{فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا (27) يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا (28) فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا (29) قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا (30) وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا (31) وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا (32) وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا (33) }
Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina, ” maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” Berkata Isa, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Allah Swt. berfirman, menceritakan tentang Maryam ketika diperintahkan puasa pada hari itu, yaitu hendaknya dia tidak berbicara kepada seorang manusia pun; karena dengan puasa, maka keadaan dirinya yang sebenarnya tidak kelihatan dan puasa menjadi alasan baginya untuk tidak berbicara. Maryam berserah diri kepada perintah Allah Swt. dan pasrah kepada keputusan Allah. Lalu Maryam menggendong putranya dan membawanya kepada kaumnya. Ketika kaumnya melihat Maryam membawa bayinya, mereka sangat kaget dan mengecamnya dengan kecaman yang berat, seperti yang disebutkan oleh firman Allah Swt. menyitir kata-kata kaumnya:
{يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا}
Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. (Maryam: 27)
Yakni suatu perkara yang besar dosanya. Demikianlah menurut pendapat Mujahid, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syaiban, telah menceritakan kepada kami Ja’far ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Nauf Al-Bakkali yang mengatakan bahwa kaum Maryam pergi mencari-carinya. Maryam berasal dari keluarga nabi dan keluarga terhormat. Mereka merasa kehilangan Maryam. karenanya mereka mencari-carinya; dan mereka bersua dengan seorang pengembala sapi, lalu mereka bertanya, “Apakah kamu pernah melihat wanita muda yang ciri khasnya anu dan anu?” Pengembala sapi menjawab, “Tidak, tetapi tadi malam saya melihat sapi saya melakukan perbuatan yang belum pernah saya lihat sebelumnya.”
Mereka bertanya, “Apakah yang telah dilakukan sapimu?” Pengembala sapi berkata, “Tadi malam saya melihat sapi saya bersujud ke arah lembah itu.”
Abdullah ibnu Abu Ziyad mengatakan, ia teringat akan perkataan Syaiban yang mengatakan bahwa pengembala itu menjawab, “Saya melihat cahaya yang terang.” Maka mereka pergi menuju ke arah yang ditunjukkan oleh si pengembala itu, tiba-tiba mereka berpapasan dengan Maryam. Ketika Maryam melihat kaumnya, maka duduklah ia dan menggendong bayinya di pangkuannya. Mereka datang kepadanya dan berdiri di dekatnya.
{قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّا}
Mereka berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar.” (Maryam: 27)
Yaitu suatu perkara yang sangat berat dosanya.
{يَا أُخْتَ هَارُونَ}
Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)
Makna yang dimaksud ialah hai wanita yang ibadahnya mirip dengan Harun a.s.
{مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا}
Ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorangpezina. (Maryam: 28)
Yakni kamu berasal dari keluarga yang baik lagi suci, terkenal dengan kesalehannya, ibadah, dan zuhudnya. Maka mengapa hal seperti itu kamu lakukan?
Ali ibnu AbuTalhah dan As-Saddi mengatakan bahwa dikatakan kepada Maryam:
{يَا أُخْتَ هَارُونَ}
Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28)
Yang dimaksud ialah saudara Musa, dan Maryam adalah keturunan darinya. Perihalnya sama dengan seseorang dari Bani Tamim dipanggil ‘hai saudara Tamim’, dan dari Bani Mudar dipanggil ‘hai saudara Mudar’.
Menurut pendapat yang lain, Maryam dinisbatkan kepada seorang lelaki saleh di kalangan mereka yang bernama Harun; Maryam dalam hal ibadah dan zuhud sama dengan lelaki saleh itu.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari sebagian di antara mereka, bahwa mereka (Bani Israil) menyerupakan Maryam dengan seorang lelaki pendurhaka yang ada di kalangan mereka bernama Harun; riwayat ini diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim dari Sa’id ibnu Jubair.
Hal yang lebih aneh dari kesemuanya ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim berikut ini. Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain Al-Hijistani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Al-Mufaddal ibnu Abu Fudalah, telah menceritakan kepada kami Abu Sakhr, dari Al-Qurazi sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa Maryam adalah saudara perempuan Harun alias juga saudara perempuan Musa yang mengikuti jejak Musa saat Musa dilemparkan ke dalam sungai Nil dalam suatu peti (waktu itu Musa masih bayi).
{فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ}
Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedangkan mereka tidak mengetahuinya. (Al-Qashash: 11)
Pendapat ini keliru sama sekali, karena sesungguhnya Allah Swt. telah menyebutkan di dalam Kitab-Nya (Al-Qur’an), bahwa sesudah para rasul Dia mengiringi mereka dengan Isa sesudah mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Isa adalah nabi yang akhir, tiada nabi lagi sesudahnya selain Nabi Muhammad Saw. sebagai penutup para nabi. Karena itulah disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Aku adalah nabi yang paling berhak terhadap (Isa) putra Maryam, karena sesungguhnya tidak ada seorang nabi pun antara aku dan dia.
Seandainya keadaannya seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi, tentulah Isa bukan termasuk rasul yang akhir sebelum Muhammad Saw. Dan tentulah Isa berada sebelum Sulaiman dan Daud, karena sesungguhnya Allah Swt. telah menyebutkan bahwa Daud sesudah Musa, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{أَلَمْ تَرَ إِلَى الْمَلإ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى إِذْ قَالُوا لِنَبِيٍّ لَهُمُ ابْعَثْ لَنَا مَلِكًا نُقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ هَلْ عَسِيتُمْ إِنْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ أَلا تُقَاتِلُوا قَالُوا وَمَالَنَا أَلا نُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ}
Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah Nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka, ‘Angkatlah untuk kami seorang raja supaya kami berperangai Bawah pimpinannya) di jalan Allah.” (Al-Baqarah: 246)
Dan dalam ayat-ayat selanjutnya disebutkan:
{وَقَتَلَ دَاوُدُ جَالُوتَ}
dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut. (Al-Baqarah: 251) hingga akhir ayat.
Hal yang mendorong Al-Qurazi berani mengemukakan pendapat ini ialah apa yang tertera di dalam kitab Taurat. Disebutkan bahwa sesudah Musa dan Bani Israil keluar dari laut (yang dibelahnya) dan Firaun beserta kaumnya ditenggelamkan di dalam laut itu, Maryam binti Imran (saudara perempuan sekandung Musa dan Harun) memukul rebana bersama kaum wanita Bani Israil seraya bertasbih menyucikan Allah dan bersyukur kepada-Nya atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada kaum Bani Israil.
Kemudian Al-Qurazi beranggapan bahwa Maryam yang disebutkan dalam kisah tersebut adalah ibu Isa. Padahal pendapat tersebut merupakan suatu kekeliruan yang fatal karena pada hakikatnya Maryam ibunya Isa hanya senama dengan Maryam saudara perempuan Musa a.s. Disebutkan bahwa mereka biasa memakai nama para nabi dan orang-orang saleh mereka.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Idris; ia pernah mendengar ayahnya menceritakan kisah berikut dari Sammak, dari Alqamah ibnu Wa-il, dari Al-Mugirah ibnu Syu’bah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengutusnya ke negeri Najran. Maka orang-orang Nasrani Najran bertanya kepadanya, “Mengapa kalian (kaum muslim) membaca firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun’. (Maryam: 28) Padahal Musa sebelum Isa dalam jarak masa yang amat jauh?” Al-Mugirah ibnu Syu’bah tidak dapat menjawab. Ketika ia pulang, ia menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mengapa kamu tidak menceritakan kepada mereka bahwa mereka dahulu biasa memakai nama-nama nabi dan orang-orang saleh sebelum mereka?
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Muslim, Imam Turmuzi dan Imam Nasai melalui hadis Abdullah ibnu Idris, dari ayahnya, dari Sammak dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih garib, yakni kalau tidak hasan, sahih, atau garib; kami tidak mengenalnya, melainkan melalui hadis Ibnu Idris.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Sa’id ibnu Abu Sadaqah, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan, ia pernah mendapat berita bahwa Ka’b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) Bahwa yang dimaksud bukanlah Harun saudara lelaki Musa a.s. Maka perkataannya itu dibantah oleh Siti Aisyah, “kamu dusta.” Ka’b menjawab, “Wahai Ummul Mu’minin, sesungguhnya Nabi Saw. pernah mengatakannya bahwa beliau lebih mengetahui dan lebih teliti. Jika Nabi Saw. tidak mengatakannya, maka sesungguhnya saya menjumpai jarak masa di antara mereka ada enam ratus tahun.” Akhirnya Siti Aisyah terdiam. Akan tetapi, jawaban Ka’b yang mengatakan jarak masa enam ratus tahun masih diragukan kebenarannya.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa’id, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya. Hai saudara perempuan Harun. (Maryam: 28) hingga akhir ayat. Bahwa Maryam berasal dari keluarga yang dikenal akan kesalehannya, mereka sama sekali tidak pernah berbuat kebobrokan. Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan kesalehannya, dan keturunan mereka pun berpegang teguh kepada tradisi kesalehan itu. Di antara manusia ada orang-orang yang dikenal dengan keburukannya, dan keturunan mereka terkenal pula dengan keburukan itu. Harun terkenal saorang yang saleh lagi dicintai dikalangan kabilahnya, tetapi Harun di sini bukanlah Harun saudara lelaki Nabi Musa, melainkan Harun yang lain.
Ibnu Jarir mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa saat Harun meninggal dunia, jenazahnya dihantarkan kepemakamannya oleh empat puluh ribu orang Bani Israil yang semuanya bernama Harun.
*******************
Firman Allah Swt.:
{فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا}
maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih ada dalam ayunan?” (Maryam: 29)
Yakni ketika mereka mencurigai keadaan Maryam dan mengingkari kejadian yang dialaminya, serta mengatakan kepadanya dengan kalimat sindiran yang menuduhnya berbuat tidak senonoh dan melakukan perbuatan zina. Saat itu Maryam sedang puasa dan tidak bicara, maka ia memalingkan jawabannya dengan menunjuk ke arah anaknya, dengan maksud agar mereka berbicara langsung dengan anaknya yang masih bayi. Maka mereka menjawab dengan nada memperolok-olokkan Maryam meledek dan mempermainkan mereka: Bagaimanakah kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan? (Maryam: 29)
Maimun ibnu Mahran mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) dengan maksud bahwa hendaknya mereka berbicara langsung dengan bayinya. Maka mereka merasa terkejut mendapat jawaban demikian seraya mengatakan, “Apakah kamu menyuruh kami berbicara dengan anak yang masih dalam usia ayunan?”
As-saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka Maryam menunjuk kepada anaknya. (Maryam: 29) Ketika Maryam berlaku demikian, mereka marah dan mengatakan, “Sungguh ini merupakan ejekan dia terhadap kami, yang lebih parah daripada perbuatan zina yang dilakukannya, karena dia menyuruh kita berbicara dengan bayi ini.”
{قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا}
Mereka berkata, “bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?” (Maryam: 29)
Yakni anak yang masih dalam usia ayunan lagi masih bayi, mana mungkin dia dapat berbicara.
{إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ}
Berkata Isa, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah.” (Maryam: 30)
Mula-mula kalimat yang diucapkan Isa ialah menyucikan Zat Tuhannya dan membersihkan-Nya dari sifat beranak, kemudian mengukuhkan eksistensi dirinya sebagai hamba Allah.
Firman Allah Swt.:
{آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا}
Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Kalimat ini dimaksudkan membersihkan nama ibunya dari tuduhan berzina yang dilontarkan oleh kaumnya.
Nauf Al-Bakkali mengatakan bahwa setelah mereka mengucapkan kata-kata tuduhan yang tidak senonoh terhadap ibunya, saat itu ia (Isa) sedang menetek pada ibunya. Maka ia melepaskan payudara ibunya dan memalingkan mukanya ke arah kiri seraya berkata: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30) sampai dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: selama aku hidup. (Maryam: 31)
Hammad ibnu Salamah telah meriwayatkan dari Sabit Al-Bannani, bahwa Isa mengangkat jari telunjuknya ke atas pundaknya yang sebelah kiri seraya berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dia memberiku Al-Kitab (Injil). (Maryam: 30) Artinya Dia telah memutuskan bahwa Dia akan memberiku Al-Kitab dalam ketetapan-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musaffa, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id Al-Attar, dari Abdul Aziz ibnu Ziyad, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Isa putra Maryam telah mempelajari kitab Taurat dan menguasainya sejak ia masih berada dalam kandungan ibunya. Yang demikian itu adalah apa yang disebutkan oleh firman-Nya, menyitir kata-katanya: Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab dan Dia menjadikan aku seorang nabi. (Maryam: 30)
Akan tetapi, Yahya ibnu Sa’id Al-Attar orangnya berpredikat matruk yakni hadisnya tidak terpakai.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ}
dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam: 31)
Mujahid dan Amr ibnu Qais serta As-Sauri mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menjadikan Isa seorang pengajar kebaikan. Menurut riwayat yang lain dari Mujahid, Isa adalah seorang mujahid yang banyak memberikan manfaat.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Sulaiman ibnu Abdul Jabbar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid ibnu Khunais Al-Makhzumi; ia pernah mendengar Wuhaib ibnul Ward (bekas budak Bani Makhzum) mengatakan bahwa seorang yang berilmu bersua dengan seorang yang berilmu lagi lebih daripadanya, lalu orang yang berilmu lebih tinggi itu bertanya kepadanya, “Semoga Allah merahmati kamu, apakah yang kelihatan dari amal perbuatanku (menurutmu)?” Ia menjawab, “Memerintahkan kepada kebajikan dan mencegah perkara mungkar. Karena sesungguhnya perbuatan tersebut merupakan agama Allah yang disampaikan oleh para nabi-Nya kepada hamba-hamba-Nya.”
Ulama fiqih telah sepakat tentang makna firman-Nya: dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada. (Maryam: 31) Ketika ditanyakan, “Apakah keberkatannya?” yang ditanya menjawab, “Amar ma’ruf dan nahi munkar di mana pun ia berada.”
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا}
dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31)
Sama pengertiannya dengan firman Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw.:
{وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ}
dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99)
Abdur Rahman ibnul Qasim telah meriwayatkan dari Malik ibnu Anas sehubungan dengan firman-Nya: dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup. (Maryam: 31) Isa dalam jawabannya menyebutkan perkara yang dialaminya sejak lahir sampai wafat sesuai dengan apa yang telah ditakdirkan terhadapnya.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَبَرًّا بِوَالِدَتِي}
dan berbakti kepada ibuku. (Maryam: 32)
Yakni Allah memerintahkan pula kepadaku agar berbakti kepada ibuku. Allah Swt. menyebutkan berbakti kepada orang tua sesudah taat kepada Tuhannya, sebab Allah Swt. sering menyebutkan secara bergandengan antara perintah menyembah-Nya dan taat kepada kedua orang tua. Seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا}
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu. (Al-Isra: 23)
Dan firman Allah Swt.:
{أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ}
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (Luqman: 14)
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا}
dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32)
Maksudnya, Allah tidak menjadikan diriku seorang yang angkara murka lagi sombong, tidak mau menyembah dan taat kepada-Nya serta tidak mau berbakti kepada ibuku, yang akibatnya aku menjadi orang yang celaka.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa makna al-jabbarusy syaqiyyu ialah orang yang tega membunuh karena marah. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya, melainkan kamu jumpai dia berwatak sombong lagi celaka. Kemudian ia membacakan firman Allah Swt.: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam: 32) tidak sekali-kali kamu jumpai orang yang berperangai buruk, melainkan kamu jumpai dia orang yang angkuh lagi sombong. Kemudian ia membacakan firman-Nya:
{وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالا فَخُورًا}
dan hamba sahaya yang kalian miliki. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (An-Nisa: 36)
Firman Allah Swt.: