{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ (5) سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (6) هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ لا تُنْفِقُوا عَلَى مَنْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنْفَضُّوا وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَفْقَهُونَ (7) يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الأعَزُّ مِنْهَا الأذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ (8) }
Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, ” mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling, sedangkan mereka menyombongkan diri. Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka. Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Ansar), “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).” Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. Mereka berkata, “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.” Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.
Allah Swt. berfirman, menceritakan perihal orang-orang munafik —semoga laknat Allah tertimpakan kepada mereka— bahwa mereka itu:
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا يَسْتَغْفِرْ لَكُمْ رَسُولُ اللَّهِ لَوَّوْا رُءُوسَهُمْ}
apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, ” mereka membuang muka mereka. (Al-Munafiqun: 5)
Yakni mereka menghalang-halangi dan berpaling dari apa yang dikatakan kepada mereka dengan perasaan sombong dan menghina. Karena itulah maka disebutkan dalam firman berikutnya:
{وَرَأَيْتَهُمْ يَصُدُّونَ وَهُمْ مُسْتَكْبِرُونَ}
dan kamu lihat mereka berpaling, sedangkan mereka menyombongkan diri. (Al-Munafiqun: 5)
Kemudian mereka diberi pembalasan atas sikapnya itu. Maka Allah Swt. berfirman:
{سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ}
Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Al-Munafiqun: 6)
Sama halnya dengan apa yang disebutkan di dalam surat At-Taubah yang telah diterangkan jauh sebelum ini dan juga telah disebutkan pula padanya hadis-hadis yang diriwayatkan mengenainya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar Al-Adani yang mengatakan bahwa Sufyan telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka membuang muka mereka. (Al-Munafiqun: 5) Ibnu Abu Umar mengatakan bahwa Sufyan memalingkan mukanya ke arah kanan seraya melirikkan pandangan matanya dengan pandangan yang sinis, lalu berkata bahwa seperti inilah sikap mereka.
Telah disebutkan dari bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, bahwa konteks semua ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, seperti yang akan kami terangkan berikut ini.
Muhammad ibnu Ishaq telah mengatakan di dalam kitab As-Sirah-nya, bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah sekembalinya dari Perang Uhud. Sedangkan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, menurut keterangan yang kuperoleh dari Ibnu Syihab Az-Zuhri, merupakan seorang yang mempunyai kedudukan di kalangan kaumnya. Setiap orang mengakui kedudukannya yang terhormat; dia dihormati di kalangan kaumnya. ApabilaNabi Saw. duduk dalam khotbahnya di hari Jumat, maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berdiri, lalu mengatakan, “Hai manusia, ini adalah utusan Allah berada di antara kalian, Allah telah memuliakan kalian dengan melaluinya dan menjadikan kalian berjaya karenanya. Untuk itu maka tolonglah dia, dukunglah dia, dan tunduk patuhlah kalian kepadanya.” Setelah itu ia duduk kembali.
Ketika dia melakukan apa yang dilakukannya dalam Perang Uhud, yakni dia kembali ke Madinah dengan sepertiga pasukan, lalu pasukan kaum muslim kembali, maka berdirilah ia dan melakukan kebiasaan yang sebelumnya. Maka kaum muslim memegangi bajunya dari semua sisinya, dan mereka mengatakan, “Duduklah, hai musuh Allah, kamu tidak pantas melakukan hal ini setelah apa yang engkau lakukan dalam Perang Uhud.” Lalu ia keluar dengan melangkahi leher banyak orang seraya berkata, “Demi Allah, seakan-akan aku mengatakan ucapan yang tidak pantas, padahal aku berdiri untuk memperkuat urusannya.”
Di dekat pintu masjid ia bersua dengan sejumlah orang Ansar. Mereka mengatakan, “Celakalah kamu, mengapa kamu ini?” Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul menjawab, “Aku berdiri untuk mendukung urusannya, lalu sejumlah orang dari sahabatnya menarikku dan bersikap kasar terhadapku, seakan-akan aku mengatakan hal yang tidak pantas, padahal sebenarnya aku bermaksud untuk mendukungnya.” Mereka berkata, “Celakalah kamu ini, sekarang kembalilah kamu kepada Rasulullah Saw., beliau akan memohonkan ampunan bagimu.” Ibnu Salul menjawab, “Demi Allah, aku tidak ingin dia memohonkan ampunan bagiku.”
Qatadah dan As-Saddi mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Demikian itu karena ada seorang pemuda dari kalangan kerabatnya melapor kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan kepada beliau tentang kata-kata yang dikeluarkan oleh Ibnu Salul mengenai diri Rasulullah Saw., yakni mencaci maki beliau Saw. Maka Rasulullah Saw. memanggilnya, tetapi ternyata dia bersumpah dengan menyebut nama Allah bahwa dirinya tidak mengatakannya dan berlepas diri dari hal tersebut. Akhirnya orang-orang Ansar mendatangi pemuda tersebut dan mencacinya serta mengisolirnya. Lalu Allah menurunkan firman-Nya mengenai peristiwa ini, sebagaimana yang kalian dengar. Kemudian dikatakan kepada musuh Allah itu, “Sebaiknya kamu datang menghadap kepada Rasulullah Saw.,” tetapi dia memalingkan mukanya, dengan maksud bahwa dia tidak melakukan apa yang dituduhkan kepadanya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abur Rabi’ Az-Zahrani, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Sa’id ibnu Jubair, bahwa Rasulullah Saw. apabila turun istirahat di suatu tempat tidak pernah meninggalkannya sebelum melakukan salat padanya. Dan ketika Perang Tabuk, ada suatu berita yang sampai kepada beliau, bahwa Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mengatakan, “Benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya (Madinah).” Maka Rasulullah Saw. langsung kembali ke Madinah sebelum siang hari berakhir (tanpa salat terlebih dahulu). Lalu dikatakan kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, “Datanglah kamu kepada Nabi Saw. agar beliau memohonkan ampunan bagimu,” dan Allah menurunkan firman-Nya: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu. (Al-Munafiqun: 1) sampai dengan firman-Nya: Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, ” mereka membuang muka mereka. (Al-Munafiqun: 5)
Sanad hadis ini sahih sampai kepada Sa’id ibnu Jubair. Tetapi perkataannya bahwa sesungguhnya hal tersebut terjadi dalam Perang Tabuk, masih perlu diteliti kembali. Bahkan kalimat tersebut tidaklah tepat, karena sesungguhnya Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul bukan termasuk orang yang keluar menuju medan Tabuk, bahkan dia kembali ke Madinah bersama sekelompok pasukan. Dan sesungguhnya menurut pendapat yang terkenal di kalangan para pemilik kitab Magazi dan Sirah, peristiwa ini terjadi dalam Perang Al-Muraisi’, yaitu perang melawan Banil Mustaliq.
Yunus ibnu Bukair telah meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, bahwa telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban dan Abdullah ibnu Abu Bakar dan Asim ibnu Umar ibnu Qatadah dalam kisah Banil Mustaliq, bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di tempat Banil Mustaliq, Jahjah ibnu Sa’id Al-Gifari seorang pekerja Umar ibnul Khattab berkelahi dengan Sinan ibnu Yazid, karena memperebutkan air.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Yahya ibnu Hibban, bahwa keduanya berdesakan untuk memperebutkan air dari suatu mata air, lalu keduanya berkelahi. Akhirnya Sinan berkata, “Hai orang-orang Ansar,” sedangkan Al-Jahjah berkata, “Hai orang-orang Muhajir.” Saat itu Zaid ibnu Arqam dan segolongan kaum Ansar berada bersama Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Ketika Abdullah ibnu Ubay mendengar hal tersebut, maka ia memberikan komentarnya, “Sesungguhnya mereka telah berani mengadakan pemberontakan di negeri kita. Demi Allah, perumpamaan kita dan sempalan orang-orang Quraisy ini (yakni Muhajirin) sama dengan peribahasa yang mengatakan ‘gemukkanlah anjingmu, maka ia akan memakanmu’. Demi Allah, sungguh jika kita kembali ke Madinah, orang-orang yang kuat benar-benar akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.” Kemudian dia menghadap kepada orang-orang yang ada di dekatnya dari kalangan kaumnya, lalu berkata kepada mereka, “Inilah akibat dari perbuatan kalian, kalian telah mengizinkan mereka menempati negeri kalian, dan kalian telah merelakan harta kalian berbagi dengan mereka. Ingatlah, demi Allah, sekiranya kalian menghindari mereka, niscaya mereka akan berpindah dari kalian menuju ke negeri lain.”
Kemudian perkataan Abdullah ibnu Ubay itu terdengar oleh Zaid ibnu Arqam r.a., maka ia melaporkannya kepada Rasulullah Saw. yang pada saat itu Zaid ibnu Arqam masih berusia remaja. Ketika ia sampai kepada Rasulullah Saw., di sisi beliau terdapat Umar ibnul Khattab r.a., lalu ia menceritakan kepada beliau apa yang telah dikatakan oleh Abdullah ibnu Ubay tadi. Maka Umar r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, perintahkanlah kepada Abbad ibnu Bisyar agar memenggal kepala Ibnu Salul.” Rasulullah Saw. menjawab: Hai Umar, bagaimanakah jawabanmu apabila orang-orang mengatakan bahwa Muhammad telah membunuh temannya sendiri. Tidak, tetapi serukanlah, hai Umar, kepada orang-orang untuk segera berangkat (pulang).
Ketika hal itu sampai kepada Abdullah ibnu Ubay, maka ia mendatangi Rasulullah Saw. dan meminta maaf kepadanya serta bersumpah bahwa dia tidak mengatakannya, yakni tidak mengatakan seperti apa yang dilaporkan oleh Zaid ibnu Arqam. Sedangkan Abdullah ibnu Ubay adalah seorang lelaki yang mempunyai kedudukan yang tinggi di kalangan kaumnya, maka mereka mengatakan, “Wahai Rasulullah, barangkali anak remaja ini (yakni Zaid ibnu Arqam) hanya berilusi dan masih belum dapat menangkap pembicaraan yang dikatakan oleh seorang yang telah dewasa.” Tetapi Rasulullah Saw. pergi di tengah hari, yaitu di saat yang pada kebiasaannya beliau tidak pernah memerintahkan untuk berangkat. Lalu Usaid ibnu Hudair r.a. datang menjumpai beliau Saw. dan mengucapkan salam penghormatan kenabian kepada beliau Saw. Kemudian Usaid berkata, “Demi Allah, engkau memerintahkan berangkat di saat yang tidak disukai dan yang belum pernah* engkau lakukan sebelumnya.” Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tidakkah engkau mendengar apa yang telah dikatakan oleh temanmu. Ibnu Ubay. Dia mengira bahwa apabila aku sampai di Madinah, maka orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah daripadanya.
Usaid ibnu Hudair r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, engkaulah orang yang kuat dan dia adalah orang yang hina (kalah).” Kemudian Usaid berkata pula, “Wahai Rasulullah, kasihanilah dia. Demi Allah, sesungguhnya ketika Allah mendatangkan engkau, sesungguhnya kami benar-benar telah menguntai manikam guna memahkotainya (menjadi pemimpin kami). Dan sesungguhnya dia memandang bahwa engkau telah merebut kerajaan itu dari tangannya.” Kemudian Rasulullah Saw. membawa pasukan kaum muslim berjalan hingga petang hari dan dilanjutkan pada malam harinya hingga pada pagi hari dan matahari meninggi hingga panasnya mulai terasa. Setelah itu beliau Saw. memerintahkan kepada pasukan kaum muslim untuk turun istirahat,aguna mengalihkan perhatian mereka dari topik pembicaraan yang sedang menghangat di kalangan mereka. Maka begitu orang-orang menyentuh tanah, mereka langsung tidur karena kecapaian, dan di tempat itulah diturunkan surat Al-Munafiqun.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Abdullah Al-Hafiz, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan, “Ketika kami bersama Rasulullah Saw. dalam suatu peperangan, maka ada seorang lelaki dari kalangan Muhajirin mendorong seorang lelaki dari kalangan Ansar (karena memperebutkan sesuatu). Maka orang Ansar mengatakan, ‘Hai orang-orang Ansar!’ Sedangkan orang Muhajirin mengatakan, ‘Hai orang-orang Muhajirin!’ Yakni meminta bantuan kepada temannya masing-masing. Maka Rasulullah Saw. bersabda: ‘Mengapa seruan jahiliah itu muncul lagi?Tinggalkanlah oleh kalian, karena sesungguhnya seruan jahiliah itu sudah usang (busuk)’.”
Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berkata, “Ternyata mereka melakukan seruan jahiliah itu. Demi Allah, sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.”
Jabir melanjutkan bahwa jumlah orang-orang Ansar di Madinah jauh lebih banyak daripada orang-orang Muhajirin di saat Rasulullah Saw. baru tiba di Madinah, kemudian lama-kelamaan sesudah itu jumlah kaum Muhajirin bertambah banyak. Maka Umar berkata, “Biarkanlah aku memenggal batang leher si munafik ini.” Tetapi Rasulullah Saw. bersabda: Biarkanlah dia, agar orang-orang tidak membicarakan bahwa Muhammad membunuh temannya sendiri.
Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini dari Husain ibnu Muhammad Al-Marwazi, dari Sufyan ibnu Uyaynah. Imam Bukhari meriwayatkannya pula dari Al-Humaidi, Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan lain-lainnya, dari Sufyan dengan sanad dan lafaz yang semisal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Al-Hakam, dari Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, dari Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa aku bersama Rasulullah Saw. dalam Perang Tabuk, maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mengatakan, “Sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah daripadanya.” Zaid ibnu Arqam melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menceritakan hal itu kepada Nabi Saw
Maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul bersumpah bahwa dirinya tidak mengatakan hal tersebut. Akhirnya kaum Zaid ibnu Arqam mencela dirinya, dan mereka mengatakan, “Apakah tujuanmu dengan hal tersebut? Zaid ibnu Arqam pergi, lalu tidur dalam keadaan bersedih hati. Tidak lama kemudian Rasulullah Saw. memanggilku dan bersabda kepadaku: Sesungguhnya Allah telah menurunkan wahyu yang memaafkanmu dan membenarkanmu. Zaid ibnu Arqam mengatakan bahwa ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Ansar), “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).”(Al-Munafiqun: 7) Sampai dengan firman-Nya: Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya. (Al-Munafiqun: 8)
Imam Bukhari meriwayatkan hadis ini dalam tafsir ayat ini melalui Adam ibnu Abu Iyas, dari Syu’bah. Kemudian ia mengatakan bahwa Ibnu Abu Zaidah telah meriwayatkan dari Al-A’masy, dari Amr, dari Ibnu Abu Laila, dari Zaid, dari Nabi Saw. Dan Imam Turmuzi serta Imam Nasai meriwayatkan hadis ini sehubungan dengan tafsir ayat ini melalui hadis Syu’bah dengan sanad yang sama.
Jalur lain dari Zaid ibnu Arqam. Imam Ahmad rahimahullah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam dan Yahya ibnu Abu Bukair. Keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, bahwa ia pernah mendengar Zaid ibnu Arqam. Dan Abu Bukair telah meriwayatkan dari Zaid ibnu Arqam. Disebutkan bahwa aku (Zaid ibnu Arqam) berangkat bersama pamanku di suatu peperangan, lalu aku mendengar Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mengatakan kepada teman-temannya, “Janganlah kamu membelanjakan hartamu kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah Saw. Dan sesungguhnya j ika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.” Kemudian aku ceritakan hal itu kepada pamanku, dan pamanku melaporkannya kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. memanggilku dan aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Lalu Rasulullah Saw. memanggil Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul dan teman-temannya, tetapi mereka bersumpah dengan nama Allah bahwa mereka tidak mengatakannya. Akhirnya Rasulullah Saw. tidak mempercayaiku dan membenarkan Ibnu Ubay, maka hal itu merupakan suatu pukulan yang berat bagiku yang tidak pernah kualami sebelumnya, hingga aku terpaksa menetap di dalam rumah, dan pamanku berkata, “Tiada yang engkau hasilkan selain dari ketidakpercayaan Rasulullah Saw. kepadamu dan kemarahan beliau kepadamu.” Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu. (Al-Munafiqun: 1) hingga akhir surat, lalu Rasulullah Saw. memanggilku dan membacakan surat Al-Munafiqun kepadaku, kemudian beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah telah membenarkanmu.
Kemudian Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, bahwa ia pernah mendengar Zaid ibnu Arqam mengatakan bahwa kami berangkat bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, dan dalam perjalanan itu orang-orang mengalami keadaan yang genting. Maka Abdullah ibnu Ubay berkata kepada teman-temannya, “Janganlah kamu membelanjakan harta kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar meninggalkannya.” Dan Ibnu Ubay mengatakan pula, bahwa sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya. Maka aku datang kepada Nabi Saw. dan menceritakan hal itu kepadanya, lalu beliau memanggil Abdullah ibnu Ubay dan menanyainya, tetapi Abdullah ibnu Ubay menyangkalnya dengan sumpah yang sekuatnya bahwa dia tidak mengatakan hal itu. Dan mereka berkata, “Si Zaid itu dusta, wahai Rasulullah.” Maka hatiku berduka cita karena ucapan mereka itu, dan Allah Swt. menurunkan wahyu yang membenarkan diriku, yaitu: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu. (Al-Munafiqun: 1) Kemudian Rasulullah Saw. memanggil mereka untuk memintakan ampunan kepada Allah bagi mereka, tetapi mereka memalingkan mukanya (menolak).
Firman Allah Swt.:
{كَأَنَّهُمْ خُشُبٌ مُسَنَّدَةٌ}
Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. (Al-Munafiqun: 4)
Bahwa mereka adalah orang-orang yang berpenampilan sangat baik.
Pendapat ini telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Nasai melalui hadis Zuhair.
Imam Bukhari telah meriwayatkannya pula, begitu juga Imam Turmuzi melalui hadis Israil, keduanya dari Abu Ishaq alias Amr ibnu Abdullah As-Subai’i Al-Hamdani Al-Kufi, dari Zaid dengan sanad yang sama.
Jalur lain dari Zaid. Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari As-Saddi, dari Abu Sa’d Al-Azdi, bahwa telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Arqam yang mengatakan bahwa kami ikut bersama Rasulullah Saw. dalam suatu peperangan. Bersama kami terdapat sejumlah orang Arab Badui, kami berebutan mengambil air dari mata air, dan orang-orang Badui itu mendahului kami menuju air mata air tersebut. Salah seorang dari Arab Badui itu mendahului teman-temannya untuk membuat kolam dan memenuhinya dengan air, serta menambak sekeliling kolam dengan batu, lalu memasang kuda-kuda untuk tempat timba di atasnya sambil menunggu kedatangan teman-temannya. Kemudian datanglah seorang lelaki dari kalangan Ansar ke tempat lelaki Badui itu, dan orang Ansar itu langsung menundukkan tali kendali unta kendaraannya dengan maksud agar untanya dapat minum dari air kolam tersebut. Akan tetapi, lelaki Badui itu menolaknya. Maka orang Ansar itu merasa jengkel, lalu ia membedah salah satu batu penahan kolam itu hingga airnya mengalir ke luar. Maka orang Badui itu mengangkat batang kayu miliknya dan memukulkannya ke kepala orang Ansar itu hingga membuatnya berdarah dan luka. Kemudian lelaki Ansar itu mendatangi Abdulllah ibnu Ubay dan menceritakan hal tersebut kepadanya, sedangkan dia adalah salah seorang dari teman Abdullah ibnu Ubay. Maka Abdullah ibnu Ubay marah dan berkata, “Janganlah kamu membelanjakan hartamu kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah Saw. supaya mereka bubar meninggalkannya,” Yang dia maksudkan adalah orang-orang Badui yang membantu Rasulullah Saw. Merekalah yang menyediakan makanan buat Rasulullah Saw. Abdullah ibnu Ubay berkata kepada teman-temannya, bahwa apabila mereka bubar dari sisi Rasulullah, maka datanglah kalian kepada Muhammad dengan membawa makanan, agar dia dan sahabat-sahabatnya makan. Kemudian Abdullah ibnu Ubay mengatakan pula, bahwa sesungguhnya jika kamu kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang yang lemah daripadanya. Zaid ibnu Arqam mengatakan bahwa saat itu ia membonceng pamannya. Dan ia mendengar apa yang telah dikatakan oleh Abdullah ibnu Ubay kepada teman-temannya itu, lalu ia menceritakan hal itu kepada pamannya. Maka pamannya berangkat dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah Saw., lalu Rasulullah Saw. memanggil Abdullah ibnu Ubay, tetapi Abdullah ibnu Ubay mengingkari perkataannya dan bersumpah bahwa dia tidak mengatakannya. Rasulullah Saw. membenarkan dia dan mendustakan aku. Pamanku datang, lalu berkata kepadaku, “Tiada lain yang kamu hasilkan selain kemurkaan Rasulullah Saw. Beliau mendustakanmu dan juga kaum muslim.” Hal itu membuat diriku merasa berduka cita yang sangat mendalam dan belum pernah kurasakan hal sesedih itu. Dan ketika aku sedang berjalan bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan, sedangkan kepalaku masih pusing disebabkan kesusahan itu, tiba-tiba Rasulullah Saw. datang mendekatiku dan menjewer telingaku seraya tersenyum memandang wajahku. Hal tersebut membuat diriku meledak gembira, dan ingin rasanya kebahagiaan ini kekal dalam kehidupan duniaku. Kemudian sahabat Abu Bakar menyusulku dan mengatakan, “Apakah yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. kepadamu?” Aku menjawab, “Beliau tidak mengatakan apa pun kepadaku, hanya beliau menjewer telingaku dan tersenyum seraya memandang wajahku.” Maka Abu Bakar berkata, “Bergembiralah kamu.” Lalu Umar menyusulku dan menanyaiku, maka kukatakan kepadanya seperti apa yang kukatakan kepada Abu Bakar. Dan pada pagi harinya Rasulullah Saw. membacakan kepada kami surat Al-Munafiqun.
Imam Turmuzi mengetengahkan hadis ini secara munfarid, dan ia mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafrz Imam Baihaqi, dari Al-Hakim, dari Ubaidillah ibnu Musa dengan sanad yang sama. Tetapi dalam riwayatnya disebutkan sesudah kata-kata Zaid ibnu Arqam, bahwa lalu Rasulullah Saw. membacakan surat Al-Munafiqun kepada kami, yaitu firman-Nya: Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata, “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah.” (Al-Munafiqun: 1) sampai dengan firman-Nya: Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Ansar), “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).”(Al-Munafiqun: 7) hingga firman-Nya: benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya. (Al-Munafiqun: 8)
Abdullah ibnu Lahi’ah telah meriwayatkan dari Abul Aswad ibnu Urwah ibnuz Zubair di dalam kitab Al-Magazi, dan juga Musa ibnu Uqbah di dalam kitab Magazi-nya kisah ini dengan konteks yang sama. Tetapi keduanya menceritakan bahwa yang menyampaikan ucapan Abdullah ibnu Ubay kepada Rasulullah Saw. adalah Aus ibnu Aqram dari kalangan Banil Haris ibnul Khazraj. Barangkali dia adalah penyampai yang lain, atau kekeliruan dari pihak pendengar (hadis); hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Aziz Al-Aili, telah menceritakan kepadaku Salam, telah menceritakan kepadaku Aqil, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim, bahwa Urwah ibnuz Zubair dan Umar ibnu Sabit Al-Ansari pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. berangkat ke medan perang Al-Muraisi’, yang dalam perang itu Rasulullah Saw. menghancurkan berhala Manat yang terletak di antara Musyallal dan pantai. Rasulullah Saw. mengirimkan Khalid ibnul Walid, lalu Khalid menghancurkan berhala Manat tersebut.
Dalam perang tersebut yang Rasulullah Saw. ikut di dalamnya, terjadi suatu perselisihan antara dua orang; salah seorangnya dari kalangan Muhajirin, sedangkan yang lainnya dari Bani Bahzyang merupakan teman sepakta orang-orang Ansar. Ternyata dalam perkelahian itu orang dari Muhajirin dapat mengalahkan orang dari Bani Bahz, maka lelaki yang dari Bani Bahz mengatakan, “Hai orang-orang Ansar, tolonglah aku,” maka beberapa orang dari kalangan Ansar membantunya. Akhirnya lelaki Muhajirin itu berkata pula, “Hai orang-orang Muhajirin, tolonglah aku,” maka beberapa orang Muhajirin membantunya, hingga terjadilah perang kecil di antara sekelompok orang-orang Ansar dan orang-orang Muhajirin. Tetapi pada akhirnya mereka dapat dipisahkan dan bisa dilerai.
Kemudian tiap orang munafik atau orang yang ada penyakit dalam hatinya pulang melapor kepada Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul, lalu dilaporkan kepadanya, “Dahulu engkau merupakan harapan dan tempat untuk berlindung bagi kami, tetapi kini engkau tidak dapat membuat mudarat dan tidak pula manfaat. Sesungguhnya para imigran itu telah bersatu menentang kami.” Mereka menyebut kaum Muhajirin dengan istilah pira imigran. Maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul mengatakan, “Demi Allah, sesungguhnya jika kita kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah daripadanya.” Kemudian Malik ibnud Dukhsyun mengatakan (dia adalah salah seorang munafik), “Bukankah telah kukatakan bahwa janganlah kalian membelanjakan harta kepada orang-orang yang ada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar meninggalkannya.”
Umar ibnul Khattab mendengar perkataan tersebut, lalu ia datang dengan jalan kaki menghadap kepada Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah kepadaku terhadap lelaki yang telah menghasut banyak orang ini, aku akan memenggal batang lehernya.” Umar bermaksud Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul. Maka Rasulullah Saw. bertanya, “Apakah engkau benar akan membunuhnya jika kuperintahkan kepadamu untuk membunuhnya?” Umar menjawab, “Ya, jika engkau perintahkan kepadaku untuk membunuhnya, niscaya kupenggal kepalanya.” Rasulullah Saw. bersabda, “Sekarang duduklah kamu (bersabarlah).”
Kemudian datanglah Usaid ibnu Hudair, salah seorang pemimpin orang Ansar dari kalangan Bani Abdul Asyhal, dan ia menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, “Wahai Rasulullah, izinkanlah kepadaku terhadap lelaki ini yang telah menghasut banyak orang, aku akan memenggal batang lehernya.” Rasulullah Saw. bertanya, “Apakah engkau akan membunuhnya jika aku perintahkan kamu membunuhnya?” Usaid menjawab, “Jika engkau perintahkan aku untuk membunuhnya, niscaya aku benar-benar akan memenggal batang lehernya dengan pedang ini.” Rasulullah Saw. bersabda, “Duduklah kamu.”
Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda, “Perintahkanlah kepada orang-orang agar segera berangkat.” Maka Rasulullah Saw. berangkat membawa pasukan kaum muslim di tengah hari. Perjalanan itu terus berlanjut sampai malam hari hingga keesokan harinya di saat matahari mulai meninggi, setelah itu beliau perintahkan kepada orang-orang untuk turun istirahat. Kemudian beliau Saw. membawa mereka berangkat meneruskan perjalanan di siang harinya saat matahari sedang terik-teriknya, perjalanan ditempuhnya sama dengan masa yang sebelumnya, hingga pagi hari sampai di Madinah. Jarak perjalanan ditempuh dalam waktu tiga hari dari Al-Musyallal.
Setelah sampai di Madinah, Rasulullah Saw. memanggil Umar, lalu bersabda kepadanya, “Hai Umar, apakah engkau akan membunuhnya jika kuperintahkan untuk membunuhnya?” Umar menjawab, “Ya.” Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Allah, seandainya engkau membunuhnya saat itu, niscaya akan banyak kaum lelaki yang terhina olehmu. Seandainya aku perintahkan pada hari itu untuk membunuhnya, niscaya mereka akan membunuhnya, maka orang-orang akan membicarakan bahwa aku telah menganiaya sahabat-sahabatku sendiri dan membunuh mereka dalam keadaan tidak berdaya. Dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Ansar), “Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah).” (Al-Munafiqun: 7) sampai dengan firman-Nya: Mereka berkata, “Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah.” (Al-Munafiqun: 8), hingga akhir ayat.
Konteks riwayat ini garib (aneh), tetapi di dalamnya terkandung banyak hal yang berharga berupa informasi yang tidak dijumpai dalam riwayat lainnya.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Umar ibnu Qatadah, bahwa anak Abdullah Ibnu Ubay ibnu Salul (yaitu Abdullah) ketika mendengar berita tentang ayahnya, lalu ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah sampai suatu berita kepadaku bahwa engkau hendak membunuh Abdullah ibnu Ubay karena ucapannya terhadap dirimu. Jika engkau hendak melaksanakannya, maka perintahkanlah kepadaku untuk mengeksekusinya, dan akulah yang akan membawakan kepalanya ke hadapanmu. Demi Allah, semua orang Khazraj telah mengetahui bahwa tiada seorang pun yang iebih berbakti kepada orang tuanya selain aku. Sesungguhnya aku merasa khawatir j ika engkau perintahkan orang lain untuk mengeksekusinya, maka aku tidak dapat menahan diri melihat pembunuh ayahku berjalan bebas di tengah orang banyak, dan aku membunuhnya, sehingga kesimpulannya berarti aku membunuh seorang mukmin karena dia membunuh seorang yang kafir, dan akhirnya akan menjerumuskan diriku ke dalam neraka.” Maka Rasulullah Saw. menjawab: Tidak, bahkan kami berbelaskasihan terhadapnya dan tetap berhubungan baik dengannya selama dia tetap bersama kami.
Ikrimah dan Ibnu Zaid serta selain keduanya mengatakan bahwa ketika orang-orang (pasukan kaum muslim) kembali ke Madinah, maka Abdullah ibnu Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul berdiri di depan pintu gerbang kota Madinah seraya menghunus pedangnya, dan orang-orang pun melewatinya. Tetapi ketika ayahnya (yaitu Abdullah ibnu Ubay) datang, maka ia berkata kepadanya, “Mundurlah, hai ayah!” Ayahnya bertanya, “Celakalah kamu, mengapa kamu bersikap seperti itu.”
Abdullah ibnu Abdullah ibnu Ubay berkata, “Demi Allah, engkau tidak boleh melewati pintu gerbang ini sebelum Rasulullah Saw. mengizinkan dirimu masuk, karena sesungguhnya dialah orang yang menang dan engkau adalah orang yang kalah.” Ketika Rasulullah Saw. datang karena beliau berada di barisan belakang sebagai penggiring pasukan, maka Abdullah ibnu Ubay mengadu kepada beliau tentang perlakuan putranya. Dan Abdullah putranya berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, dia tidak boleh masuk sebelum engkau mengizinkannya masuk.” Maka Rasulullah Saw. mengizinkannya untuk memasuki Madinah. Dan putranya berkata, “Sekarang Rasulullah telah memberimu izin untuk masuk, maka silakan masuk.”
Abu Bakar alias Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi telah mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Abu Harun Al-Madani, bahwa Abdullah berkata kepada ayahnya, “Demi Allah, engkau tidak boleh masuk Madinah sebelum engkau katakan bahwa Rasulullah Saw. adalah orang yang kuat dan aku adalah orang yang kalah.”
Dan Abdullah datang menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah sampai kepadaku suatu berita yang mengatakan bahwa engkau hendak membunuh ayahku. Maka demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, aku belum pernah menatap wajah ayahku karena segan kepadanya. Tetapi sesungguhnya jika engkau menghendaki agar aku mendatangkan kepalanya ke hadapanmu, aku sanggup membawakannya ke hadapanmu (dalam keadaan telah terpenggal). Karena sesungguhnya aku tidak suka melihat orang lain membunuh ayahku.”