{وَلَقَدْ فَتَنَّا قَبْلَهُمْ قَوْمَ فِرْعَوْنَ وَجَاءَهُمْ رَسُولٌ كَرِيمٌ (17) أَنْ أَدُّوا إِلَيَّ عِبَادَ اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ (18) وَأَنْ لا تَعْلُوا عَلَى اللَّهِ إِنِّي آتِيكُمْ بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ (19) وَإِنِّي عُذْتُ بِرَبِّي وَرَبِّكُمْ أَنْ تَرْجُمُونِ (20) وَإِنْ لَمْ تُؤْمِنُوا لِي فَاعْتَزِلُونِ (21) فَدَعَا رَبَّهُ أَنَّ هَؤُلاءِ قَوْمٌ مُجْرِمُونَ (22) فَأَسْرِ بِعِبَادِي لَيْلا إِنَّكُمْ مُتَّبَعُونَ (23) وَاتْرُكِ الْبَحْرَ رَهْوًا إِنَّهُمْ جُنْدٌ مُغْرَقُونَ (24) كَمْ تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (25) وَزُرُوعٍ وَمَقَامٍ كَرِيمٍ (26) وَنَعْمَةٍ كَانُوا فِيهَا فَاكِهِينَ (27) كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا قَوْمًا آخَرِينَ (28) فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالأرْضُ وَمَا كَانُوا مُنْظَرِينَ (29) وَلَقَدْ نَجَّيْنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ مِنَ الْعَذَابِ الْمُهِينِ (30) مِنْ فِرْعَوْنَ إِنَّهُ كَانَ عَالِيًا مِنَ الْمُسْرِفِينَ (31) وَلَقَدِ اخْتَرْنَاهُمْ عَلَى عِلْمٍ عَلَى الْعَالَمِينَ (32) وَآتَيْنَاهُمْ مِنَ الآيَاتِ مَا فِيهِ بَلاءٌ مُبِينٌ (33) }
Sesungguhnya sebelum mereka telah Kami uji kaum Fir’aun dan telah datang kepada mereka seorang rasul yang mulia (dengan berkata).”Serahkanlah hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak) kepadaku. Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu, dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata. Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu, dari keinginanmu merajamku, dan jika kamu tidak beriman kepadaku, maka biarkanlah aku (memimpin Bani Israil).” Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya, “Sesungguhnya mereka ini adalah kaum yang berdosa (segerakanlah azab kepada mereka).” (Allah berfirman), “Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku pada malam hari, sesungguhnya kamu akan dikejar, dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan. Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya, demikianlah. Dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain. Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh. Dan sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani Israil dari siksaan yang menghinakan, dari (azab) Fir’aun. Sesungguhnya dia adalah orang yang sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas. Dan sesungguhnya telah Kami pilih mereka dengan pengetahuan (Kami) atas bangsa-bangsa. Dan Kami telah memberikan kepada mereka di antara tanda-tanda kekuasaan (Kami) sesuatu yang di dalamnya terdapat nikmat yang nyata.
Allah Swt. berfirman, bahwa sesungguhnya sebelum orang-orang musyrik itu Kami telah menguji kaum Fir’aun bangsa Egypt yang tinggal di negeri Mesir.
{وَجَاءَهُمْ رَسُولٌ كَرِيمٌ}
Dan telah datang kepada mereka seseorang rasul yang mulia. (Ad-Dukhan: 17)
yaitu Musa a.s. yang pernah diajak berbicara langsung oleh Allah Swt.
{أَنْ أَدُّوا إِلَيَّ عِبَادَ اللَّهِ}
(dengan berkata) “Serahkanlah hamba-hamba Allah (Bani Israil yang kamu perbudak) kepadaku. (Ad-Dukhan: 18)
semakna dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{فَأَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلا تُعَذِّبْهُمْ قَدْ جِئْنَاكَ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكَ وَالسَّلامُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى}
Maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk. (Thaha: 47)
***********
Adapun firman Allah Swt.:
{إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ}
Sesungguhnya aku adalah utusan (Allah) yang dipercaya kepadamu. (Ad-Dukhan: 18)
Yakni dipercaya oleh-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada kalian.
Firman Allah Swt.:
{وَأَنْ لَا تَعْلُوا عَلَى اللَّهِ}
dan janganlah kamu menyombongkan diri terhadap Allah. (Ad-Dukhan: 19)
Maksudnya, janganlah kamu bersikap angkuh dari mengikuti petunjuk ayat-ayat-Nya, dan tunduk patuh kepada bukti-bukti-Nya, serta beriman kepada keterangan-keterangan-Nya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ}
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina. (Al-Mu’min: 60)
Firman Allah Swt. menceritakan ucapan Musa a.s.:
{إِنِّي آتِيكُمْ بِسُلْطَانٍ [مُبِينٍ] }
Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata. (Ad-Dukhan: 19)
Yaitu dengan bukti yang jelas dan gemblang, berupa mukjizat-mukjizat yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya dan dalil-dalil yang pasti.
{وَإِنِّي عُذْتُ بِرَبِّي وَرَبِّكُمْ أَنْ تَرْجُمُونِ}
Dan sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhanmu dari keinginanmu merajamku (Ad-Dukhan: 20)
Ibnu Abbas r.a. mengatakan —demikian pula Abu Saleh— bahwa yang dimaksud dengan rajam ialah rajam dengan lisan alias mencaci maki.
Qatadah mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan rajam di sini adalah rajam dengan batu.
Makna ayat ialah ‘aku berlindung kepada Allah yang telah menciptakan diriku dan diri kalian agar jangan sampai kalian menyentuhku dengan perbuatan atau ucapan yang buruk.’
{وَإِنْ لَمْ تُؤْمِنُوا لِي فَاعْتَزِلُونِ}
dan jika kamu tidak beriman kepadaku, maka biarkanlah aku (memimpin Bani Israil). (Ad-Dukhan: 21)
Yakni janganlah kamu menghalang-halangiku lagi dan biarkanlah urusan ini damai antara aku dan kamu hingga Allah memutuskan di antara kita.
Dan setelah Musa a.s. tinggal dalam waktu yang cukup lama di kalangan mereka seraya menegakkan Hujah-hujah Allah terhadap mereka, maka usaha itu tidaklah menambahkan kepada mereka selain kekufuran dan keingkaran. Maka Musa a.s. berdoa kepada Tuhannya untuk memberi pelajaran terhadap mereka, dan doanya itu dikabulkan langsung menimpa mereka. Sebagaimana yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَقَالَ مُوسَى رَبَّنَا إِنَّكَ آتَيْتَ فِرْعَوْنَ وَمَلأهُ زِينَةً وَأَمْوَالا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا رَبَّنَا لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِكَ رَبَّنَا اطْمِسْ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَاشْدُدْ عَلَى قُلُوبِهِمْ فَلا يُؤْمِنُوا حَتَّى يَرَوُا الْعَذَابَ الألِيمَ قَالَ قَدْ أُجِيبَتْ دَعْوَتُكُمَا فَاسْتَقِيمَا}
Musa berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun, dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami —akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau.— Ya Tuhan Kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” Allah berfirman, “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus.”(Yunus: 88-89)
Hal yang sama dikatakan pula dalam ayat ini melalui firman-Nya:
{فَدَعَا رَبَّهُ أَنَّ هَؤُلاءِ قَوْمٌ مُجْرِمُونَ}
Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya, “Sesungguhnya mereka ini adalah kaum yang berdosa (segerakanlah azab kepada mereka).” (Ad-Dukhan: 22)
Maka pada saat itu Allah Swt. memerintahkan kepada Musa agar keluar membawa kaum Bani Israil meninggalkan negeri Mesir tanpa pamit dahulu kepada Fir’aun, melainkan pergi dengan diam-diam. Karena itulah disebutkan dalam firman berikutnya:
{فَأَسْرِ بِعِبَادِي لَيْلا إِنَّكُمْ مُتَّبَعُونَ}
(Allah berfirman), “Maka berjalanlah kamu dengan membawa hamba-hamba-Ku pada malam hari, ‘sesungguhnya kamu akan dikejar.” (Ad-Dukhan: 23)
sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَلَقَدْ أَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَسْرِ بِعِبَادِي فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيقًا فِي الْبَحْرِ يَبَسًا لَا تَخَافُ دَرَكًا وَلا تَخْشَى}
dan sesungguhnya telah Kami wahyukan kepada Musa, “Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut, kamu tak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam).” (Thaha: 77)
************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَاتْرُكِ الْبَحْرَ رَهْوًا إِنَّهُمْ جُنْدٌ مُغْرَقُونَ}
dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentara yang akan ditenggelamkan. (Ad-Dukhan: 24)
demikian itu karena ketika Musa telah membawa Bani Israil menyeberangi laut itu, maka ia bermaksud memukulkan tongkatnya lagi ke laut itu, agar laut kembali tertutup oleh airnya seperti semula, sehingga menjadi penghalang antara mereka dan Fir’aun beserta pasukannya, karenanya Fir’aun tidak dapat mengejar mereka. Maka Allah memerintahkan kepada Musa a.s. agar membiarkan laut itu tetap kering, dan menyampaikan berita gembira kepada Musa bahwa mereka adalah pasukan yang akan ditenggelamkan di dalam laut itu (bila telah masuk semuanya). Dan sesungguhnya Musa tidak usah takut tersusul dan tidak usah takut tenggelam.
Ibnu Abbas r.a. mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan biarkanlah laut itu tetap terbelah. (Ad-Dukhan: 24) yakni seperti itu dan berjalanlah terus kamu.
Mujahid mengatakan bahwa rahwan artinya jalan yang kering seperti keadaan saat dipukul oleh Musa dengan tongkatnya. Allah Swt. berfirman, “Janganlah kamu perintahkan laut supaya menutup sebelum orang yang terakhir dari pasukan Fir’aun masuk ke dalamnya.”
Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Ar-Rabi’ ibnu Anas Ad-Dahhak, Qatadah, Ibnu Zaid, Ka’bul Ahbar, Sammak ibnu Harb, serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
*************
Kemudian disebutkan dalam firman berikutnya:
{كَمْ تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ} وَهِيَ الْبَسَاتِينُ {وَعُيُونٍ وَزُرُوعٍ}
Alangkah banyaknya taman-taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun. (Ad-Dukhan: 25-26)
Yang dimaksud dengan jannat ialah kebun-kebun, dan yang dimaksud dengan mata air ialah sungai-sungai dan sumur-sumur.
{وَمَقَامٍ كَرِيمٍ}
Serta tempat-tempat yang indah-indah. (Ad-Dukhan: 26)
Yaitu tempat-tempat tinggal yang antik-antik dan tempat-tempat yang indah-indah.
Mujahid dan Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Serta tempat-tempat yang indah-indah. (Ad-Dukhan: 26) Maksudnya, mimbar-mimbar.
Ibnu Lahi’ah telah meriwayatkan dari Wahb ibnu Abdullah Al-Mu’afiri, dari Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa Sungai Nil Mesir adalah rajanya semua sungai. Allah Swt. telah menundukkan baginya semua sungai, baik yang ada dibelahan timur maupun yang ada di belahan barat, dan semuanya itu dijinakkan oleh Allah untuk Sungai Nil. Apabila Allah hendak menjadikan Sungai Nil pasang, maka Dia memerintahkan kepada semua sungai agar membantu Sungai Nil, lalu semua sungai membantunya, dan Allah memancarkan baginya mata air-mata air dari bumi. Dan apabila pasangnya telah habis menurut apa yang dikehendaki oleh Allah Swt, maka Allah memerintahkan kepada setiap air untuk kembali kepada sumbernya masing-masing.
Abdullah ibnu Amr r.a. telah mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun serta tempat-tempat yang indah-indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya. (Ad-Dukhan: 25-27) Bahwa taman-taman itu berada di kedua sisi tepi Sungai Nil mulai dari hulu sampai hilirnya, yaitu mulai dari Aswan sampai ke Rasyid. Sungai Nil di negeri Mesir mempunyai sembilan danau (aliran sungai yang melebar membentuk danau), yaitu di Iskandaria, Dimyat, Firdaus, Manaf, Fayyum, Muntaha, dan semua daerah yang dapat dicapai oleh airnya ditanami dan dijadikan lahan pertanian, mulai dari hulu sampai ke hilirnya temasuk bukit-bukit yang ada di kedua sisinya. Dahulu pengairan negeri Mesir diambil dari Sungai Nil yang dari permukaan tanah kedalaman permukaan airnya mencapai enam belas hasta, tetapi hal itu dapat dilakukan berkat keahlian penduduknya yang mengatur pengairan dari bendungan-bendungan dan danau-danaunya.
***********
{وَنَعْمَةٍ كَانُوا فِيهَا فَاكِهِينَ}
Dan kesenangan-kesenangan yang mereka menikmatinya. (Ad-Dukhan: 27)
Yakni kehidupan yang nikmat yang mereka bergelimangan di dalamnya. Mereka dapat memakan apa yang mereka kehendaki dan berpakaian menurut apa yang mereka senangi. Selain itu mereka memiliki harta yang berlimpah, kedudukan dan kekuasaan di negeri Mesir. Maka semuanya itu dicabut dari mereka dalam satu saat saja. Mereka meninggal dunia, lalu tempat kembali mereka adalah neraka Jahanam, dan seburuk-buruk tempat kembali adalah Jahanam. Sedangkan negeri Mesir dan semua kekayaannya beralih ke tangan bangsa Bani Israil, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
{كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا بَنِي إِسْرَائِيلَ}
demikianlah halnya dan Kami anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. (Asy-Syu’ara: 59)
Dalam ayat yang lain disebutkan oleh firman-Nya:
{وَأَوْرَثْنَا الْقَوْمَ الَّذِينَ كَانُوا يُسْتَضْعَفُونَ مَشَارِقَ الأرْضِ وَمَغَارِبَهَا الَّتِي بَارَكْنَا فِيهَا وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ الْحُسْنَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ بِمَا صَبَرُوا وَدَمَّرْنَا مَا كَانَ يَصْنَعُ فِرْعَوْنُ وَقَوْمُهُ وَمَا كَانُوا يَعْرِشُونَ}
Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bagian timur bumi dan bagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya. Dan telah sempurnalah perkataan Tuhanmu yang baik (sebagai janji) untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka. Dan Kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya dan apa yang telah dibangun mereka. (Al-A’raf: 137)
Dan dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
{كَذَلِكَ وَأَوْرَثْنَاهَا قَوْمًا آخَرِينَ}
demikianlah, dan Kami wariskan semua itu kepada kaum yang lain. (Ad-Dukhan: 28)
Mereka adalah kaum Bani Israil, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
************
Firman Allah Swt.:
{فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاءُ وَالأرْضُ}
Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29)
Yakni mereka tidak mempunyai amal saleh yang dinaikkan ke pintu-pintu langit, karena itu langit menangisi kehilangan mereka. Dan mereka tidak mempunyai satu petak tanah pun di bumi ini yang padanya dilakukan pemyembahan kepada Allah Swt. yang karenanya tanah tersebut menangisi kehilangan mereka. Karena itulah maka mereka berhak untuk tidak mendapat masa tangguh karena kekafiran mereka, kejahatan mereka, dan sikap mereka yang angkuh lagi pengingkar.
Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab musnadnya:
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Makki ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ubaidah, telah menceritakan keapdaku Yazid Ar-Raqqasyi, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik r.a. dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Tiada seorang hamba pun melainkan mempunyai dua buah pintu di langit; sebuah pintu untuk jalan turun rezekinya, dan sebuah pintu lagi untuk masuk amal dan ucapannya. Apabila hamba yang bersangkutan meninggal dunia, maka kedua pintu itu merasa kehilangan dia dan menangisi kepergiannya. Lalu Nabi Saw. membaca ayat ini: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29)
Menurut suatu riwayat, mereka tidak pernah mengerjakan suatu amal saleh pun di muka bumi ini yang menyebabkan bumi menangisi kepergian mereka. Dan tiada ucapan dan amal perbuatan mereka yang dinaikkan ke langit, yaitu ucapan yang baik dan amal yang saleh, yang karenanya langit merasa kehilangan mereka, lalu menangisi kepergian mereka. Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan hal ini melalui Musa ibnu Ubaidah Ar-Rabzi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Talhah, telah menceritakan kepadaku Isa ibnu Yunus, dari Safwan ibnu Amr, dari Syuraih ibnu Ubaid Al-Hadrami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw, pernah bersabda: Sesungguhnya Islam itu asing permulaannya dan kelak akan kembali asing seperti semula. Ingatlah, tiada keterasingan bagi orang mukmin. Tidak sekali-kali seorang mukmin meninggal dunia di pengasingan yang padanya tiada seorang pun yang menangisi kepergiannya, melainkan langit dan bumi menangisi kepergiannya. Kemudian Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka. (Ad-Dukhan: 29) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan menangisi kematian orang kafir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan,- telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Isam, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad (Yakni Az Zubairi), telah menceritakan kepada kami Al-Ala ibnu Saleh, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Abbad ibnu Abdullah yang telah menceritakan, bahwa pernah ada seorang lelaki bertanya kepada sahabat Ali r.a, “Apakah langit dan bumi menangisi seseorang?” maka Ali r.a. menjawab, “Sesungguhnya engkau menanyakan kepadaku sesuatu hal yang belum pernah ditanyakan oleh seorang pun sebelummu. Sesungguhnya tiada seorang hamba pun melainkan mempunyai tempat salat di bumi dan tempat naik amalnya di langit. Dan sesungguhnya Fir’aun dan kaumnya tidak mempunyai suatu amal saleh pun di bumi ini dan tidak pula mereka memiliki suatu amal pun yang dinaikkan ke langit.” Kemudian Ali r.a. membaca firman-Nya: Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh. (Ad-Dukhhan: 29)
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Talq ibnu Ganam, dari Zaidah, dari Mansur, dari Minhal, dari Sa’id ibnu Jubair yang menceritakan bahwa pernah seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas r.a, lalu bertanya, “Hai Abul Abbas, bagaimanakah pendapatmu tentang firman Allah Swt.: ‘Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan mereka pun tidak diberi tangguh.’ (Al-Dukhan: 29) Maka apakah langit dan bumi itu dapat menangisi kematian seseorang?” Ibnu Abbas menjawab, “Ya, sesungguhnya tiada seorang makhluk pun melainkan mempunyai pintu di langit yang darinya turun rezekinya dan dengan melaluinya amal perbuatannya dinaikkan. Maka apabila seorang mukmin meninggal dunia pintunya yang di langit tempat naik amalnya dan tempat turun rezekinya ditutup, lalu ia merasa kehilangan dia dan menangisinya. Dan tempat dia biasa mengerjakan salatnya di bumi dan tempat ia biasa berzikir kepada Allah Swt. bila dia meninggal, merasa kehilangan dia dan menangisinya. Dan sesungguhnya kaum Fir’aun itu tidak mempunyai jekak-jejak yang baik di bumi, tidak pula memiliki kebaikan yang dinaikkan ke langit kepada Allah Swt. Maka langit dan bumi tidak menangisi kematian mereka.”
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. hal yang semisal dengan atsar di atas.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Yahya Al-Qattat, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas r.a. yang menceritakan bahwa menurut suatu pendapat, bumi menangisi kematian seorang mukmin selama empat puluh hari. Mujahid mengatakan, bahwa lalu ia bertanya kepada Ibnu Abbas, “Apakah bumi dapat menangis?” Ibnu Abbas menjawab, “Apakah engkau merasa heran?” mengapa bumi tidak menangisi kematian seseorang yang telah meramaikannya dengan rukuk, dan sujud padanya? dan mengapa langit tidak menangisi kematian seseorang hamba yang takbir dan tasbihnya berkumandang seperti suara lebah?”
Qatadah mengatakan bahwa kematian Fir’aun dan kaumnya dinilai sangat hina untuk ditangisi oleh langit dan bumi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ismail telah menceritakan kepada kami Al-Mustawrid ibnu Sabiq dari Ubaidul Maktab dari Ibrahim yang mengatakan bahwa langit sejak dunia ada belum pernah menangis kecuali karena kematian dua orang. Aku bertanya kepada Ubaid, “Bukankah langit dan bumi menangisi kematian orang mukmin?” Ubaid menjawab, “Yang menangisinya adalah tempat naik amalnya saja”. Ubaid bertanya, “Tahukah kamu, apakah pertanda langit menangis?” Aku menjawab “Tidak tahu”. Ubaid mengatakan, “Pertanda langit menangis ialah kelihatan memerah bagaikan bunga mawar seperti kilapan minyak. Sesungguhnya ketika Nabi Yahya ibnu Zakaria dibunuh, langit tampak memerah dan meneteskan darah. Dan sesungguhnya ketika Al-Husain ibnu Ali r.a. dibunuh langit tampak memerah.
Telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Abu Gassan Muhammad ibnu Amr Zanij, telah menceritakan kepada kami Jarir, Dari Yazid ibnu Abu Ziad yang mengatakan bahwa ketika Al-Husain ibnu Ali r.a. dibunuh, langit kelihatan memerah selama empat bulan. Yazid mengatakan bahwa menangisnya langit itu bila ia tampak memerah.
Hal yang sama telah dikatakan oleh As-Sadiyyul Kabir. Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa menangisnya langit itu bila semua ujungnya tampak memerah.
Mereka (kaum Syi’ah) menyebutkan pula sehubungan dengan peristiwa terbunuhnya Husain ibnu Ali r.a, bahwa tiada suatu batu pun yang dibalikkan pada hari terbunuhnya Al-Husain, melainkan ditemukan di bawahnya darah berserakan. Dan di hari itu matahari mengalami gerhana dan ufuk langit kelihatan memerah serta batu-batu banyak yang berjatuhan.
Semua pendapat tentang ini masih diragukan dan perlu diteliti lagi kebenarannya, yang jelas semua riwayat di atas merupakan buatan golongan Syi’ah dan kedustaan mereka untuk membesar-besarkan peristiwa itu.
***********