*4. Aurat yang Wajib Ditutup Menurut Madzhab Yang Empat*
a. Menurut Madzhab Hanafi: Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan 2 telapak tangannya[19], oleh karenanya kepala wanita adalah aurat yang harus ditutup[20]. Bahkan berkata Imam Hanafi: Kewajiban menutup aurat di depan manusia sudah menjadi ijma’ (konsensus semua
ulama), demikian pula saat ia shalat walaupun shalatnya sendirian, maka saja ada orang yang melakukan shalat dalam keadaan sendirian menutup aurat sekalipun di tempat yang amat gelap-gulita padahal ia memiliki pakaian yang dapat menutupinya maka shalatnya batal[21].
b. Menurut Madzhab Maliki: Aurat wanita di depan sesama wanita muslimah adalah sama dengan aurat laki-laki dengan sesama laki-laki (yang tidak boleh terlihat hanya antara pusar sampai lutut -pen)[22], aurat wanita di depan laki-laki muslim adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan 2 tapak tangannya, aurat wanita di depan laki-laki kafir adalah seluruh termasuk wajah dan 2 tapak tangannya[23]. Berkata Imam Malik: seorang wanita merasa wajahnya atau tapak tangannya demikian sehingga ia amat kuatir orang yang melihatnya terkena fitnah baik ia tutup bagian tersebut (dengan cadar misalnya -pen)[24].
c. Menurut Madzhab Syafi’i[25]: Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan 2 tapak tangannya[26], yaitu tapak tangannya yang bagian atas maupun yang bagian bawahnya bukan termasuk aurat, tapi dalam masalah ini madzhab kami ada 2 qaul, namun berkata Al-Muzni bahwa yang kuat ia bukan termasuk aurat[27]. Telapak kaki wanita termasuk aurat [28], bagi banci yang menurut kedokteran dominan sifat wanitanya maka auratnya sama dengan aurat wanita[29]. Berkata Imam Syafi’i: Bukan hanya batas aurat-nya[30] saja yang harus ditutup, melainkan tidak aurat tersebut ditutupi oleh pakaian yang menutupi seluruhnya ia masih ketat/ membentuk tubuh[31].
d. Menurut Madzhab Hanbali: Ada 2 qaul[32], yang pertama menyatakan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya sampai ke kuku-kukunya[33] berdasarkan hadits riwayat Tirmidzi: Al-Mar’atu ‘aurah (wanita itu aurat), dan qaul kedua dikecualikannya wajah dan 2 tapak tangan berdasar hadits larangan bagi wanita menutup keduanya saat Ihram[34], juga sesuai dengan makna ayat “maa zhahara minha (kecuali yang biasa nampak)”[35] maka wajah dan 2 tapak tanganlah makna ayat tersebut karena keduanya tidak mungkin ditutup untuk mengenali orang saat berbisnis dsb[36], ada juga yang menambahkan kedua tapak kaki[37].
e. Tarjih wal Mulahazhat: Sebab dari adanya perbedaan pendapat ini adalah dalam menafsirkan ayat QS An-Nur di atas. Apakah maknanya ada yang boleh nampak atau maknanya tidak ada yang boleh nampak bagi wanita. Jumhur fuqaha berpendapat wajah dan 2 tapak tangan bukan aurat bagi wanita (Imam Hanafi menambahkan tapak kaki wanita bukan aurat), sementara Abubakar bin AbduRRAHMAN dan satu qaul dari Imam Ahmad berpendapat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat.
Mereka yang berpendapat bahwa tidak ada yang biasa nampak untuk wanita dan menyatakan seluruh tubuhnya adalah aurat, berdalil dengan menafsirkan ayat ini dengan ayat di surah Al-Ahzab di atas (tafsirul Qur’an bil Qur’an).
Adapun kelompok yang menyatakan adanya pengecualian wajah dan 2 tapak tangan berdalil dengan wajibnya membuka kedua hal ini saat haji berdasar hadits-hadits shahih, dan pendapat yang kedua ini lebih kuat waLLAAHu a’lam bish Shawaab.
Demikian wahai para wanita muslimah -rahimakumuLLAAH-, jadi bukan menggunakan pendekatan logika atau pendekatan kultural Arab, antropologi, sosiologi dan yang semacamnya yang tentu saja bisa berbeda-beda, rambut sama hitam pendapat bisa berbeda. Melainkan semuanya itu – jika kita bicara syari’ah – harus berdasarkan dalil dan di-istinbath menggunakan metode ilmu syari’ah yang benar dan bukan metode kirata (dikira-kira tapi nyata).
Dan yang demikian ini jika kita masih menganggap Al-Qur’an itu adalah firman ALLAAH SWT yang terjaga dari kesalahan, dan Hadits Shahih adalah sabda Nabi SAW yang ma’shum lepas dari hawa nafsu. Kecuali jika kita anggap Al-Qur’an seperti koran harian yang bisa direaktualisasi atau hadits Nabi SAW setara dengan ucapan Nietsche atau Juergen Habermas, maka sungguh aku berlindung pada ALLAAH SWT dari hal yang demikian bagi diriku sendiri dan seluruh keturunanku, fa ayna tadzhabina ayyuhal muslimah..???
___
*Catatan Kaki:*
[1] Lih. Ash-Shihaah Fil Lughah, II/5; Tahdzib Al-Lughah, I/367
[2] Lih. Lisanul Arab, IV/612; Tajul Arus, I/3257
[3] Lih. Al-Fiqh Al-Islamiy, I/738
[4] Tafsir Ibnu Katsir, VI/481
[5] Kamus Al-Munawwir, bab Ja-la-ba, hal 199
[6] Demikianlah pendapat para mufassir seperti Ibnu Mas’ud, Ubaidah, Qatadah, Hasan Al-Bashri, Said bin Jubair, Ibrahim An-Nakha’i, Atha’ Al-Khurasaniy.
[7] Lih. Ash-Shihaah, I/101; demikian pendapat Al-Jauhary berdasarkan sya’ir seorang tokoh wanita dari suku Hudzail: “Berjalanlah ia seorang diri dengan lalai.. Yaitu dengan telanjang (hanya berkerudung saja – pen) tanpa berjilbab.”
[8] QS Al-Ahzab, 33:59
[9] Tafsir At-Thabari, XX/324
[10] Tafsir Ibnu Katsir, VI/481
[11] Tafsir Durrul Mantsur, VIII/208, hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Al-Baihaqi dan Ibnu Sa’d
[12] Shahih Bukhari, no. 2314, 6633 dan Muslim, no. 1697
[13] Lih. Asbab Nuzulil Qur’an, Al-Wahidi, I/126; Lih. Juga Tafsir Munir, Az-Zuhayli, XI/247
[14] QS Al-Ahzab, 33:59
[15] Lih. Tafsir AbduRRAZZAQ, II/101; ada riwayat lain yang menjadi syawahid atas hadits ini yang diriwayatkan Al-Hasan bin Muslim, dari Shafiyyah binti Syaibah, dari A’isyah RA (Lih. Shahih Bukhari, no.4759)
[16] HR Abu Daud no. 164; Tirmidzi, II/215-216; Ibnu Majah no. 655; Ibnu Abi Syaibah, II/28; Al-Hakim, I/251; Al-Baihaqi, II/233; Ahmad, VI/150; Di-shahih-kan oleh Albani dalam Al-Irwa’, I/214
[17] HR Abu Daud, II/138, hadits ini dha’if tapi ada syahid dari hadits Asma’ binti Umays RA dari Al-Baihaqi, VII/76, sehingga menjadi hasan, lih. Al-Irwa’, VI/203
[18] HR Muslim, XIV/229 hadits no. 5704 (Imam Muslim sampai menamai babnya ini dengan nama: “Wanita2 yang Berpakaian Tapi Telanjang”); Al-Baihaqi, II/234; Ahmad, II/355
[19] Al-Ikhtiyar Li Ta’lil Al-Mukhtar, I/4
[20] Al-Mabsuth, II/64
[21] Raddul Mukhtar, I/375
[22] Mawahib Al-Jalil fi Syarh Mukhtashar Syaikh Khalil, IV/16
[23] Asy-Syarhul Kabir Li Syaikh Ad-Dardir, I/214
[24] Mawahib Al-Jalil fi Syarh Mukhtashar Syaikh Khalil, IV/24
[25] Imam Az-Zayadi Asy-Syafi’i dalam Syarhul Muharrar menyebutkan 4 jenis aurat bagi wanita: Pertama, aurat saat shalat yaitu kecuali wajah dan 2 tapak tangan;
Kedua, aurat pandangan dari orang laki-laki yaitu semuanya termasuk lelaki dilarang memandangi secara terus-menerus wajah dan tangan wanita;
Ketiga, aurat di depan suami atau saat sendirian yaitu sama dengan aurat laki-laki (kecuali pusar dan lutut);
Keempat, aurat di depan orang kafir yaitu seluruh tubuhnya (Lih. Hawasyi Asy-Syairaziy, II/112).h
[26] Al-Majmu’, III/167
[27] Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftin, I/104
[28] Al-Umm, I/109
[29] Fathul Wahhab, I/88
[30] Aurat ada yang mughalazhah (aurat besar) yaitu 2 kemaluan dan ada yang ghairu-mughalazhah (aurat kecil), keduanya harus ditutup
[31] Al-Qawanin Al-Fiqhiyyah, hal. 54
[32] Menurut Abul Ma’aliy Al-Hanbali, aurat anak sbb:
1) Sblm 6 tahun semuanya bisa dilihat,
2) Setelah 6 th yang boleh dilihat rambut, betis dan lengan (ada juga yang menyatakan seluruh tubuhnya kecuali 2 kemaluan),
3) Setelah 10 tahun sama dengan setelah baligh (lih. Al-Furu’ Libni Muflih, I/476).
[33] Ibid.
[34] Asy-Syarhul Kabir, I/458
[35] QS An-Nur, 24/31
[36] Al-Iqna’, I/113
[37] Al-Furu’ Libni Muflih, I/476
diambil dari Al-Ikhwan.net