{وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلا الْحُسْنَى وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (107) لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ (108) }
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang mukmin) dan karena kekafiran(nya), dan untuk memecah belah antara orang-orang mukmin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah, “Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu salat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.
Penyebab turunnya ayat-ayat ini ialah bahwa sebelum kedatangan Nabi Saw. di Madinah terdapat seorang lelaki dari kalangan kabilah Khazraj yang dikenal dengan nama Abu Amir Ar-Rahib. Sejak masa Jahiliah dia telah masuk agama Nasrani dan telah membaca ilmu ahli kitab. Ia melakukan ibadahnya di masa Jahiliah, dan ia mempunyai kedudukan yang sangat terhormat di kalangan kabilah Khazraj.
Ketika Rasulullah Saw. tiba di Madinah untuk berhijrah, lalu orang-orang muslim berkumpul bersamanya, dan kalimah Islam menjadi tinggi serta Allah memenangkannya dalam Perang Badar, maka si terkutuk Abu Amir ini mulai terbakar dan bersikap oposisi serta memusuhi beliau secara terang-terangan. Ia melarikan diri bergabung dengan orang-orang kafir Mekah dari kalangan kaum musyrik Quraisy dan membujuk mereka untuk memerangi Rasulullah Saw.
Maka bergabunglah bersamanya orang-orang dari kalangan Arab Badui yang setuju dengan pendapatnya, lalu mereka datang pada tahun terjadinya Perang Uhud. Maka terjadilah suatu cobaan yang menimpa kaum muslim dalam perang itu. tetapi akibat yang terpuji hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Tersebutlah bahwa si laknat Abu Amir ini telah membuat lubang-lubang di antara kedua barisan pasukan, dan secara kebetulan Rasulullah Saw. terjatuh ke dalam salah satunya. Dalam perang itu Rasulullah Saw. mengalami luka pada wajahnya, gigi geraham bagian bawah kanannya ada yang rontok, dan kepalanya luka.
Pada permulaan perang, Abu Amir maju menghadapi kaumnya yang tergabung ke dalam barisan orang-orang Ansar, lalu ia berkhotbah kepada mereka, membujuk mereka guna membantunya dan bergabung ke dalam barisannya. Setelah menyelesaikan pidatonya itu, orang-orang mengatakan, “Semoga Allah tidak memberikan ketenangan pada matamu, hai orang fasik, hai musuh Allah.” Mereka melempari dan mencacinya. Akhirnya Abu Amir kembali seraya berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kaumku telah tertimpa keburukan sepeninggalku.”
Pada mulanya Rasulullah Saw. telah menyerunya untuk menyembah Allah —yaitu sebelum ia melarikan diri—dan membacakan Al-Qur’an kepadanya, tetapi ia tetap tidak mau masuk Islam, dan membangkang. Maka Rasulullah Saw. mendoa untuk kecelakaannya, semoga dia mati dalam keadaan jauh dari tempat tinggalnya dan terusir. Maka doa itu menimpanya.
Kejadian itu terjadi ketika kaum muslim selesai dari Perang Uhudnya dan Abu Amir melihat perkara Rasulullah Saw. makin bertambah tinggi dan makin muncul. Maka Abu Amir pergi menemui Heraklius—Raja Romawi— untuk meminta pertolongan kepadanya dalam menghadapi Nabi Saw. Kaisar Romawi memberikan janji dan harapan kepadanya, lalu ia bermukim di kerajaan Romawi.
Sesudah itu Abu Amir menulis surat kepada segolongan kaumnya dari kalangan Ansar yang tergabung dalam golongan orang-orang munafik lagi masih ragu kepada Islam. Dia menjanjikan dan memberikan harapan kepada mereka, bahwa kelak dia akan datang kepada mereka dengan membawa pasukan Romawi untuk memerangi Rasulullah Saw. dan mengalahkannya serta menghentikan kegiatannya. Lalu Abu Amir menganjurkan orang-orangnya untuk membuat suatu benteng yang kelak akan dipakai untuk berlindung bagi orang-orang yang datang kepada mereka dari sisinya guna menunaikan ajaran kitabnya. Tempat itu sekaligus akan menjadi tempat pengintaian baginya kelak di masa depan bila ia datang kepada mereka.
Maka orang-orang Abu Amir mulai membangun sebuah masjid yang letaknya berdekatan dengan Masjid Quba. Mereka membangun dan mengukuhkannya, dan mereka baru selesai dari pembangunan masjidnya di saat Rasulullah Saw. hendak pergi ke medan Tabuk. Lalu para pembangunnya datang menghadap Rasulullah Saw. dan memohon kepadanya agar sudi melakukan salat di masjid mereka. Tujuan mereka untuk memperoleh bukti melalui salat Nabi Saw. di dalamnya, sehingga kedudukan masjid itu diakui dan dikuatkan.
Mereka mengemukakan alasannya, bahwa sesungguhnya mereka membangun masjid ini hanyalah untuk orang-orang yang lemah dari kalangan mereka dan orang-orang yang berhalangan di malam yang sangat dingin. Tetapi Allah Swt. memelihara Nabi Saw. dari melakukan salat di dalam masjid itu. Nabi Saw. menjawab permintaan mereka melalui sabdanya:
Sesungguhnya kami sedang dalam perjalanan. Tetapi jika kami kembali, insya Allah.
Ketika Nabi Saw. kembali ke Madinah dari medan Tabuk, dan jarak antara perjalanan untuk sampai ke Madinah hanya tinggal sehari atau setengah hari lagi, Malaikat Jibril a.s. turun dengan membawa berita tentang Masjid Dirar dan niat para pembangunnya yang hendak menyebarkan kekufuran dan memecah belah persatuan umat Islam. Mereka hendak menyaingi masjid kaum muslim —yaitu Masjid Quba— yang sejak semula dibangun dengan landasan takwa.
Maka Rasulullah Saw. mengutus orang-orang ke Masjid Dirar itu untuk merobohkannya sebelum beliau tiba di Madinah.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa mereka adalah sejumlah orang dari kalangan orang-orang Ansar yang membangun sebuah masjid baru. Sebelum itu Abu Amir berkata kepada mereka, “Bangunlah sebuah masjid, dan buatlah persiapan semampu kalian untuk menghimpun senjata dan kekuatan, sesungguhnya aku akan berangkat menuju ke Kaisar Romawi untuk meminta bantuan. Aku akan mendatangkan bala tentara dari kerajaan Romawi untuk mengusir Muhammad dan sahabat-sahabatnya dari Madinah.” Setelah mereka selesai membangunnya, maka menghadaplah mereka kepada Nabi Saw. dan berkata, “Sesungguhnya kami baru selesai membangun sebuah masjid. Maka kami suka bila engkau melakukan salat di dalamnya dan mendoakan keberkatan buat kami.” Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu salat di dalam masjid itu untuk selama-lamanya, (At-Taubah: 108) sampai dengan firman-Nya: kepada orang-orang yang zalim. (At-Taubah: 109)
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sa’id ibnu Jubair, Mujahid, Urwah ibnuz Zubair, dan Qatadah serta ulama lainnya yang bukan hanya seorang.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, Yazid ibnu Rauman, Abdullah ibnu Abu Bakar, Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa Rasulullah Saw. kembali dari medan Tabuk, lalu turun istirahat di Zu Awan, nama sebuah kampung yang jaraknya setengah hari dari Madinah. Sebelum itu di tempat yang sama para pembangun Masjid Dirar pernah datang kepada Rasulullah Saw. yang saat itu sedang bersiap-siap menuju ke medan Tabuk. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah membangun sebuah masjid untuk orang-orang yang uzur dan orang-orang yang miskin di saat malam yang hujan dan malam yang dingin. Dan sesungguhnya kami sangat menginginkan jika engkau datang kepada kami dan melakukan salat di dalam masjid kami serta mendoakan keberkatan bagi kami.” Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Sesungguhnya aku sedang dalam perjalanan dan dalam keadaan sibuk. Atau dengan perkataan lainnya yang semisal. Selanjutnya Rasulullah Saw. bersabda pula: Seandainya kami tiba, insya Allah, kami akan datang kepada kalian dan kami akan melakukan salat padanya untuk memenuhi undangan kalian. Ketika Rasulullah Saw. sampai di Zu Awan, datanglah berita (wahyu) yang menceritakan perihal masjid tersebut. Lalu Rasulullah Saw. memanggil Malik ibnud Dukhsyum (saudara lelaki Bani Salim ibnu Auf) dan Ma’an ibnu Addi atau saudara lelakinya (yaitu Amir ibnu Addi yang juga saudara lelaki Al-Ajian). Lalu beliau Saw. bersabda: Berangkatlah kamu berdua ke masjid ini yang pemiliknya zalim, dan robohkanlah serta bakarlah masjidnya. Maka keduanya berangkat dengan langkah-langkah cepat, hingga datang ke tempat orang-orang Bani Salim ibnu Auf yang merupakan golongan Malik ibnud Dukhsyum. Lalu Malik berkata kepada Ma’an, “Tunggulah aku, aku akan membuatkan api untukmu dari keluargaku.” Lalu Malik masuk menemui keluarganya dan mengambil daun kurma, lalu menyalakan api dengannya. Setelah itu keduanya berangkat dengan cepat hingga datang ke masjid itu dan memasukinya. Di dalam masjid terdapat orang-orangnya, maka keduanya membakar masjid itu dan merobohkannya, sedangkan orang-orang yang tadi ada di dalamnya bubar keluar berpencar-pencar. Dan diturunkanlah Al-Qur’an yang menceritakan perihal mereka, yaitu firman-Nya: Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (kepada orang mukmin) dan karena kekajiran(pya). (At-Taubah: 107)
Dan tersebutlah bahwa orang-orang yang membangunnya terdiri atas dua belas orang lelaki, yaitu Khaddam ibnu Khalid dari kalangan Bani Ubaid ibnu Zaid, salah seorang dari Bani Amr ibnu Auf yang dari rumahnya dimulai pembangunan Masjid Syiqaq ini, lalu Sa’labah ibnu Hatib dari Bani Ubaid, Mawali ibnu Umayyah ibnu Yazid, Mut’ib ibnu Qusyair dari kalangan Bani Dabi’ah ibnu Zaid, Abu Habibah ibnu Al-Az’ar dari kalangan Bani Dabi’ah ibnu Zaid, Ibad ibnu Hanif (saudara Sahl ibnu Hanif) dari kalangan Bani Amr ibnu Auf, Hari sah ibnu Amir dan kedua anakn ‘a (yaitu Majma’ ibnu Harisah dan Zaid ibnu Hari sah), juga Nabtal Al-Haris mereka dari kalangan Bani Dabi’ah, Mukharrij yang dari kalangan Bani Dabi’ah, Yajad ibnu Imran dari kalangan Bani Dabi’ah, dan Wadi’ah ibnu Sabit serta Mawali ibnu Umayyah golongan Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلَيَحْلِفُنَّ}
Mereka sesungguhnya bersumpah. (At-Taubah: 107)
Yakni mereka yang membangun masjid itu.
{إِنْ أَرَدْنَا إِلا الْحُسْنَى}
Kami tidak menghendaki selain kebaikan. (At-Taubah: 107)
Maksudnya, kami tidak menghendaki membangun masjid ini melainkan hanya kebaikan belaka dan belas kasihan kepada orang-orang. Maka Allah Swt. menjawab perkataan mereka melalui firman-Nya:
{وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ}
Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). (At-Taubah: 107)
Mereka dusta dalam tujuannya dan mengelabui niat yang sebenarnya. Karena sesungguhnya mereka membangunnya hanyalah semata-mata untuk menyaingi Masjid Quba, hendak menimbulkan kemudaratan, serta karena terdorong oleh kekafiran mereka, dan untuk memecah belah persatuan di antara kaum mukmin; juga menunggu kedatangan orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu, yaitu Abu Amir, seorang fasik yang dijuluki ‘si Rahib la’natullah’.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَا تَقُمْ فِيهِ أَبَدًا}
Janganlah kamu melakukan salat dalam masjid itu selama-lamanya. (At-Taubah: 108)
Larangan ini ditujukan kepada Nabi Saw., sedangkan umatnya mengikut kepada beliau dalam hal tersebut, yakni dilarang melakukan salat di dalam Masjid Dirar itu untuk selama-lamanya.
Kemudian Allah menganjurkan Nabi Saw. untuk melakukan salat di Masjid Quba, karena Masjid Quba sejak permulaan pembangunannya dilandasi dengan takwa, yaitu taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya; juga untuk mempersatukan kalimat umat mukmin serta menjadi benteng dan tempat berlindung bagi Islam dan para pemeluknya. Karena itulah Allah Swt. berfirman:
{لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ}
Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba) sejak hari pertama adalah lebih patut kamu salat di dalamnya. (At-Taubah: 108)
Konteks ayat ini ditujukan kepada Masjid Quba. Karena itulah dalam hadis sahih dari Rasulullah Saw. disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda;
Melakukan salat di dalam masjid Quba sama pahalanya dengan melakukan umrah.
Di dalam hadis sahih lainnya disebutkan bahwa Rasulullah Saw. sering mengunjungi Masjid Quba, baik dengan berjalan kaki ataupun berkendaraan. Dalam hadis lainnya lagi disebutkan bahwa Rasulullah Saw. membangun dan meletakkan batu pertamanya begitu beliau tiba di tempatnya, dan tempat beristirahatnya adalah di rumah Bani Amr ibnu Auf. Malaikat Jibrillah yang membantunya untuk meluruskan arah kiblat masjid tersebut.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Ala, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah ibnu Hisyam, dari Yunus ibnul Hari’s, dari Ibrahim ibnu Abu Maimunah, dari AbuSaleh, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw., bahwa firman-Nya berikut ini: Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. (At-Taubah: 108) berkenaan dengan ahli Quba. Mereka selalu bersuci dengan air, maka diturunkan-Nyalah ayat ini mengenai mereka, yakni sebagai pujian kepada mereka.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Yunus ibnul Haris, tetapi ia daif. Imam Turmuzi mengatakan bahwa bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib.
Imam Tabrani mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali Al-Umari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnul Fadl, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Al-A’masy, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman Allah Swt.: Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. (At-Taubah: 108) Maka Rasulullah Saw. mengirimkan utusan kepada Uwaim ibnu Sa’idah untuk menanyakan, “Cara bersuci apakah yang membuat Allah memuji kalian?” Maka Uwaim menjawab, “Wahai Rasulullah, tidak sekali-kali seseorang dari kami —baik lelaki maupun wanita-— selesai dari buang airnya, melainkan ia membasuh kemaluannya atau pantatnya.” Maka Nabi Saw. bersabda, “Itulah yang dimaksudkan.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan Ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Uwais telah menceritakan kepada kami Syurahbil, dari Uwaim ibnu Sa’idah Al-Ansari; ia menceritakan hadis berikut, bahwa Nabi Saw. datang kepada mereka di Masjid Quba, lalu bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt. telah memuji kalian dengan pujian yang baik dalam bersuci dalam konteks kisah masjid kalian ini. Maka cara bersuci bagaimanakah yang biasa kalian lakukan?” Mereka menjawab, “Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak mengetahui sesuatu pun melainkan kami mempunyai tetangga dari kalangan orang-orang Yahudi. Mereka biasa membasuh pantat mereka sesudah buang air, maka kami melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan mereka.”
Ibnu Khuzaimah telah meriwayatkannya pula di dalam kitab Sahih-nya.
Hasyim telah meriwayatkan dari Abdul Humaid Al-Madani, dari Ibrahim ibnul Ma’la Al-Ansari, bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada Uwaim ibnu Sa’idah, “Apakah yang membuat Allah memuji kalian melalui firman-Nya: ‘Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri.’ (At-Taubah: 108), hingga akhir ayat. Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami biasa membasuh dubur kami dengan air (sehabis buang air besar).”
Sa’d. dari Ibrahim ibnu Muhammad, dari Syurahbil ibnu Sa’d yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Khuzaimah ibnu Sabit berkata bahwa firman-Nya berikut ini diturunkan: Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108) Mereka biasa membasuh dubur mereka sehabis buang air besar.
Hadis lain adalah, Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan:
bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Malik (yakni Ibnu Migwal), bahwa ia pernah mendengar Sayyar (yakni Abul Hakam) meriwayatkan dari Syahr ibnu Hausyab, dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Salam yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. tiba di Quba, lalu bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. telah memuji kalian dalam hal bersuci dengan pujian yang baik, maka ceritakanlah kepadaku. Yang dimaksud Nabi Saw. adalah firman Allah Swt.: Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri. (At-Taubah: 108) Maka mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menjumpainya telah tercatat di dalam kitab Taurat sebagai suatu kewajiban, bahwa bersuci sehabis buang air adalah memakai air.”
Segolongan ulama Salaf menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah Masjid Quba demikianlah menurut riawayat Ali bin Abu Talhah dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula oleh Abdur Razzaq, dari Ma’rnar, dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnuz Zubair. Atiyyah Al-Aufi, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, Asy-Sya’bi, dan Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan hal yang sama. Al-Bagawi menukil pendapat ini dari Sa’id ibnu Jubair dan Qatadah.
Tetapi di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa masjid Rasul yang ada di dalam kota Madinah adalah masjid yang dibangun dengan landasan takwa.
Pendapat ini benar pula, dan tidak ada pertentangan antara ayat dan makna hadis ini. Karena apabila Masjid Quba telah didirikan dengan landasan takwa sejak permulaannya, maka masjid Rasul pun demikian pula, bahkan lebih utama. Karena itulah Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan di dalam kitab Musnad-nya bahwa:
telah menceritakan kepada kami Abu Na’im, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amir Al-Aslami, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Sahl ibnu Sa’d, dari Ubay ibnu Ka’b, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Masjid yang didirikan atas dasar takwa ialah masjidku ini.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Rabi’ah ibnu Usman At-Taimi, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Sahl ibnu Sa’d As-Sa’idi yang mengatakan, “Pada masa Rasulullah Saw. pernah ada dua orang lelaki bersitegang mengenai masalah masjid yang didirikan atas dasar takwa. Salah seorangnya mengatakan masjid Rasul, sedangkan yang lain mengatakan Masjid Quba. Lalu keduanya menghadap Nabi Saw. dan menanyakan hal tersebut. Maka beliau Saw. bersabda: ‘Dia adalah masjidku ini.’
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Hadis lainnya, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Imran ibnu Abu Anas, dari Sa’id ibnu Abu Sa’id Al-Khudri yang menceritakan bahwa pernah ada dua orang lelaki bersitegang mengenai masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak permulaanny a. Salah seorang darinya mengatakan Masjid Quba, sedangkan menurut yang lainnya masjid Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia adalah masjidku ini.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Jalur lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Lais, telah menceritakan kepadaku Imran ibnu Abu Anas, dari Ibnu Abu Sa’id, dari ayahnya yang menceritakan bahwa pernah ada dua orang lelaki bersitegang mengenai masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak permulaannya. Maka yang seorang mengatakan Masjid Quba, sedangkan yang lainnya mengatakan masjid Rasul Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Dia adalah masjidku.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Turmuzi dan Imam Nasai, dari Qutaibah, dari Al-Lais. Hadis ini dinilai sahih oleh Imam Turmuzi. Imam Muslim telah meriwayatkannya pula, seperti yang akan disebutkan kemudian.
Jalur lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Unais ibnu Abu Yahya, telah menceritakan kepadaku ayahku yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Pernah ada dua orang lelaki —salah seorang dari kalangan Bani Khudrah, dan yang lainnya dari kalangan Bani Amr ibnu Auf— berselisih mengenai mas’id an didirikan atas dasar takwa. Orang yang dari kalangan Bani Khudrah mengatakan masjid Rasulullah Saw.. sedangkan yang dari Bani Amr mengatakan Masjid Quba. Lalu keduanya menghadap kepada Rasulullah Saw. dan menanyakan tentang hal tersebut. Maka Rasulullah Saw. menjawab: ‘Dia adalah masjid ini.’ ditujukan kepada masjid Rasulullah Saw. di Madinah.” Dalam hal ini perawi mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Masjid Quba.
Jalur lain, Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Unais. Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Humaid Al-Kharrat Al-Madani, bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Salamah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Sa’id. Untuk itu ia berkata, “Apakah yang pernah engkau dengar dari ayahmu sehubungan dengan masjid yang didirikan atas dasar takwa?” Maka Abu Salamah menjawab seraya mengisahkan apa yang telah diceritakan oleh ayahnya, bahwa sesungguhnya ia datang menghadap Rasulullah Saw. Ia masuk menemui Rasulullah Saw. di dalam rumah salah seorang istrinya. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah, di manakah masjid yang didirikan atas dasar takwa?” Rasulullah Saw. mengambil segenggam batu kerikil, lalu menjatuhkannya ke tanah seraya bersabda: Dia adalah masjid kalian ini. Humaid Al-Kharrat Al-Madani mengatakan, “Aku pernah mendengar ayahmu menceritakan hal itu.”
Imam Muslim meriwayatkannya secara munfarid dengan lafaz yang semisal melalui Muhammad ibnu Hatim, dari Yahya ibnu Sa’id dengan sanad yang sama. Ia telah meriwayatkannya pula dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah dan lain-lainnya, dari Hatim ibnu Ismail, dari Humaid Al-Kharrat dengan sanad yang sama.
Sejumlah orang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf mengatakan bahwa masjid yang dimaksud adalah Masjid Nabawi. Hal ini diriwayatkan dari Umar ibnul Khattab, putranya (yaitu Abdullah Ibnu Umar), Zaid ibnu Sabit, dan Sa’id ibnul Musayyab. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
*******************
Firman Allah Swt.:
{لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ}
Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu mendirikan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108)
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa sunat melakukan salat di masjid-masjid kuno yang sejak permulaannya dibangun untuk beribadah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Disunatkan pula melakukan salat berjamaah dengan jamaah orang-orang saleh dan ahli ibadah yang mengamalkan ilmunya, selalu memelihara dalam menyempurnakan wudu, dan membersihkan dirinya dari segala macam kotoran.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, dari Syu’bah, dari Abdul Malik ibnu Umair, bahwa ia pernah mendengar Syabib (yakni Abu Ruh) menceritakan hadis berikut dari salah seorang sahabat Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. pernah melakukan salat Subuh bersama mereka dan membaca surat Ar-Rum, tetapi beliau mengalami hambatan dalam bacaannya. Setelah selesai, beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya kami baru saja mengalami hambatan dalam membaca Al-Qur’an. Sesungguhnya banyak kaum dari kalangan kalian yang salat bersama kami tanpa melakukan wudu dengan baik. Maka barang siapa yang ikut salat bersama kami, hendaklah ia melakukan wudunya dengan baik.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan hadis ini melalui dua jalur lain dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Syabib Abu Rauh, dari Zul Kala’, bahwa ia salat bersama Nabi Saw., lalu ia menceritakan hal yang sama.
Hal ini menunjukkan bahwa menyempurnakan bersuci dapat memudahkan orang yang bersangkutan dalam menjalankan ibadah, membantunya untuk menyelesaikan ibadahnya dengan sempurna, dan membantunya untuk menyelesaikan kewajiban-kewajibannya dalam ibadah.
Abul Aliyah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108) Sesungguhnya bersuci dengan memakai air adalah baik, tetapi mereka adalah orang-orang yang membersihkan dirinya dari dosa-dosa. Al-A’masy mengatakan bahwa tobat adalah dari dosa-dosa, dan bersuci adalah dari kemusyrikan.
Telah disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan melalui berbagai jalur di dalam kitab-kitab Sunnah dan kitab-kitab lainnya, bahwa Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada penduduk Quba:
“Sesungguhnya Allah telah memuji kalian dalam hal bersuci, maka apakah yang telah kalian perbuat?” Mereka menjawab, “Kami bersuci dengan memakai air.”
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Syabib, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad ibnu Abdul Aziz yang mengatakan bahwa ia telah menemukan hadis ini dalam kitab ayahnya, dari Az-Zuhri. dari Ubaidillah ibnu Abdullah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat berikut diturunkan berkenaan dengan ahli Quba, yaitu firman-Nya: Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih. (At-Taubah: 108) Maka Rasulullah Saw. bertanya kepada mereka, dan mereka menjawab, “Sesungguhnya kami mengiringi batu dengan siraman air (dalam bersuci sehabis buang air).” (Hadis riwayat Al-Bazzar).
Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini diketengahkan oleh Muhammad ibnu Abdul Aziz secara munfarid dari Az-Zuhri. Tiada yang meriwayatkan hadis ini dari Muhammad selain anaknya.
Sengaja kami menyebutkan hadis ini dengan lafaz yang telah disebutkan di atas karena memang hal inilah yang termasyhur di kalangan ulama fiqih. Dan hal ini tidak banyak diketahui oleh ulama hadis mutaakhkhirin atau oleh mereka semuanya.