Al-Isra’, ayat 26-28

Al-Isra’, ayat 26-28

{وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27) وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلا مَيْسُورًا (28) }

Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan kepada orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kalian menghambur-hamburkan (harta kalian) secara boros. Sesungguhnya pemhoros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar terhadap Tuhannya. Dan jika kamu berpaling dari mere­ka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harap­kan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.

Setelah disebutkan tentang berbakti kepada kedua orang tua, maka diiringilah dengan sebutan tentang berbuat kebaikan kepada kaum kerabat dan bersilaturahmi. Di dalam sebuah hadis disebutkan:

 (berbuat baiklah kamu) kepada ibumu, dan bapakmu, kemudian orang yang terdekat (kekerabatannya) denganmu, lalu orang yang dekat denganmu. Menurut riwayat yang lain disebutkan, “Kemudian kerabat yang terdekat (denganmu), lalu kerabat dekat.”

Di dalam hadis lain disebutkan pula:

Barang siapa yang menyukai diluaskan rezekinya dan diper­panjang usianya, hendaklah ia bersilaturahmi.

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Taimi, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah, dari ibnu Sa’id yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan (yaitu firman-Nya): Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya. (Al-Isra: 26) Maka Rasulullah Saw. memanggil Siti Fatimah (putrinya), lalu beliau memberinya tanah Fadak.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada seseorang yang meriwayatkan hadis ini dari Fudail ibnu Marzuq selain Abu Yahya At-Taimi dan Humaid ibnu Hammad ibnul Khawwar.”

Dan hadis ini mengandung musykil sekiranya sanadnya berpredikat sahih, karena ayat ini Makiyyah; sedangkan Fadak baru dimenangkan bersamaan dengan kemenangan atas tanah Khaibar, yaitu pada tahun ketujuh hijrah. Maka mana mungkin pendapat tersebut sealur dengan kenyataan sejarah.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa hadis ini berpredikat munkar, dan yang lebih tepat ialah bila dikatakan bahwa hadis ini merupakan buatan golongan kaum Rafidah (salah satu sekte dari kaum Syi’ah).

Pembahasan mengenai orang-orang miskin dan ibnu sabil telah kami sebutkan secara panjang lebar di dalam tafsir surat Bara-ah (At-Taubah), sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam tafsir surat ini.

*******************

Firman Allah Swt.:

{وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا}

dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (harta kalian) secara boros. (Al-Isra: 26)

Setelah perintah untuk memberi nafkah, Allah melarang bersikap berlebih-lebihan dalam memberi nafkah (membelanjakan harta), tetapi yang dianjur­kan ialah pertengahan. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:

{وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir. (Al-Furqan: 67), hingga akhir ayat.

Kemudian Allah Swt. berfirman untuk menanamkan rasa antipati terhadap sikap pemborosan dan berlebih-lebihan:

{إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ}

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. (Al-Isra: 27)

Yakni tindakan mereka serupa dengan sepak terjang setan, ibnu Mas’ud mengatakan bahwa istilah tab’zir berarti membelanjakan harta bukan pada jalan yang benar. Hal yang sama dikatakan oleh ibnu Abbas.

Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang membelanjakan semua hartanya dalam kebenaran, dia bukanlah termasuk orang yang boros. Dan seandai­nya seseorang membelanjakan satu mud bukan pada jalan yang benar, dia termasuk seorang pemboros.”

Qatadah mengatakan bahwa tab’zir ialah membelanjakan harta di jalan maksiat kepada Allah Swt., pada jalan yang tidak benar, serta untuk kerusakan.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Khalid ibnu Yazid, dari Sa’id ibnu Abu Hilal, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mencerita­kan bahwa seorang lelaki dari Bani Tamim datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah orang yang berharta banyak, beristri dan beranak serta mempunyai pelayan, maka berilah saya petunjuk bagaimana cara yang seharusnya dalam memberi nafkah.” Maka Rasulullah Saw. bersabda: Kamu keluarkan zakat harta bendamu bila telah wajib zakat, karena sesungguhnya zakat menyucikan hartamu dan dirimu; lalu berilah, kaum kerabatmu, dan jangan lupa akan hak orang yang meminta, tetangga, dan orang miskin. Lelaki itu bertanya, “Wahai Rasulullah, persingkatlah ungkapanmu kepa­daku.'” Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (Al-Isra: 26) Maka lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah dianggap cukup bagiku bila aku menunaikan zakat kepada pesuruh (‘amil)mu, dan aku terbebas dari zakat di hadapan Allah dan Rasul-Nya sesudah itu?” Rasulullah Saw. menjawab: Ya. Apabila kamu menunaikan zakatmu kepada pesuruhku, maka sesungguhnya kamu telah terbebas dari kewajiban zakat dan kamu mendapatkan pahalanya. Dan sesungguhnya yang berdosa itu adalah orang yang menyelewengkan Harta zakat.

*******************

Firman Allah Swt.:

{إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ}

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-sauda­ra setan. (Al-Isra: 27)

Yaitu saudara setan dalam pemborosan, melakukan tindakan bodoh, dan tidak giat kepada Allah serta berbuat maksiat kepada-Nya. Dalam firman selanjurnya disebutkan:

{وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا}

dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Al-Isra: 27)

Dikatakan demikian karena dia ingkar kepada nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya dan tidak mau mengerjakan amal ketaatan kepada-Nya, bahkan membalasnya dengan perbuatan durhaka dan melanggar perintah-Nya.

Firman Allah Swt.:

Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu. (Al-Isra: 28), hingga akhir ayat.

Dengan kata lain, apabila ada yang meminta kepadamu dari kalangan kaum kerabatmu dan orang-orang yang Kami anjurkan kamu agar mem­beri mereka, sedangkan kamu dalam keadaan tidak mempunyai sesuatu pun yang kamu berikan kepada mereka, lalu kamu berpaling dari mereka karenanya.

{فَقُلْ لَهُمْ قَوْلا مَيْسُورًا}

maka katakanlah kepada mereka ucapan yang.pantas. (Al-Isra: 28)

Maksudnya, berkatalah kepada mereka dengan kata-kata yang lemah lembut dan ramah; serta janjikanlah kepada mereka bahwa apabila kamu mendapat rezeki dari Allah, maka kamu akan menghubungi mereka.

Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang sehubungan dengan makna firman-Nya: maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. (Al-Isra: 28) Bahwa yang dimaksud dengan qaulan maisuran ialah perkataan yang mengandung janji dan harapan.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo