Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

nabi

Nabi Hud Berdakwah Di Tengah-tengah Sukunya

Sudah menjadi sunnah Allah sejak diturunkannya Adam Ke bumi bahawa dari masa ke semasa jika hamba-hamba-Nya sudah berada dalam kehidupan yang sesat sudah jauh menyimpang dari ajaran-ajaran agama yang dibawa oleh Nabi-nabi-Nya diutuslah seorang Nabi atau Rasul yang bertugas untuk menyegarkan kembali ajaran-ajaran nabi-nabi yang sebelumnya mengembalikan masyarakat yang sudah tersesat ke jalanlurus dan benar dan mencuci bersih jiwa manusiadari segala tahayul dan syirik menggantinya dan mengisinya dengan iman tauhid dan aqidah yang sesuia dengan fitrah.

Demikianlah maka kepada suku Aad yang telah dimabukkan oleh kesejahteraan hidup dan kenikmatan duniawi sehingga tidak mengenalkan Tuhannya yang mengurniakan itu semua. Di utuskan kepada mereka Nabi Hud seorang dari suku mereka sendiri dari keluarga yang terpandang dan berpengaruh terkenal sejak kecilnya dengan kelakuan yang baik budi pekerti yang luhur dan sgt bijaksana dalam pergaulan dengan kawan-kawannya.

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku Aad kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam sekeliling mereka dan bahawa Allahlah yang mencipta mereka semua dan mengurniakan mereka dengan segala kenikmatan hidup yang berupa tanah yang subur, air yang mengalir serta tubuh-tubuhan yang tegak dan kuat. Dialah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka perbuat sendiri. Mereka sebagai manusia adalah makhluk Tuhan paling mulia yang tidak sepatutnya merendahkan diri sujud menyembah batu-batu yang sewaktunya dpt mereka hancurkan sendiri dan memusnahkannya dari pandangan.

Di terangkan oleh Nabi Hud bahaw dia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar beriman kepada Allah yang menciptakan mereka menghidup dan mematikan mereka memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntut mereka ke jalan yang benar.

Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahawa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka menghadapi ajakan dan dakwahnya mereka akan ditimpa azab dan dibinasakan oleh Allah sebagaimana terjadinya atas kaum Nuh yang mati binasa tenggelam dalam air bah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka menolak ajaran dan dakwah Nabi Nuh seraya bertahan pada pendirian dan kepercayaan mereka kepada berhala dan patung-patung yang mereka sembah dan puja itu.

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Bagi kaum Aad seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan barang yang tidak pernah mereka dengar ataupun menduga. Mereka melihat bahawa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah sama sekali cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka.

Mereka tercengang dan merasa hairan bahawa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dpt dimengertikan dan diterima oleh akal fikiran mereka. Dengan serta-merta ditolaklah oleh mereka dakwah Nabi Hud itu dengan berbagai alasan dan tuduhan kosong terhadap diri beliau serta ejekan-ejekan dan hinaan yang diterimanya dengan kepala dingin dan penuh kesabaran.

Selama mereka menganggap bahwa kekuatan adalah hal yang patut dibanggakan, maka seharusnya mereka melihat bahwa Allah SWT yang menciptakan mereka lebih kuat dari mereka. Sayangnya, mereka tidak melihat selain kecongkakan mereka. Nabi Hud berkata kepada mereka:

“Wahai kaumku, sembahlah Allah yang tiada tuhan lain bagi kalian selain-Nya. ” (QS. Hud: 50)

Itu adalah perkataan yang sama yang diucapkan oleh seluruh nabi dan rasul. Perkataan tersebut tidak pernah berubah, tidak pernah berkurang, dan tidak pernah dicabut kembali. Kaumnya bertanya kepadanya: “Apakah engkau ingin menjadi pemimpin bagi kami melalui dakwahmu ini? Imbalan apa yang engkau inginkan?” Nabi Hud memberitahu mereka bahwa ia hanya mengharapkan imbalan dari Allah SWT.

Ia tidak menginginkan sesuatu pun dari mereka selain agar mereka menerangi akal mereka dengan cahaya kebenaran. Ia mengingatkan mereka tentang nikmat Allah SWT terhadap mereka. Bagaimana Dia menjadikan mereka sebagai khalifah setelah Nabi Nuh, bagaimana Dia memberi mereka kekuatan fisik, bagaimana Dia menempatkan mereka di bumi yang penuh dengan kebaikan, bagaimana Dia mengirim hujan lalu menghidupkan bumi dengannya.

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Kaum Hud membuat kerusakan dan mengira bahwa mereka orang-orang yang terkuat di muka bumi, sehingga mereka menampakkan kesombongan dan semakin menentang kebenaran. Mereka berkata kepada Nabi Hud: “Bagaimana engkau menuduh tuhan-tuhan kami yang kami mendapati ayah-ayah kami menyembahnya?” Nabi Hud menjawab: “Sungguh orang tua kalian telah berbuat kesalahan.” Kaum Nabi Hud berkata: “Apakah engkau akan mengatakan wahai Hud bahwa setelah kami mad dan menjadi tanah yang beterbangan di udara, kita akan kembali hidup?” Nabi Hud menjawab: “Kalian akan kembali pada hari kiamat dan Allah SWT akan bertanya kepada masing-masing dari kalian tentang apa yang kalian lakukan.”

Setelah mendengar jawaban itu, meledaklah tertawa dari mereka. Alangkah anehnya pengakuan Hud, demikianlah orang-orang kafir berbisik di antara mereka. Manusia akan mati dan ketika mati jasadnya akan rusak dan ketika jasadnya rusak ia akan menjadi tanah kemudian akan dibawa oleh udara dan tanah itu akan beter­bangan, lalu bagaimana semua ini akan kembali ke asalnya.

“Kemu­dian apa pengertian adanya hari kiamat? Mengapa orang-orang yang mati akan bangkit dari kematiannya?” Hud menerima pertanyaan-pertanyaan ini dengan kesabaran yang mulia. Kemudian ia mulai menerangkan pada kaumnya keadaan hari kiamat. Ia menjelaskan kepada mereka bahwa kepercayaan manusia kepada hari akhir adalah satu hal yang penting yang berhubungan dengan keadilan Allah SWT, sebagaimana ia juga sesuatu yang penting yang juga berhubungan dengan kehidupan manusia.

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Nabi Hud menerangkan kepada mereka sebagaimana apa yang diterangkan oleh semua nabi berkenaan dengan hari kiamat. Sesungguhnya hikmah sang Pencipta tidak menjadi sempurna dengan sekadar memulai penciptaan kemudian berakhirnya kehidupan para makhluk di muka bumi ini, lalu setelah itu tidak ada hal yang lain. Ini adalah masa tenggang yang pertama dari ujian. Dan ujian tidak selesai dengan hanya menyerahkan lembar jawaban. Harus juga disertai dengan koreksi terhadap lembar jawaban itu, memberi nilai, dan menjelaskan siapa yang berhasil dan siapa yang gagal.

Manusia selama hidup di dunia tidak hanya mempunyai satu tindakan; ada yang berbuat kelaliman, ada yang membunuh, dan ada yang melampaui batas. Seringkali kita melihat orang-orang lalim pergi dengan bebas tanpa menjalani hukuman. Cukup banyak orang-orang yang jahat namun mereka mendapatkan fasilitas yang mewah dan mendapatkan penghormatan serta kekuasaan. Ke mana orang-orang yang teraniaya akan mengadu dan kepada siapa orang-orang yang menderita akan mengeluh?

Logika keadilan menuntut adanya hari kiamat. Sesungguhnya kebaikan tidak selalu menang dalam kehidupan, bahkan terkadang pasukan kejahatan berhasil membunuh dan memperdaya para pejuang kebenaran. Lalu, apakah kejahatan ini berlalu begitu saja tanpa mendapatkan balasan? Sungguh suatu kelaliman besar terhampar seandainya kita menganggap bahwa hari kiamat tidak pernah terjadi. Allah SWT telah mengharamkan kelaliman atas diri-Nya sendiri, dan Dia pun mengharamkannya terjadi di antara hamba-hamba-Nya., maka adanya hari kiamat, hari perhitungan, hari pembalasan adalah sebagai bukti kesempurnaan dari keadilan Allah SWT.

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Sebab hari kiamat adalah hari di mana semua persoalan akan disingkap kembali di depan sang Pencipta dan akan di tinjau kembali, dan Allah SWT akan memutuskan hukum-Nya di dalam-nya. Inilah kepentingan pertama tentang hari kiamat yang berhubungan langsung dengan keadilan Allah SWT.

Ada kepentingan lain berkenaan dengan hari kiamat, yang berhubungan dengan perilaku manusia sendiri. Bahwa keyakinan dengan adanya hari akhir, mempercayai hari kebangkitan, perhitungan amal, penerimaan pahala dan siksa, dan kemudian masuk surga atau neraka adalah perkara-perkara yang langsung berkenaan dengan perilaku manusia, di mana konsentrasi manusia dan had mereka akan tertuju dengan alam lain setelah alam ini.

Oleh karena itu, mereka tidak akan terbelenggu oleh kenikmatan dunia, kerakusan kepadanya, dan egoisme untuk menguasinya. Mereka tidak perlu gelisah saat mereka tidak berhasil melihat balasan usaha mereka dalam umur mereka yang pendek dan terbatas. Dengan demikian, manusia semakin meninggi dari tanah yang menjadi asal penciptaannya ke roh yang ditiupkan oleh Tuhannya.

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Barangkali persimpangan jalan antara tunduk terhadap imajinasi dunia, nilai-nilainya, dan pertimbangan-pertimbangannya dan ketergantungan dengan nilai-nilai Allah SWT yang tinggi dapat terwujud dengan adanya keimanan terhadap hari kiamat. Nabi Hud telah membicarakan semua ini dan mereka telah mendengarkannya namun mereka mendustakannya. Allah SWT menceritakan sikap kaum itu terhadap hari kiamat:

“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan pertemuan dengan hari kiamat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia: ‘Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia, makan dari apa yang kamu, makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian menaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian itu, kamu benar-benar menjadi orang-orang yang merugi.

Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu sesungguhnya akan dikeluarkan (dari kuburmu)?, jauh, jauh sekali (dari kebenaran) apa yang diancamkan kepadamu itu, kehidupan tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi. ” (QS. al-Mu`minun: 33-37)

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Demikianlah kaum Nabi Hud mendustakan nabinya. Mereka berkata kepadanya: “Tidak mungkin, tidak mungkin.” Mereka keheranan ketika mendengar bahwa Allah SWT akan membangkitkan orang-orang yang ada dalam kuburan. Mereka bingung ketika dibe-ritahu bahwa Allah SWT akan mengembalikan penciptaan manusia setelah ia berubah menjadi tanah, meskipun Dia telah menciptakannya sebelumnya juga dari tanah. Seharusnya para pendusta hari kebangkitan itu merasa bahwa mengembalikan penciptaan manusia dari tanah dan tulang lebih mudah dari penciptaannya pertama kali.

Bukankah Allah SWT telah menciptakan semua makhluk, maka kesulitan apa yang ditemui-Nya dalam mengembalikannya. Kesulit­an itu disesuaikan dengan tolok ukur manusia yang tersembunyi dalam ciptaan., maka tolok ukur manusia tersebut tidak dapat diterapkan kepada Allah SWT. Karena Dia tidak mengenal kesulitan atau kemudahan. Ketika Dia ingin membuat sesuatu, maka Dia hanya sekadar mengeluarkan perintah:

“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepa­danya: “Jadilah.”Lalu jadilah ia.” (QS. al-Baqarah: 117)

Kita juga memperhatikan firman-Nya:

“Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya.” (QS. al-Mu^minun: 33)

Al-Mala’ ialah para pembesar (ar-Ruasa’). Mereka dinamakan al-Mala’ karena mereka suka berbicara dan mereka mempunyai kepentingan dalam kesinambungan situasi yang tidak sehat. Kita akan menyaksikan mereka dalam setiap kisah para nabi. Kita akan melihat para pembesar kaum, orang-orang kaya di antara mereka, dan orang-orang elit di antara mereka yang menentang para nabi. Allah SWT menggambarkan mereka dalam firman-Nya:

“Dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan dunia. ” (QS. al-Mukminun: 33)

Karena pengaruh kekayaan dan kemewahan hidup, lahirlah keinginan untuk meneruskan kepentingan-kepentingan khusus, dan dari pengaruh kekayaan dan kekuasaan, muncullah sikap sombong.

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Para pembesar itu menoleh kepada kaumnya sambil bertanya-tanya: “Tidakkah nabi ini manusia biasa seperti kita, ia memakan dari apa yang kita, makan, dan meminum dari apa yang kita minum? Bahkan barangkali karena kemiskinannya, ia sedikit, makan dari apa yang kita, makan dan ia minum, menggunakan gelas-gelas yang kotor sementara kita minum dari gelas-gelas yang terbuat dari emas dan perak., maka bagaimana ia mengaku berada dalam kebenaran dan kita dalam kebatilan? Ini adalah manusia biasa, maka bagaimana kita menaati manusia biasa seperti kita? Kemudian, mengapa Allah SWT memilih manusia di antara kita untuk mendapatkan wahyu-Nya?”

Para pembesar kaum Nabi Hud berkata: “Bukankah hal yang aneh ketika Allah SWT memilih manusia biasa di antara kita untuk menerima wahyu dari-Nya?” Nabi Hud balik bertanya: “Apa keanehan dalam hal itu? Sesungguhnya Allah SWT mencintai kalian dan oleh karenanya Dia mengutus aku kepada kalian untuk mengingatkan kalian. Sesungguhnya perahu Nuh dan kisah Nuh tidak jauh dari ingatan kalian. Janganlah kalian melupakan apa yang telah terjadi. Orang-orang yang menentang Allah SWT telah dihancurkan dan begitu juga orang-orang yang akan mengingkari-Nya pun akan dihancurkan, sekuat apa pun mereka.” Para pembesar kaum berkata: “Siapakah yang dapat menghancurkan kami wahai Hud?” Nabi Hud menjawab: “Allah SWT.”

Orang-orang kafir dari kaum Nabi Hud berkata: “Tuhan-tuhan kami akan menyelamatkan kami.” Nabi Hud memberitahu mereka, bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah ini dengan maksud untuk mendekatkan mereka kepada Allah SWT pada hakikatnya justru menjauhkan mereka dari-Nya. Ia menjelaskan kepada mere­ka bahwa hanya Allah SWT yang dapat menyelamatkan manusia, sedangkan kekuatan lain di bumi tidak dapat mendatangkan mudarat dan manfaat.

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Pertarungan antara Nabi Hud dan kaumnya semakin seru. Dan setiap kali pertarungan berlanjut dan hari berlalu, kaum Nabi Hud meningkatkan kesombongan, pembangkangan, dan pendustaan kepada nabi mereka. Mereka mulai menuduh Nabi Hud sebagai seorang idiot dan gila. Pada suatu hari mereka berkata kepadanya: “Sekarang kami memahami rahasia kegilaanmu. Sesungguhnya engkau menghina tuhan kami dan tuhan kami telah marah kepadamu, dan karena kemarahannya engkau menjadi gila.” Allah SWT menceritakan apa yang mereka katakan dalam firman-Nya:

“Kaum ‘Ad berkata: ‘Hai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. ” (QS. Hud: 53-54)

Sampai pada batas inilah penyimpangan itu telah terjadi pada diri mereka, sampai pada batas bahwa mereka menganggap, bahwa Nabi Hud telah mengigau karena salah satu tuhan mereka telah murka kepadanya sehingga ia terkena sesuatu penyakit gila. Nabi Hud tidak membiarkan anggapan mereka bahwa ia gila dan mengigau, naniun ia tidak bersikap emosi tetapi ia menunjukkan sikap tegas ketika mereka mengatakan: “Dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. “

Allah Ta’ala berfirman :

Pemuka-pemuka yang kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami benar-benar memandang kamu dalam keadaan kurang akal dan sesungguhnya kami menganggap kamu termasuk orang-orang yang berdusta”. (QS Al-A’raaf : 66).

Maksudnya adalah perkara yang beliau serukan kepada kaumnya untuk diikuti adalah sebuah kedustaan terhadap kegiatan penyembahan berhala yang telah berlangsung ini yang mana kaum yang durhaka tersebut mengharapkan kemenangan, rizki hanya dari berhala-berhala tersebut.

Nabi Hud berkata, seperti difirmankan Allah Ta’ala :

Hud berkata: “Hai kaumku, tidak ada padaku kekurangan akal sedikit pun, tetapi aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanah Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasihat yang terpercaya bagimu”. (QS Al-A’raaf : 67-68).

Maksudnya adalah perkara ini bukan kedustaan seperti yang dikira kaumnya beliau. Nabi Hud telah berusaha menyampaikan dengan bahasa yang lugas, fasih dan sederhana. Ini merupakan berkah dan nasehat bagi kaumnya dan kasih sayang beliau kepada mereka serta beliau sangat ingin kaumnya menuju jalan hidayah. Beliau tidak pernah meminta upah atau balasan tetapi beliau melaksanakan dakwahnya dengan penuh keikhlasan demi mencari ridha Allah.

Nabi Hud hanya memberikan peringatan dan ancaman terhadap orang-orang yang mendustakan dakwahnya. Nabi Hud berkata:

“Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah olehmu bahwa Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dari selain-Nya. Sebab itu, jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah karnu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudarat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha Pemelihara segala sesuatu. ” (QS. Hud: 54-57)

Nabi Hud Berdakwah di Tengah-tengah Sukunya

Manusia akan merasa keheranan terhadap perlawanan kepada kebenaran ini. Seorang lelaki menghadapi kaum yang kasar dan keras kepala serta bodoh. Mereka menganggap bahwa berhala-berhala dari batu dapat memberikan gangguan. Manusia sendiri rnampu menentang para tiran dan melumpuhkan keyakinan mereka, serta berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. Bahkan ia siap menentang mereka dan menghadapi segala bentuk, makar mereka. Ia pun siap berperang dengan mereka dan bertawakal kepada Allah SWT. Allah-lah yang Maha Kuat dan Maha Benar. Dia-lah yang menguasai setiap makhluk di muka bumi, baik berupa binatang, manusia, maupun makhluk lain. Tidak ada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah SWT.

Dengan keimanan kepada Allah SWT dan dengan kepercayaan pada janji-Nya serta merasa tenang dengan pertolongan-Nya, Nabi Hud menyeru orang-orang kaflr dari kaumnya. Nabi Hud melakukan yang demikian itu meskipun ia sendirian dan merasakan kelemahan karena ia mendapatkan keamanan yang hakiki dari Allah SWT. Dalam pembicaraannya, Nabi Hud menjelaskan kepada kaumnya bahwa ia melaksanakan amanat dan menyampaikan agama. Jika mereka mengingkari dakwahnya, niscaya Allah SWT akan mengganti mereka dengan kaum selain mereka. Yang demi­kian ini berarti bahwa mereka sedang menunggu azab. Demikianlah Nabi Hud menjelaskan kepada mereka, bahwa ia berlepas diri dari mereka dan dari tuhan mereka. la bertawakal kepada Allah SWT yang menciptakannya.

Amaliyah
Logo