada Tuhanmu agar Dia memperlihatkan kepadamu bidadari-bidadari yang bermata jelita?” Nabi Saw. menjawab, “Ya, saya akan memohon itu kepada-Nya.” Malaikat Jibril berkata, “Kalau begitu, berangkatlah dan temuilah wanita-wanita itu serta ucapkanlah salam kepada mereka.” Saat itu para bidadari sedang duduk-duduk di sebelah kiri Sakhrah. Maka saya datang menemui mereka serta mengucapkan salam kepada mereka, dan mereka membalas salamku. Lalu saya bertanya, “Siapakah kalian ini?” Mereka menjawab, “Kami adalah bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik, istri-istri kaum yang bertakwa, yang bersih dari noda-noda dosa; mereka bermukim (di dalam surga) dan tidak akan pergi (darinya), dan mereka hidup kekal dan tidak akan mati (selama-lamanya).” Kemudian saya pergi. Tidak lama kemudian saya melihat banyak orang telah berkumpul, lalu diserukanlah azan dan sesudahnya diserukan iqamah untuk salat. Maka kami berdiri dalam keadaan bersaf, menunggu orang yang akan mengimami kami. Ternyata Jibril a.s. memegang tangan­ku, lalu mengajukanku ke depan menjadi imam. Maka saya salat bersama mereka. Setelah selesai salat, Jibril bertanya kepadaku, “Hai Muhammad, tahukah kamu siapakah orang-orang yang salat di belakangmu tadi?” Nabi Saw. menjawab, “Tidak tahu.” Jibril berkata, “Orang-orang yang tadi salat di belakangmu adalah semua nabi yang diutus oleh Allah Swt.” Kemudian Jibril memegang tanganku dan membawaku naik ke langit. Setelah sampai di pintu langit, Jibril mengetuk pintunya, dan mereka (para malaikat penjaga langit) berkata, “Siapakah engkau?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Mereka bertanya, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Mereka bertanya, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Pintu langit dibukakan untuknya, dan mereka berkata, “Marhaban (selamat datang) untukmu dan untuk orang yang bersamamu.” Setelah Nabi Saw. berada di langit yang terdekat, tiba-tiba padanya terdapat Adam. Maka Jibril berkata kepadaku, “Hai Muhammad, tidak­ kali engkau bersalam kepada ayahmu, Adam?” Nabi Saw. menjawab, “Tentu saja saya mau bersalam kepadanya.” Maka saya datang kepada Adam dan mengucapkan salam kepadanya. Ia pun menjawab salamku dan berkata, “Selamat datang anakku yang saleh, Nabi yang saleh.” Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang kedua. Sesampainya di langit kedua itu Jibril meminta izin untuk masuk, maka para penjaganya berkata, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Jibril.” Mereka bertanya, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Mereka bertanya, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Maka dibukakanlah pintu langit yang kedua untuknya, dan mereka menyambutnya dengan ucapan, “Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu.” Tiba-tiba pada langit yang kedua terdapat Isa dan anak bibinya, yaitu Yahya a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang ketiga, lalu ia meminta izin untuk masuk. Mereka bertanya, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Jib­ril.” Mereka bertanya, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menja­wab, “Muhammad.” Mereka bertanya, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya” Jibril menjawab, “Ya.” Maka mereka membukakan pintu langit yang ketiga untuknya dan berkata, “Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu.” Dan tiba-tiba di langit yang ketiga terdapat Yusuf a.s: Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang keempat, lalu ia meminta izin untuk masuk. Para penjaganya bertanya, “Siapakah kamu?” Ia menjawab, “Saya Jibril.” Mereka bertanya, “Siapakah orang yang ber­samamu?” Ia menjawab, “Muhammad.” Mereka bertanya, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Maka mereka membukakan pintu langit yang keempat untuknya, lalu mengatakan, “Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu.” Tiba-tiba di langit yang keempat terdapat Nabi Idris a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang kelima, dan ia mengetuk pintu­nya, maka para penjaganya bertanya, “Siapakah kamu?” Ia menjawab, “Saya Jibril.” Mereka bertanya, “Siapakah orang yang bersamamu?” Ia menjawab, “Muhammad.” Mereka bertanya, “Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Lalu mereka membukakan pintu langit yang kelima untuknya, dan mereka mengatakan, “Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu.” Dan ternyata di langit yang kelima terdapat Nabi Harun a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia meminta izin untuk masuk, maka para penjaganya bertanya, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Mereka bertanya, “Siapakah orang yang ber­samamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Mereka bertanya, “Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Maka mereka membukakan pintu langit yang keenam untuknya dan mengatakan, “Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersama­mu.” Dan ternyata di langit yang keenam terdapat Nabi Musa a.s. Jibril membawaku naik ke langit yang ketujuh, lalu ia meminta izin untuk masuk. Maka para penjaganya bertanya, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Saya J ibril.” Mereka bertanya, “Siapakah orang yang bersa­mamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Mereka bertanya, “Apakah dia telah diutus untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab.”Ya.” Maka mereka membukakan langit yang ketujuh untuknya, dan me­ngatakan, “Selamat datang untukmu dan untuk orang yang bersamamu.” Tiba-tiba di dalamnya terdapat Nabi Ibrahim a.s. Maka Jibril berkata, “Hai Muhammad, tidakkah engkau ucapkan salam kepada ayahmu Ibra­him?” Nabi Saw. menjawab, “Ya, saya akan mengucapkan salam kepada­nya.” Maka saya datang kepadanya dan mengucapkan salam kepadanya. Dia pun menjawab salamku seraya berkata, “Selamat datang anakku yang saleh, Nabi yang saleh.” Selanjutnya Jibril membawaku pergi ke atas permukaan langit yang ketujuh, hingga sampailah kami ke suatu sungai yang di tepinya terdapat kemah dari mutiara, yaqut serta zabarjad, dan di atasnya terdapat burung-burung hijau yang bentuknya beium pernah saya melihat burung seindah itu. Lalu saya bertanya, “Hai Jibril, sesungguhnya burung ini benar-benar sangat indah.” Jibril menjawab, “Orang yang memakannya jauh lebih indah dari itu.” Kemudian Jibril berkata, “Hai Muhammad, tahukan kamu sungai apakah ini?” Saya menjawab, “Tidak tahu.” Jibril mengatakan, “Ini adalah Sungai Kausar yang diberikan Allah kepadamu.” Dan ternyata di sungai itu terdapat banyak wadah yang terbuat dari emas dan perak. Sungai itu mengalir di lembah yang terdiri dari yaqut dan zamrud, airnya lebih putih daripada air susu. Lalu saya mengambil sebuah wadah dari wadah emas yang ada, dan saya mengambil air sungai itu, lalu saya meminumnya. Tiba-tiba te­rasa olehku airnya lebih manis daripada madu, dan baunya lebih harum daripada minyak kesturi. Kemudian Jibril membawaku pergi hingga sampai di sebuah pohon, lalu diriku diselimuti oleh awan yang padanya terdapat semua warna. Maka Malikat Jibril mendorongku, dan aku tersungkur bersujud kepada Allah Swt. Allah berfirman kepadaku, “Hai Muhammad, sesungguhnya sejak Aku menciptakan langit dan bumi, Aku telah memfardukan atas kamu dan umatmu lima puluh kali salat. Maka kerjakanlah lima puluh kali salat itu olehmu dan umatmu.” Setelah awan itu lenyap dariku, maka Jibril menarik tanganku dan membawaku dengan cepat hingga sampai ke tempat Nabi Ibrahim, tetapi Ibrahim tidak mengucapkan sepatah kata pun kepadaku. Dan ketika sampai di tempat Musa a.s., ia bertanya, “Hai Muhammad, apakah yang telah engkau lakukan?” Saya menjawab, “Telah difardukan atas diriku dan umatku lima puluh kali salat.” Musa menjawab, “Engkau tidak akan mampu mengerjakannya, begitu pula umatmu. Sekarang kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah kepada-Nya agar memberikan keringanan bagimu.” Maka saya kembali dengan cepat hingga sampailah di sebuah pohon (Sidratul Muntaha), lalu awan menyelimutiku, dan Jibril mendorongku. Lalu aku tersungkur bersujud dan berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguh­nya Engkau telah memfardukan atas diriku dan umatku lima puluh kali salat, sedangkan aku tidak akan mampu mengerjakannya, begitu pula umatku. Maka berikanlah keringanan bagi kami.” Allah berfirman, “Aku berikan keringanan sepuluhnya dari kalian.” Setelah awan itu lenyap dariku, Jibril menarik tanganku dan memba­waku pergi dengan cepat hingga sampailah aku di tempat Nabi Ibrahim; ia tidak mengatakan sepatah kata pun kepadaku. Kemudian sampailah aku di tempat Musa a.s., dan ia berkata, “Apakah yang telah dilakukan terhadapmu, hai Muhammad?” Saya menjawab, “Tuhanku telah meringankan sepuluhnya dariku.” Musa berkata, “Empat puluh kali salat itu tidak akan kuat kamu la­kukan, begitu pula umatmu. Maka kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat kalian.” Perawi melanjutkan kisahnya dalam hadis ini hingga sampai pada pembahasan salat lima waktu. Yakni salat lima waktu sama pahalanya dengan salat lima puluh kali. Kemudian Musa memerintahkan kepada Nabi Saw. agar kembali menghadap kepada Allah Swt. untuk meminta keringanan dari-Nya lebih dari itu. Maka saya (Nabi Saw.) bersabda, “Sesungguhnya saya telah merasa malu kepada-Nya.” Kemudian Nabi Saw. turun, dan beliau Saw. bertanya kepada Ma­laikat Jibril, “Mengapa saya tidak sekali-kali bersua dengan penghuni la­ngit melainkan mereka mengucapkan selamat kepadaku seraya terse­nyum selain seorang lelaki. Ketika saya mengucapkan salam kepadanya, ia menjawab salamku, tetapi tidak tersenyum kepadaku?” Malaikat Jibril menjawab, “Hai Muhammad, dia adalah penjaga nera­ka Jahannam. Dia tidak pernah tertawa sejak diciptakan. Seandainya dia pernah tertawa kepada seseorang, tentulah dia akan tertawa (terse­nyum) kepadamu.” Kemudian Nabi Saw. pergi menaiki kendaraannya. Ketika berada di tengah jalan, Nabi Saw. bersua dengan kafilah orang-orang Quraisy yang membawa bahan makanan pokok. Dalam iringan kafilah itu terdapat seekor unta jantan yang membawa dua peti barang, yang satu berwarna hitam, sedangkan yang lainnya berwarna putih. Ketika Nabi Saw. berada lurus di atas unta itu, maka unta tersebut menjadi larat dan menjauh darinya seraya berbalik hingga unta itu terjatuh dan patah kakinya. Nabi Saw. melanjutkan perjalanannya, dan pada keesokan harinya, beliau menceritakan semuanya (kepada semua orang). Ketika kaum musyrik mendengar kisahnya, maka mereka datang kepada Abu Bakar dan berkata kepadanya, “Hai Abu Bakar, bagaimanakah pendapatmu tentang temanmu (yakni Nabi Saw.)? Dia menceritakan bahwa tadi ma­lam dia mendatangi suatu tempat yang jauhnya selama perjalanan satu bulan, lalu ia kembali darinya di malam yang sama.” Abu Bakar r.a. menjawab, “Jika dia mengatakannya, sesungguhnya dia benar, dan sesungguhnya kami benar-benar percaya kepadanya lebih jauh dari itu, sesungguhnya kami percaya kepadanya akan berita langit (yang dibawanya).” Orang-orang musyrik berkata kepada Rasulullah Saw., “Apakah bukti kebenaran dari apa yang kamu katakan itu?” Nabi Saw. menjawab, “Saya melewati kafilah orang-orang Quraisy yang sedang berada di tem­pat anu dan anu, lalu ada seekor unta milik mereka yang larat dan berbalik; dan dalam iringan kafilah itu terdapat seekor unta yang membawa dua buah peti barang, yang satunya berwarna hitam, sedangkan yang lainnya berwarna putih; lalu unta itu jatuh dan patah kakinya.” Ketika iringan kafilah itu datang, mereka bertanya kepada iringan kafilah tersebut. Lalu iringan kafilah tersebut menceritakan kepada mere­ka kejadian yang dialaminya, persis seperti apa yang diceritakan oleh Rasulullah Saw. kepada mereka. Sejak saat itu Abu Bakar dijuluki dengan gelar “A§-Siddiq”. Mereka kembali bertanya kepada Nabi Saw., “Apakah di antara orang-orang yang kamu jumpai terdapat Musa dan Isa?” Nabi Saw. menjawab, “Ya.” Mereka berkata, “Kalau demikian, gambarkanlah rupa mereka kepada kami.” Nabi Saw. menjawab: Ya. Musa adalah orang yang berkulit hitam manis, seakan-akan bentuknya seperti seorang lelaki dari kalangan kabilah Azd Amman. Adapun Isa, dia adalah seorang lelaki yang tingginya sedang, berambut ikal, sedangkan warna kulitnya semu kemerah-merahan, seakan-akan mutiara berjatuhan dari rambutnya.

Konteks hadis ini penuh dengan hal-hal yang garib (aneh) dan ajaib.

Menurut riwayat Anas ibnu Malik, dari Malik ibnu Sa’sa’ah, disebutkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam; ia pernah mendengar Qatadah menceritakan dari Anas ibnu Malik, bahwa Malik ibnu Sa’sa’ah pernah menceritakan hadis berikut. Nabi Saw. menceritakan kepada mereka kejadian malam Isra’yang dialaminya seperti berikut: Ketika saya berada di Hatim (Ka’bah) —dan adakalanya Qatadah (perawi hadis) mengatakan di Hijir Ismail— sedang merebahkan diri, ti­ba-tiba datanglah seseorang kepadaku bersama dua orang temannya. Lalu ia mengatakan sesuatu kepada temannya yang berada di tengah-tengah ketiga orang itu. Lalu orang itu membelah —saya mendengar Qatadah mengatakan membedah— antara bagian ini sampai dengan bagian ini. Qatadah menga­takan bahwa ia berkata kepada Al-Jarud yang duduk di«ampingnya se­raya menerangkan apa yang dimaksud; yang dimaksud ialah dari bagian bawah lehernya sampai dengan bagian tumbuhnya rambut (kemalu­annya. Al-Jarud mengatakan, “Saya mendengarnya mengatakan bagian tumbuhnya rambut kemaluannya (yakni bagian bawah perutnya)” dalam kisah yang diriwayatkannya. Kemudian lelaki itu mengeluarkan hatiku, dan disuguhkan kepadaku sebuah piala emas yang dipenuhi dengan iman dan hikmah. Lalu ia mencu­ci hatiku dan memenuhinya dengan (iman dan hikmah), kemudian dikembalikan ke tempat semula. Kemudian didatangkan kepadaku seekor hewan yang lebih besar dari keledai, tetapi lebih kecil dari begal, warna bulunya putih. Al-Jarud bertanya (kepada Qatadah), “Apakah hewan itu Buraq, hai Abu Ham­zah?” Qatadah menjawab, “Ya, Buraq meletakkan kaki depannya sejauh matanya memandang.” Nabi Saw. melanjutkan kisahnya: Lalu aku dinaikkan ke atas hewan itu, dan Jibril a.s. membawaku pergi hingga sampailah Jibril bersamaku ke langit yang paling dekat. Lalu ia mengetuk pintunya, maka dikatakan, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan lagi, “Siapa­kah orang yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Dikatakan lagi, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Maka dikatakanlah, “Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang.” Lalu dibukakanlah pintu langit pertama bagi kami. Dan ketika aku telah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Adam a.s. Jibril berkata, “Ini adalah ayahmu, Adam. Ucapkanlah salam kepadanya.” Lalu saya mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salamku, kemudian ber­kata, “Selamat datang anak yang saleh, Nabi yang saleh.” Malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang kedua. Ketika sampai di langit yang kedua, Jibril meminta izin untuk masuk, maka dikatakan, “Siapakah kamu?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Dikatakan, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Maka dikatakan, “Selamat datang untuknya, sesung­guhnya orang yang paling baik kini telah datang.” Maka dibukakanlah pintu langit yang kedua bagi kami. Ketika saya telah memasukinya, tiba-tiba saya bersua dengan Isa dan Yahya, kedua­nya adalah anak bibi. Jibril berkata, “Dua orang ini adalah Yahya dan Isa, ucapkanlah salam kepada keduanya.” Saya mengucapkan salam, dan keduanya menjawab salamku seraya berkata, “Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh.” Jibril membawaku naik hingga sampai di langit yang ketiga, lalu Jibril meminta izin untuk masuk. Maka dikatakan, “Siapakah orang ini?” Jibril menjawab.”Saya Jibril.” Dikatakan, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Dikatakan, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Maka dikatakan, “Selamat datang untuknya, orang yang paling baik kini telah datang.” Maka dibukakanlah pintu langit yang ketiga bagi kami. Ketika telah berada di dalamnya, tiba-tiba aku bersua dengan Yusuf a.s. Jibril berkata, “Inilah Yusuf.” Saya mengucapkan salam kepadanya, dan ia menjawab salamku seraya berkata, “Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh.” Kemudian Jibril membawaku naik hingga sampai ke langit yang ke­empat, lalu Jibril meminta izin untuk masuk. Maka dikatakan, “Siapakah ini?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menjawab.”Muhammad.” Dikatakan, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Maka dikatakan, “Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang.” Maka dibukakanlah pintu langit yang keempat bagi kami. Dan ketika aku telah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Idris a.s. Jibril berka­ta, “Inilah Idris, ucapkanlah salam kepadanya.” Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku seraya berkata, “Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh.” Malaikat Jibril membawaku naik hingga sampai ke langityangkelima, lalu ia meminta izin untuk masuk. Maka dikatakan, “Siapakah orang ini?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Dikatakan, “Apakah dia telah diperintah untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Maka dikatakan, “Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang.” Maka dibukakanlah pintu langit yang kelima bagi kami. Setelah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Harun a.s. Jibril berkata, “Ini­lah Harun, ucapkanlah salam kepadanya.” Maka aku mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku seraya berkata, “Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh.” Malaikat Jibril membawaku naik ke langit yang keenam, lalu ia memin­ta izin untuk masuk. Maka dikatakanlah, “Siapakah ini?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril men­jawab, “Muhammad.” Dikatakan, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Dikatakan, “Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang.” Maka dibukakanlah pintu langit yang keenam bagi kami. Dan ketika aku telah memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Musa a.s. Jibril berkata, “Inilah Musa a.s., ucapkanlah salam kepadanya.” Maka saya mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salamku seraya berkata, “Selamat datang saudara yang saleh, Nabi yang saleh.” Ketika saya melewatinya, ia menangis, dan ketika dikatakan kepada­nya, “Apakah yang menyebabkan kamu menangis?” Ia (Musa a.s.) men­jawab, “Saya menangis karena seorang pemuda yang diutus sesudahku dapat memasuki surga dengan membawa umatnya yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada umatku yang memasukinya.” Kemudian Jibril membawaku naik ke atas hingga sampai ke langit yang ketujuh, lalu ia meminta izin untuk masuk. Maka dikatakan, “Siapa­kah ini?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Dikatakan, “Siapakah orang yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad.” Dikatakan, “Apakah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Dikatakan, “Selamat datang untuknya, sesungguhnya orang yang paling baik kini telah datang.” Kemudian dibukakanlah pintu langit yang ketujuh bagi kami. Ketika memasukinya, tiba-tiba aku bersua dengan Ibrahim a.s. Maka Jibril berkata, “Inilah Ibrahim a.s., ucapkanlah salam kepadanya.” Maka saya mengucapkan salam kepadanya, dan dia menjawab salamku seraya berkata, “Selamat datang anak yang saleh, Nabi yang saleh.” Selanjutnya saya dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Tiba-tiba ternyata buahnya sebesar-besar gentong buatan tanah Hajar, dan daun-daunannya lebar-lebar seperti telinga gajah. Maka Jibril berkata, “Inilah Sidratul Muntaha.” Tiba-tiba terdapat empat buah sungai, yang dua berada di bagian dalam, sedangkan yang duanya lagi berada di bagian luar. Maka saya bertanya, “Hai Jibril, sungai apakah ini?” Jibril menjawab, “Adapun sungai yang berada di bagian dalam, maka keduanya itu adalah dua sungai surga. Sedangkan dua buah sungai yang berada di bagian luar adalah (sumber) Sungai Nil dan Sungai Eufrat.” Kemudian saya diangkat ke Baitul Ma’mur. Qatadah mengatakan, telah menceritakan pula kepada kami Al-Hasan, dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw. yang bersabda bahwa beliau telah melihat Baitul Ma’mur yang setiap harinya dimasuki oleh tujuh puluh ribu malaikat, kemudian mereka tidak kembali lagi kepadanya. Kemudian Qatadah kembali kepada hadis Anas yang mengatakan bahwa kemudian disuguhkan kepadaku (Nabi Saw.) sebuah wadah yang berisikan khamr, sebuah wadah yang berisikan susu, dan sebuah wadah lagi yang berisikan madu. Maka saya mengambil wadah yang berisikan air susu (lalu meminumnya). Maka Jibril berkata, “Inilah fitrah yang engkau pilihkan buat dirimu dan umatmu.” Kemudian difardukan atas diriku lima puluh kali salat setiap harinya. Lalu saya turun hingga sampai ke tempat Musa a.s. berada. Dia bertanya, “Apakah yang telah difardukan oleh Tuhanmu atas dirimu dan umatmu?” Saya menjawab, “Lima puluh kali salat setiap hari.” Musa berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerja­kan lima puluh kali salat. Sesungguhnya saya pernah mencoba orang-orang yang sebelummu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan mintalah keringanan kepada-Nya buat umatmu.” Maka saya kembali menghadap kepada-Nya, dan Dia memberikan keringanan untukku sebanyak sepuluh salat. Lalu saya kembali lagi kepa­da Musa. Ia bertanya, “Apakah yang diperintahkan kepadamu?” Saya menjawab, “Empat puluh kali salat setiap hari.” Musa berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan empat puluh kali salat setiap harinya, karena sesungguhnya saya pernah menguji orang-orang yang sebelum kamu dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kamu kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu.” Maka saya menghadap kembali kepada-Nya dan Dia memberikan keringanan sepuluh kali salat lagi buatku. Lalu saya kembali kepadaMusa dan dia bertanya, “Apakah yang telah diperintahkan kepadamu?” Saya menjawab, “Aku diperintahkan untuk mengerjakan tiga puluh kali salat.” Musa a.s. berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat menger­jakan tiga puluh kali salat setiap harinya; karena sesungguhnya saya te­lah mencoba orang-orang yang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu.” Lalu saya kembali menghadap kepada Tuhanku, dan Dia memberi­kan keringanan sepuluh kali salat lagi bagiku. Setelah itu aku kembali kepada Musa. Ia bertanya, “Apakah yang diperintahkan kepadamu?” Aku menjawab, “Saya diperintah dua puluh kali salat setiap hari.” Musa berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan dua puluh kali salat setiap harinya; karena sesungguhnya saya telah men­coba orang-orang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kepada Tuhan­mu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu.” Maka saya kembali menghadap kepada-Nya, dan Dia meringankan sepuluh kali salat lagi bagiku, lalu saya kembali kepada Musa a.s. Musa bertanya, “Apakah yang diperintahkan kepadamu?” Aku menjawab, “Saya diperintahkan mengerjakan sepuluh kali .salat setiap hari.” Musa berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan sepuluh kali salat setiap harinya; karena sesungguhnya saya telah menguji orang-orang yang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kepada Tuhan­mu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu.” Maka saya kembali menghadap kepada-Nya dan saya diperintahkan mengerjakan salat lima waktu setiap hari, lalu aku kembali kepada Musa a.s. Musa bertanya, “Apakah yang telah diperintahkan kepadamu?” Saya menjawab, “Saya diperintahkan untuk mengerjakan salat lima waktu setiap hari.” Musa berkata, “Sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakan salat lima waktu setiap harinya; karena sesungguhnya saya telah mencoba orang-orang yang sebelum kamu, dan saya telah mengobati kaum Bani Israil dengan pengobatan yang berat. Sekarang kembalilah kepada Tuhan­mu dan mintalah keringanan dari-Nya buat umatmu.” Saya berkata, “Sesungguhnya saya telah meminta keringanan kepa­da Tuhanku hingga saya merasa malu kepada-Nya, tetapi sekarang saya rela dan pasrali untuk melaksanakannya.” Maka terdengarlah suara yang berseru mengatakan, “Sesungguhnya Aku telah menetapkan apa yang Kufardukan (atas hamba-hamba-Ku) dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku.”

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui hadis Qatadah dengan sanad yang semisal.

Riwayat Anas, dari Abu Zar, disebutkan oieh Imam Bukhari; telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Yunus dari Ibnu Syihab, dari Anas ibnu Malik, yang mengatakan bahwa Abu Zar pernah menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika saya berada di Mekah, atap rumahku dibuka, lalu turun­lah Malaikat Jibril, maka ia membedah dadaku dan mencucinya dengan air zamzam. Kemudian ia mendatangkan sebuah piala emas yang penuh berisi hikmah dan iman; ia menuangkannya ke dalam dadaku, lalu menutupnya kembali. Sesudah itu ia me­nuntun tanganku dan membawaku naik ke langit yang terdekat. Setelah sampai di langit. Jibril berkata kepada penjaga langit, “Bukalah!” Penjaga langit berkata, “Siapakah ini?” Jibril menjawab, “Saya Jibril.” Penjaga langit bertanya, “Apakah kamu bersama seseorang?” Jibril menjawab, “Ya, saya bersa­ma dengan Muhammad Saw.” Penjaga langit bertanya, “Apa­kah dia telah diperintahkan untuk menghadap kepada-Nya?” Jibril menjawab, “Ya.” Setelah pintu langit pertama dibuka, lalu kami berada di atasnya, tiba-tiba saya bersua dengan se­orang lelaki yang sedang duduk; sedangkan di sebelah kanan­nya terdapat banyak manusia, dan di sebelah kirinya terdapat banyak manusia. Apabila ia memandang ke sebelah kanannya, maka ia tertawa; dan apabila memandang ke sebelah kirinya, menangislah ia. Lalu lelaki itu berkata, “Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh.” Saya bertanya kepada Jibril, “Siapakah orang ini?” Jibril menjawab, “Orang ini adalah Adam, dan manusia yang berada di sebelah kanan dan kirinya adalah semua anak-anaknya. Orang-orang yang berada di se­belah kanannya adalah ahli surga sedangkan orang-orang yang berada di sebelah kirinya adalah ahli neraka. Apabila ia memandang ke sebelah kanannya, maka ia tertawa; dan apabi­la memandang ke arah sebelah kirinya maka ia menangis.” Kemudian Jibril membawaku naik ke langit yang kedua, lalu Jibril berkata kepada penjaganya, “Bukalah!” Penjaga langit kedua mengajukan pertanyaan seperti yang telah diajukan oleh penjaga langit yang pertama, sesudah itu pintu langit ke­dua dibuka.

Sahabat Anas menyebutkan dalam hadisnya bahwa Nabi Saw. ketika berada di langit bersua dengan Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Ibrahim, tanpa disebutkan tempat-tempat kedudukan mere­ka. Hanya saja Anas menyebutkan bahwa Nabi Saw. bersua dengan Nabi Adam di langit yang terdekat, dan dengan Nabi Ibrahim di langit yang keenam. Sahabat Anas melanjutkan kisahnya bahwa ketika Jibril dan Nabi Saw. bersua dengan Nabi Idris,, maka Idris berkata, “Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh.” Maka saya (Nabi Saw.) bertanya, “Siapakah orang ini?” Jibril menjawab, “Orang ini adalah Idris.” Kemudian Nabi Saw. bersua dengan Musa, dan Musa berkata, “Sela­mat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh.” Saya bertanya, “Siapa­kah orang ini?” Jibril menjawab, “Dia adalah Musa.” Kemudian saya bersua dengan Isa. Maka Isa berkata, “Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh.” Aku bertanya, “Siapakah orang ini?” Jibril menjawab, “Orang ini adalah Isa.” Kemudian saya bersua dengan Nabi Ibrahim. Ibrahim a.s. berkata, “Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh.” Saya bertanya, “Siapakah orang ini?” Jibril menjawab, “Orang ini adalah Ibrahim.”

Az-Zuhri mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Hazm, bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah Al-Ansari pernah mengatakan bah­wa Nabi Saw. pernah bersabda: Kemudian Jibril membawaku naik hingga sampai di suatu ting­katan yang dari tempat itu saya dapat mendengar suara gores­an qalam.

Ibnu Hazm dan Anas ibnu Malik mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Maka Allah memfardukan atas umatku lima puluh kali salat, lalu saya kembali dengan membawa perintah itu hingga bersua dengan Musa a.s. Maka ia bertanya, “Apakah yang telah difar-dukan oleh Allah atas umatmu?” Saya menjawab, “Lima puluh kali salat.” Musa berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu, kare­na sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakannya.” Saya kembali menghadap, dan Allah menghapuskan separonya. Setelah itu saya kembali kepada Musa lalu berkata (kepadanya), “Allah telah menghapuskan separonya.” Musa berkata, “Kem­balilah kepada Tuhanmu karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya.” Saya kembali menghadap, dan Allah menghapuskan sebagiannya lagi. Lalu saya kembali kepa­da Musa, dan ia berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu, kare­na sesungguhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya.” Maka saya kembali menghadap dan Allah berfirman, “Fardu salat itu adalah lima kali, ia sama pahalanya dengan lima puluh kali salat. Perintah ini tidak dapat diganti lagi di sisi-Ku.” Saya kembali kepada Musa, dan ia berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu.” Saya menjawab, “Sesungguhnya saya malu kepada Tuhanku.” Kemudian Jibril membawaku hingga sampai di Sid­ratul Muntaha, lalu Sidratul Muntaha ditutupi (diselimuti) oleh berbagai macam warna yang saya tidak ketahui apakah warna-warna itu. Kemudian saya dimasukkan ke daiam surga, dan ternyata di dalamnya terdapat tali-temali dari mutiara, dan ter­nyata tanah surga itu adalah kesturi.

Demikianlah menurut lafaz Imam Bukhari di dalam Kitabus Salat-nya. Ia meriwayatkannya pula dalam kisah Bani Israil serta kisah haji dan ki­sah-kisah para nabi melalui berbagai jalur lain dari Yunus dengan sanad yang sama.

Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya dalam Kitcibul Iman melalui Harmalah, dari Ibnu Wahb, dari Yunus dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammam, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Abu Zar, “Seandainya saya melihat Rasulullah Saw., tentu saya akan bertanya kepadanya.” Abu Zar bertanya, “Apakah yang akan kamu tanyakan kepadanya?” Saya berkata, “Saya hendak bertanya kepadanya, apakah dia pernah melihat Tuhannya?” Abu Zar menjawab bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Saw. pertanyaan tersebut. Maka beliau Saw. men­jawab melalui sabdanya: Sesungguhnya aku telah melihat-Nya (tertutupi oleh) nur, mana mungkin saya dapat melihat-Nya.

Demikianlah bunyi hadis menurut apa yang ada di dalam riwayat Imam Ahmad.

Imam Muslim di dalam kitab sahihnya telah mengetengahkannya melalui Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki’, dari Yazid ibnu Ibrahim, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq, dari Abu Zar telah mengatakan: Saya pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., “Apakah eng­kau telah melihat Tuhanmu?” Rasulullah Saw. menjawab, “Dia (tertutupi oleh) nur, mana mungkin saya dapat melihat-Nya.”

Imam Muslim telah mengetengahkannya pula melalui Muhammad ibnu Basysyar, dari Mu’az ibnu Hisyam; telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qatadah, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa* ia pernah berkata kepada Abu Zar, “Seandainya saya sempat melihat Rasulullah Saw., tentulah saya akan bertanya kepadanya.” Abu Zar ber­kata, “Apakah yang kamu tanyakan kepadanya?” Ibnu Syaqiq berkata, “Saya akan bertanya kepadanya, ‘Apakah engkau telah melihat Tuhan­mu?’.” Abu Zar menjawab.”Bahwa ia pernah menanyakan hal itu kepa­da Nabi Saw., dan Nabi Saw. menjawabnya: Aku hanya melihat nur (cahaya).

Riwayat Anas, dari Ubay ibnu Ka’b Al-Ansari r.a. diketengahkan oleh Abdullah ibnu Imam Ahmad; telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Muhammad ibnu Misyani, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Iyad, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Yazid yang mengatakan bahwa Ibnu Syihab pernah mengatakan, Anas ibnu

Malik telah mengatakan bahwa Ubay ibnu Ka’b pernah menceritakan hadis berikut dari Rasulullah Saw.: rumahku dibuka, ketika aku -berada di Mekah, lalu turun­lah Malaikat Jibril dan ia membedah dadaku, lalu mencucinya dengan air zamzam. Kemudian ia mendatangkan sebuah piala emas yang penuh berisikan hikmah dan iman, lalu ia menuang­kannya ke dalam dadaku dan menutup dadaku kembali. Setelah itu Jibril menuntun tanganku dan membawaku naik ke langit. Ketika sampai di langit yang terdekat, saya bersua dengan se­orang lelaki yang di sebelah kanannya terdapat sejumlah besar manusia dan di sebelah kirinya terdapat sejumlah besar manu­sia. Apabila lelaki itu memandang ke arah kanannya, maka ia tersenyum; dan apabila memandang ke arah kirinya, maka ia menangis. Lalu lelaki itu berkata, “Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh.” Saya bertanya kepada Jibril, “Siapa­kah orang ini?” Jibril menjawab, “Orang ini adalah Adary, dan orang-orang yang ada di sebelah kanan dan kirinya ada­lah anak-anaknya. Orang-orang yang ada di sebelah kanannya adalah ahli surga, dan orang-orang yang ada di sebelah kirinya adalah ahli neraka. Apabila ia memandang ke sebelah kanan­nya, tertawalah dia; dan bila memandang ke sebelah kirinya, menangislah ia.” Kemudian Jibril membawaku naik hingga sam­pai di langit yang kedua, lalu Jibril berkata kepada penjaga­nya, “Bukalah!” Penjaganya berkata kepadanya seperti apa yang telah dikatakan oleh penjaga langit yang pertama, kemu­dian pintu langit yang kedua dibukakan baginya. Anas mengatakan, Ubay ibnu Ka’b menyebutkan dalam hadisnya bahwa Nabi Saw. ketika berada di langit bersua dengan Nabi Adam, Nabi Idris, Nabi Musa, Nabi Ibrahim, dan Nabi Isa. Tetapi ia tidak menyebutkan kepadaku tentang kedudukan-kedudukan mereka. Hanya dia menyebut­kan bahwa Nabi Saw. bersua dengan Adam a.s. di langit yang terdekat dan bersua dengan Nabi Ibrahim di langit yang keenam. Anas mengatakan bahwa ketika Jibril a.s. dan Rasulullah Saw. mele­wati Idris, maka Idris a.s. mengatakan, “Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh.” Saya (Nabi Saw.) bertanya, “Siapakah orang ini, hai Jibril?” Jibril menjawab, “Orang ini adalah Idris.” Kemudian saya bersua dengan Musa, dan Musa mengatakan, “Sela­mat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh.” Aku bertanya, “Hai Jibril, siapakah orang ini?” Jibril menjawab, “Orang ini adalah Musa.” Lalu saya bersua dengan Isa, dan Isa mengatakan, “Selamat datang Nabi yang saleh, saudara yang saleh.” Aku bertanya, “Hai Jibril, siapakah orang ini?” Jibril menjawab, “Orang ini adalah Isa putra Maryam.” Setelah itu saya bersua dengan Nabi Ibrahim. Ia mengatakan, “Selamat datang Nabi yang saleh, anak yang saleh.” Aku bertanya, “Siapakah orang ini?” Jibril menjawab, “Orang ini adalah Ibrahim.”

Ibnu Syihab mengatakan bahwa Ibnu Hazm telah menceritakan pula kepadanya bahwa Ibnu Abbas dan Abu Habbah Al-Ansari pernah me­ngatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kemudian Jibril membawaku naik hingga sampailah aku di sua­tu tingkatan yang dari tempat itu saya dapat mendengar suara guratan qalam.

Ibnu Hazm dan Anas ibnu Malik mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Allah memfardukan atas umatku lima puluh kali salat, lalu aku kembali dengan membawa perinlah itu hingga sampai ke tempat Musa berada, maka Musa berkata, “Apakah yang telah difar-dukan oleh Tuhanmu atas umatmu?” Saya menjawab, “Dia te­lah memfardukan lima puluh kali salat atas mereka.” Musa ber­kata kepadaku, “Kembalilah kepada Tuhanmu, karena sesung­guhnya umatmu tidak akan kuat mengerjakannya.” Maka saya kembali menghadap Tuhanku, dan Dia menghapuskan separo­nya. Lalu saya kembali kepada Musa dan menceritakan hal itu kepadanya, maka ia berkata, “Kembalilah lagi kepada Tuhanmu, karena sesungguhnya umatmu tidak akan kuat menger­jakannya.” Maka saya kembali menghadap kepada-Nya, dan Dia berfirman, “Fardu salat itu adalah lima waktu, ia pahalanya sama dengan lima puluh kali salai. Perintah ini tidak dapat di­ganti lagi di sisi-Ku.” Maka saya kembali kepada Musa, dan Musa berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu.” Saya jawab, “Saya telah malu sekali kepada Tuhanku.” Kemudian Jibril membawaku pergi hingga sampailah aku di Sidratul Muntaha, lalu Sidratul Muntaha ditutupi oleh berbagai macam warna yang saya tidak ketahui warna-warna apakah itu. Kemudian saya masuk ke dalam surga, tiba-tiba di dalamnya terdapat tali-tali dari mutiara, dan tiba-tiba tanah surga itu adalah minyak kesturi.

Demikianlah menurut riwayat Abdullah ibnu Ahmad di dalam kitab Musnad ayahnya, tetapi hal ini tidak dapat di jumpai dalam suatu kitab pun dari kitab Sittah.

Tetapi dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan nukilan hadis dari kitab Sahihain melalui jalur Yunus, dari Az-Zuhri, dari Anas, dari Abu Zar hal yang semisal dengan teks hadis ini.

Riwayat Buraidah ibnu Hasib Al-Aslami diketengahkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Mutawakkil dan Ya’qub ibnu Ibrahim, sedangkan lafaz Hadis ini menurut apa yang ada padanya (Ya’qub ibnu Ibrahim). Keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Namilah, telah menceritakan kepada kami Az-Zubair ibnu Junadah, dari Abdullah ibnu Buraidah, dari ayahnya yang mengatakan, “Rasulullah Saw. pernah bersabda bahwa di malam beliau menjalani Isra—perawi menyebutkan— lalu Malaikat Jibril mendatangi sebuah batu besar yang ada di Baitul Maqdis. Maka dia melubanginya dengan ujung jari telunjuknya hingga tembus, lalu ia menambatkan hewan Buraq pada batu besar itu.”

Kemudian Al-Bazzar mengatakan, kami tidak pernah mengetahui hadis ini diriwayatkan oleh seseorang dari Az-Zubair ibnu Junadah selain Abu Namilah, dan kami tidak mengetahui hadis ini kecuali dari Buraidah.

Imam Turmuzi telah meriwayatkannya di dalam kitab tafsir dari kitab Jami -nya melalui Ya’qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi dengan sanad yang sama, lalu ia mengatakan bahwa hadis ini garib.

Riwayat Jabir ibnu Abdullah r.a. diketengahkan oleh Imam Ahmad, telah menceritakan kepada kami Ya”qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Saleh, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa Abu Salamah telah mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdul­lah menceritakan hadjs berikut; ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, “Ketika orang-orang Quraisy mendustakan peristiwa perjalan­an Isra-ku ke Baitul Maqdis, maka saya berdiri di Hijril Ismail lalu Allah menampakkan kepadaku Baitul Maqdis. Maka saya menceritakan kepada mereka tentang ciri-ciri khasnya seraya memandang ke arah pemandang­an yang ditampilkan Allah kepadaku itu.”

Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui berbagai jalur dari hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama.

Imam Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hasan Al-Qadi, telah menceritakan kepada kami Abul Abbas Al-Asam, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Muhammad Ad-Dauri, telah menceritakan kepada kami Ya’qub ibnu Ibrahim, telah men­ceritakan kepada kami ayahku, dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa’id ibnul Musayyab mengatakan, “Sesungguhnya ketika Rasulullah Saw. sampai di Baitul Maqdis, beliau bersua dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa di dalamnya. Dan sesungguhnya didatangkan kepada Nabi Saw. dua buah wadah, yang satu berisikan air susu, sedangkan yang lainnya berisikan khamr; lalu Nabi Saw. memandang kedua wadah itu dan mengambil wadah yang berisikan air susu. Maka Malaikat Jibril berkata, ‘Engkau benar, engkau mendapat petunjuk memilih fitrah, seandainya engkau memilih khamf, tentulah umatmu akan sesat’.” Kemudian Rasulullah Saw. kembali ke Mekah dan menceritakan kepada orang-orang bahwa ia baru saja menjalani Isra, maka banyak orang yang tadinya ikut salat bersama beliau mendapat ujian berat.

Abu Salamah mengatakan bahwa karena peristiwa tersebut, maka Abu Bakar dijuluki dengan panggilan ” As-Siddiq”.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo