Kisah Pewaris Ishaq Menurut Sejarah Islam
Kisah Pewaris Ishaq Menurut Sejarah Islam
Setelah memiliki hak anak sulung dari Ishau, Ya’qub secara sah memperoleh keistimewaan sebagai anak sulung Ishaq. Sementara itu, nama Ishau semakin dikenal di antara penduduk Kana’an atas keberaniannya mengalahkan Namrudz seorang diri. Makam Ibrahim sering dikunjungi oleh Ishau lantaran ia menyesal tidak turut dalam perkabungan. Makam tersebut terletak di wilayah suku Hiti, yakni salah satu suku bangsa keturunan Kana’an.
Sewaktu suku Hiti mendapati keberadaan Ishau di sekitar mereka, mereka hendak menikahkan putri-putri mereka kepada Ishau yang merupakan seorang cucu Ibrahim, agar Ishau menjadi sekutu bagi suku Kana’an tersebut dalam perang. Perkawinan ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi kedua orang tua Ishau.
Melalui perkawinan ini, Ishau telah melanggar amanat dari Ibrahim yang pernah berwasiat agar keturunannya tidak kawin dengan orang dari keturunan Kana’an. Sepeninggal Ibrahim, Ya’qub berpindah ke rumah nabi Sam, putra nabi Nuh, untuk memperdalam ilmu agama maupun ibadah kepada Allah.
Ishaq sering meratap ketika melihat putra kesayangannya turut dalam kebiasaan bangsa Kana’an yang meninggalkan kewajiban ibadah, bahkan melanggar pengajaran Ibrahim untuk selalu berpegang kepada perintah maupun bimbingan Allah. Diliputi kepedihan hati, Ishaq ditimpa penyakit berat disertai penglihatan mata yang memburuk.
Menganggap bahwa penyakit ini merupakan pertanda kematian, Ishaq berniat untuk mewariskan berkat anugerah untuk putra sulungnya, Ishau, sebelum maut menjemput. Namun Ishaq belum mengetahui bahwa hak kesulungan pada Ishau telah beralih ke Ya’qub. Ishaq meminta putra sulungnya, Ishau, agar membuat hidangan daging untuk sang ayah sebelum melakukan pemberkatan.
Sekalipun Ishaq menyebut Ishau sebagai putra sulung; akan tetapi Allah lebih berkenan terhadap kesalehan Ya’qub, sehingga Allah mengutus sesosok malaikat agar membantu Ya’qub memperoleh hak sebagai pewaris berkat Ibrahim. Walau Ishaq tidak dapat mengenali putra sulungnya sewaktu Ya’qub menyerahkan hidangan daging kepada sang ayah; kehadiran malaikat Allah meyakinkan Ishaq agar memberkati Ya’qub. Selain itu, Ribkah juga turut memberkati Ya’qub, putra kesayangannya.
Kisah Pewaris Ishaq Menurut Sejarah Islam
Tatkala Ishau datang menemui sang ayah untuk menerima anugerah waris, Ishaq merasa bersalah bahwa ia telah memberkati orang yang bukan putra sulungnya, Ishau. Akan tetapi Ishaq berubah pikiran sewaktu Ishau menyatakan bahwa ia telah menjual hak anak sulung kepada Ya’qub, dengan demikian Ishaq menyadari bahwa Allah turut mengatur takdir yang sedang terjadi.
Sebagaimana Allah berjanji mengaruniakan berkat ganda berupa karunia di dunia maupun Akhirat untuk Ibrahim, maka Ishaq memperoleh berkat tersebut sebagai pewaris utama atau “putra sulung”Ibrahim, yang kemudian berkat tersebut diwariskan kepada Ya’qub yakni “putra sulung”Ishaq. Ishau merasa sangat menyesal telah menjual hak kesulungan yang membuatnya seakan kehilangan harapan untuk mewarisi harta kekayaan ayahnya. Mendapati Ishau berupaya keras seraya sujud menyembah bahkan mengemis kepada sang ayah tentang bagian berkat warisan, pada akhirnya Allah berbelas kasihan serta memberi sebagian berkat bagi putra Ishaq ini.
Kisah Pewaris Ishaq Menurut Sejarah Islam
Walaupun dirinya sendiri yang telah menjual hak kesulungannya, Ishau sangat meratapi bagian warisan yang menurutnya dirampas oleh Ya’qub. Ishau berniat untuk membunuhnya ketika sang ayah telah wafat. Sewaktu mendengar ucapan serapah ini, Ribkah menasehati Ya’qub agar berpindah sementara waktu di rumah pamannya yakni Laban, di negeri Haran.
Walaupun sebelumnya Ya’qub menyatakan berani untuk melawan Ishau,namun ia lebih memilih menuruti saran sang ibu supaya menikahi seorang anak perempuan Laban, agar Ya’qub terhindar dari pernikahan dengan keturunan Kana’an. Kemudian Ishaq dan Ribkah melepas keberangkatan Ya’qub dengan mengakui bahwa Allah telah menyertai Ya’qub, serta menegaskan haknya sebagai anak sulung yang secara sah mendapat warisan berkat istimewa dari Ibrahim.
Ishaq juga secara khusus berpesan kepada Ya’qub agar tidak mengawini perempuan keturunan Kana’an melainkan mengawini seorang perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dengan keluarga Ibrahim. Tatkala mendengar kabar bahwa ayahnya tidak berkenan terhadap wanita-wanita Kana’an, Ishau memutuskan pergi ke rumah pamannya, yakni Ismail bin Ibrahim, supaya mengawini seorang anak perempuan Ismail. Ishau tidak berniat pergi ke Haran, sebab ia mengetahui bahwa Ibrahim pernah melarang Ishaq agar tidak pergi ke Haran.