Kisah Nabi Sulaiman: Anak dari Raja Daud

Kisah Nabi Sulaiman: Anak dari Raja Daud

Kisah Nabi Sulaiman: Anak dari Raja Daud

nabi

Sulaiman (bahasa Arab: سليمان; bahasa Ibrani: שְׁלֹמֹה; bahasa Ibrani Standar: Šəlomo; bahasa Ibrani Tiberia: Šəlōmōh, bermakna “damai”) (sekitar 975 – 935 SM)[1] merupakan seorang raja Israel, dan anak Raja Daud. Namanya disebutkan sebanyak 27 kali di dalam Al-Quran. Sejak kecil ia telah menunjukkan kecerdasan dan ketajaman pikirannya.  Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 970 SM. Ia wafat di Rahbaam, Baitul Maqdis, Palestina. Sulaiman bin Daud bin Aisya bin Awid dari keturunan Yahuza bin Ya’qub.

Keteladanan dan Keistimewaan Nabi Sulaiman as

Sejak masih kanak-kanak hingga remaja, Nabi Sulaiman sudah memperlihatkan kecerdasan, kecakapan dan kemampuan berpikir yang baik terutama dalam pengambilan keputusan. Nabi Sulaiman as diceritakan juga sering Menengahi berbagai perselisihan yang terjadi antar penduduk di kalangan Bani Israil.

Beliau juga seringkali ikut bersama ayahnya dalam persidangan untuk menangani berbagai perselisihan yang terjadi di kalangan Bani Israil. Nabi Sulaiman as memang sengaja diajak bersama sebagai proses kaderisasi jika suatu saat Nabi Dauh as wafat.

Dalam sejarah, diketahui bahwa Nabi Sulaiman as memang yang paling pandai di antara saudaranya yang lain.

Ada satu kejadian yang menunjukkan kematangan Nabi Sulaiman dalam menengahi perselisihan. Dalam sebuah persidangan ada dua orang datang meminta Nabi Daud as memutuskan perkara mereka, anggaplah si A dan si B.

Kebun si A telah dimasuki oleh kambing-kambing si B saat malam hari sehingga isi kebun yang telah dirawat sekian lama itu habis dirusak dan dimakan. Padahal sudah masuk masa panen. Si B sendiri mengakui kejadian tersebut.

Dalam permasalahan itu, Nabi Daud memutuskan si B wajib menyerahkan kambing-kambingnya kepada si A sebagai ganti rugi.

Nabi Sulaiman merasa keputusan tersebut kurang tepat.

Beliau kemudian berkata kepada ayahnya kurang lebih seperti ini:

“Wahai ayahku, menurut pertimbanganku keputusan tersebut kurang tepat. Menurutku sebaiknya karena kambing si B telah memakan tanaman si A, maka si B wajib memugarkan (dengan ditanam kembali misalnya) kembali tanaman tersebut sehingga seperti sedia kala. Dan selama si B mengerjakan demikian, maka si A wajib menjaga kambing-kambing si B, merawatnya dan mengambil manfaat seperlunya.”

Kuputusan tersebut diterima dengan baik oleh kedua orang yang menggugat dan digugat. Kejadian ini menjadikan Nabi Sulaiman as semakin dikagumi kecerdasannya.

Amaliyah
Logo