Maryam, ayat 24-26

Maryam, ayat 24-26

{فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا (24) وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا (25) فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا (26) }

Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu; maka makan, minum, dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.”

Sebagian ulama membaca firman-Nya:

{مَنْ تَحْتَهَا}

dari tempat yang rendah. (Maryam: 24)

menjadi man tahtaha, yang artinya orang yang ada di tempat yang lebih rendah daripadanya. Sedangkan ulama lainnya membacanya sesuai dengan apa yang tertera di-dalam mus-haf, yakni min tahtiha, dengan mengartikan huruf min sebagai huruf jar.

Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai orang yang menyeru Maryam, siapakah dia sebenarnya?

Al-Aufi dan lain-lainnya telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam: 24) Bahwa yang menyerunya adalah malaikat Jibril, dan Isa masih belum berbicara sebelum ibunya membawanya kepada kaumnya.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Amr ibnu Maimun, As-Saddi, dan Qatadah, bahwa yang menyerunya adalah Malaikat Jibril a.s. Jibril memanggilnya dari lembah yang ada di tempat yang lebih rendah.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah. (Maryam: 24) Bahwa yang menyerunya adalah Isa putra Maryam.

Hal yang sama dikatakan oleh Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Qatadah, bahwa Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa yang menyerunya adalah putranya (Isa).

Pendapat ini bersumber dari salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Sa’id ibnu Jubair, bahwa orang yang menyerunya adalah putranya. Selanjutnya Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa tidakkah kamu mendengar firman-Nya yang mengatakan: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya, juga oleh Ibnu Zaid.

Firman Allah Swt.:

{أَلا تَحْزَنِي}

Janganlah kamu bersedih hati. (Maryam: 24)

Yakni Malaikat Jibril menyerunya seraya mengatakan bahwa janganlah kamu bersedih hati.

{قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّا}

sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24)

Sufyan As-Sauri dan Syu’bah telah meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib, sehubungan dengan firman-Nya: sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu. (Maryam: 24) Bahwa yang dimaksud dengan sariyya ialah anak-anak sungai.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa as-sariy artinya sungai.

Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Amr ibnu Maimun, bahwa as-sariy artinya sungai airnya dapat diminum.

Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah sungai menurut bahasa Siryani,

Said ibnu Jubair mengatakan sungai kecil dengan bahasa Nabti.

Ad-Dahhak mengatakan bahwa yang dimaksud ialah sungai kecil menurut bahasa Siryani.

Ibrahim An-Nakha’i mengatakan sungai kecil.

Qatadah mengatakan bahwa as-sariy artinya anak sungai menurut dialek penduduk Hijaz.

Wahb ibnu Munabbih mengatakan, as-sariy artinya sungai kecil yang mengalir.

As-Saddi mengatakan sungai. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.

Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis marfu’;

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Syu’aib Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah Al-Babili, telah menceritakan kepada kami Ayyub ibnu Nuhaik; ia pernah mendengar Ikrimah maula (bekas budak) Ibnu Abbas mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Umar berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya makna as-sariy yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu ” (Maryam: 24), adalah sungai yang dikeluarkan oleh Allah untuk minum Maryam.

Hadis ini garib sekali bila ditinjau dari jalur periwayatannya; karena Ayyub ibnu Nuhaik Al-Habli yang ada dalam sanad hadis ini menurut Abu Hatim Ar-Razi orangnya daif. Sedangkan menurut Abu Zar’ah, hadisnya munkar (tidak dapat diterima). Menurut penilaian Abul Fath Al-Azdi, hadisnya matruk (tidak terpakai).

Ulama lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan as-sariy adalah Isa a.s. Hal ini dikatakan oleh Al-Hasan, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Muhammad ibnu Abbad ibnu Ja’far.

Pendapat ini bersumber dari salah satu di antara dua riwayat yang bersumber dari Qatadah, dan pendapat Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Tetapi pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, karena itulah disebutkan dalam firman selanjutaya:

{وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ}

Dan goyangkanlah pangkal pohon kurma itu ke arahmu. (Maryam: 25)

Yakni peganglah pangkal pohon kurma itu.

Menurut pendapat Ibnu Abbas, pohon kurma itu pada asalnya kering. Menurut pendapat lainnya, pohon kurma itu berbuah. Mujahid mengatakan bahwa pohon kurma itu tidak berbuah. As-Sauri mengatakan dari Abu DaudNufai’ Al-A’ma, bahwa pohon kurma itu sudah mati. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa yang dipegangnya itu adalah pohon kurma, tetapi di saat sedang tidak berbuah. Demikianlah menurut Wahb ibnu Munabbih. Allah memberikan karunia kepada Maryam dengan menyediakan di dekatnya makanan dan minuman, sebagai imbalan dari usahanya.

{تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا}

niscaya pohon kurma itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan dan minumlah serta bersenang hatilah kamu. (Maryam: 25-26)

Yaitu tenanglah dan bersenang hatilah kamu. Amr ibnu Maimun mengatakan, bahwa tidak ada suatu makanan pun yang lebih baik bagi wanita sehabis melahirkan selain kurma muda dan kurma masak.

Ibnu Abu Hatim mengatakan telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Syaiban, telah menceritakan kepada kami Masrur ibnu Sa’id At-Tamimi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Amr Al-Auza’i, dari Urwah ibnu Ruwayyim, dari Ali ibnu Abu Talib yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Muliakanlah bibi kalian dengan kurma, karena sesungguhnya kurma diciptakan dari tanah yang diciptakan darinya Adam a.s. Tiada suatu pohon pun yang dikawinkan selain dari pohon kurma. Rasulullah Saw. pernah bersabda pula: Berilah makan kurma muda kepada wanita kalian yang habis melahirkan, jika tidak ada maka kurma masak. Tidak ada suatu pohon pun yang paling dimuliakan oleh Allah selain dari pohon kurma yang menjadi tempat berteduh Maryam binti Imran.

Hadis ini munkar sekali, tetapi Abu Ya’la telah meriwayatkannya pula dari Syaiban dengan sanad yang sama.

Sebagian ulama qiraat mambaca tussaqit dengan memakai tasydid, sedangkan sebagian ulama lainnya membacanya tusaqit tanpa tasyidid. Adapun Abu Nuhaik membacanya tasqut. Abu Ishaq telah meriwayatkan dari Al-Barra, bahwa ia membacanya yusaqit, yakni pangkal pohon kurma itu merunduk. Pada garis besarnya masing-masing dari pendapat tersebut berdekatan maknanya.

Firman Allah Swt.:

{فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا}

Jika kamu melihat seorang manusia. (Maryam : 26)

Yakni manakala kamu melihat seseorang.

{فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا}

maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Bernur ah; maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (Maryam: 26)

Makna yang dimaksud ialah Maryam berisyaratkan kepadanya yang pengertiannya seperti itu, bukan mengucapkannya dengan kata-kata; agar tidak bertentangan dengan firman-Nya:

{فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا}

maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini. (Maryam: 26)

Anas ibnu Malik telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:

{إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا}

Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah. (Maryam: 26)

Yang dimaksud dengan puasa ialah diam atau puasa tidak bicara. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak. Menurut suatu riwayat dari Anas, disebutkan puasa dan tidak bicara; hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah dan selain keduanya.

Makna yang dimaksud ialah ‘mereka apabila melakukan puasa, maka menurut syariat mereka tidak boleh makan dan berbicara’. Demikianlah menurut apa yang dinaskan oleh As-Saddi, Qatadah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid.

Ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Harisah yang mengatakan bahwa ketika ia berada di rumah Ibnu Mas’ud, datanglah dua orang lelaki kepadanya; salah seorang dari keduanya mengucapkan salam, sedangkan yang lainnya tidak mengucapkan salam. Maka Ibnu Mas’ud bertanya, “Mengapa kamu?”. Teman-temannya menjawab, “Dia telah bersumpah bahwa pada hari ini dia tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun.” Maka Abdullah ibnu Mas’ud menjawab, “Berbicaralah kepada orang dan ucapkanlah salam kepada mereka. Karena sesungguhnya wanita itu (Maryam) merasa yakin bahwa tidak akan ada seorang pun yang percaya kepadanya bahwa dirinya mengandung tanpa suami. Dimaksud­kan puasanya itu sebagai alasan untuk tidak bicara dengan mereka bila ia ditanya mereka.” Asar ini telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.

Abdur Rahman ibnu Zaid mengatakan bahwa ketika Isa berkata kepada Maryam, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya (menurut tafsir ulama yang mengatakan bahwa orang yang menyerunya adalah Isa): Janganlah kamu bersedih hati. (Maryam: 24) Maryam menjawab, “Bagaimana saya tidak sedih, sedangkan kamu ada bersama dengan saya tanpa suami, juga bukan sebagai budak wanita (yang dinikahi tuannya). Maka dengan alasan apakah saya berhujah kepada orang-orang? Aduhai, sekiranya aku mati sebelum ini dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan.” Isa berkata kepadanya, “Sayalah yang akan menjawab mereka, kamu tidak usah bicara lagi.” Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah, “Sesungguh­nya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari ini.” (Maryam: 26) Ini merupakan perkataan Isa kepada ibunya. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh Wahb.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo