{كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ (5) يُجَادِلُونَكَ فِي الْحَقِّ بَعْدَمَا تَبَيَّنَ كَأَنَّمَا يُسَاقُونَ إِلَى الْمَوْتِ وَهُمْ يَنْظُرُونَ (6) وَإِذْ يَعِدُكُمُ اللَّهُ إِحْدَى الطَّائِفَتَيْنِ أَنَّهَا لَكُمْ وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ (7) لِيُحِقَّ الْحَقَّ وَيُبْطِلَ الْبَاطِلَ وَلَوْ كَرِهَ الْمُجْرِمُونَ (8) }
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran itu), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebabnya). Dan (ingatlah) ketika Allah menjanjikan kepada kalian bahwa salah satu dari dua golongan (yang kalian hadapi) adalah untuk kalian, sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah untuk kalian, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir, agar Allah menetapkan yang hak dan membatalkan yang batil walaupun orang-orang (musyrik) yang berdosa tidak menyukainya
Imam Abu Ja’far At-Tabari mengatakan bahwa ulama tafsir berbeda pendapat tentang penyebab yang mendatangkan kebenaran huruf kaf dalam firman-Nya:
{كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ}
Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi. (Al-Anfal: 5)
Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa keadaan orang-orang mukmin saat itu diserupakan dengan keadaan orang-orang mukmin di saat Allah menyuruh mereka pergi dari rumah mereka demi kemaslahatan mereka sendiri, yaitu untuk menguji ketaatan mereka kepada Tuhannya dan untuk memperbaiki hubungan di antara sesama mereka serta ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ikrimah.
Makna yang dimaksud ialah, Allah Swt. berfirman kepada mereka bahwasanya sebagaimana kalian di saat berselisih pendapat tentang ganimah dan kalian saling ngotot mengenainya, maka Allah mencabutnya dari tangan kalian, dan menyerahkannya sebagai bagian dari milik Allah dan Rasul-Nya. Kemudian Rasulullah Saw. membagi-bagikannya di antara mereka dengan adil dan sama rata. Dan ternyata hal tersebut merupakan hal yang terbaik bagi kalian.
Yakni demikian pula ketika kalian dipaksa keluar untuk menemui musuh-musuh kalian guna berperang melawan golongan yang bersenjata. Mereka adalah pasukan kaum muslim yang berangkat untuk membela agamanya dan merebut kafilah dagang orang-orang musyrik. Dan ternyata akibat dari ketidaksukaan kalian untuk berperang, Allah membuat kalian mampu melakukannya dan mempertemukan kalian dengan musuh-musuh kalian, tanpa ada penentuan waktu sebelumnya; hal tersebut dimaksudkan sebagai bimbingan, petunjuk, pertolongan, dan kemenangan dari Allah buat kalian. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya yang lain:
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ}
Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian; Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui. (Al-Baqarah: 216)
ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran. (Al-Anfal: 5) Bahwa sekalipun sebagian orang mukmin tidak menyukainya, demikian pula keadaan mereka ketika disuruh berperang, mereka membantahmu dalam strategi tersebut, padahal perkaranya sudah jelas bagi mereka.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid, bahwa Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi. (Al-Anfal: 5) Demikian pula mereka membantah kamu dalam perkara yang hak.
As-Saddi mengatakan bahwa sehubungan dengan keberangkatan kaum muslim menuju medan Perang Badar serta bantahan mereka kepada Nabi Saw. dalam hal ini, maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran dan sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman tidak menyukainya. (Al-Anfal: 5) Mereka berangkat untuk mencari orang-orang musyrik. Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (kebenaran itu). (Al-Anfal: 6)
Sebagian ulama tafsir ada yang mengatakan bahwa mereka menanyakan tentang pembagian harta rampasan perang kepadamu (Muhammad), sebagaimana mereka membantahmu dalam peristiwa Perang Badar, mereka mengatakan, “Engkau memberangkatkan kami untuk menghadang iringan kafilah, mengapa engkau tidak memberi tahu kami sejak semula bahwa kita akan menghadapi peperangan, sehingga kami dapat membuat persiapan terlebih dahulu untuk menghadapinya?”
Menurut kami, sesungguhnya Rasulullah. Saw. berangkat dari Madinah bersama pasukan kaum muslim pada awal mulanya hanyalah untuk menghadang iringan kafilah dagang Abu Sufyan yang beritanya telah diketahuinya, bahwa kafilah tersebut pulang dari negeri Syam dengan membawa harta yang berlimpah milik orang-orang kafir Quratsy. Maka Rasulullah Saw. membangkitkan semangat kaum muslim yang mempunyai kemampuan untuk berangkat. Kemudian beliau Saw. berangkat bersama tiga ratus orang lebih beberapa belas.
Rasulullah Saw. memakai jalan yang menuju ke pantai dengan memakai jalan yang melewati Badar. Sedangkan Abu Sufyan mengetahui Keberangkatan Rasulullah Saw. untuk menghadangnya. Maka Abu Sufyan mengirimkan Damdam ibnu Amr untuk menyampaikan peringatan kepada penduduk Mekah akan bahaya yang sedang dihadapinya. Maka bangkitlah dari kalangan penduduk Mekah suatu pasukan besar yang terdiri atas seribu personel dengan senjata yang lengkap, jumlah mereka antara sembilan ratus sampai seribu orang.
Selanjutnya Abu Sufyan sendiri mengambil jalan kanan bersama kafilah dagangnya, yaitu meniti jalan tepi pantai, sehingga selamat dari hadangan pasukan kaum muslim. Lalu tibalah pasukan kaum musyrikin, kemudian mereka sampat di sumur Badar. Lalu Allah mempertemukan pasukan kaum muslim dan pasukan orang-orang kafir, tanpa ada penentuan waktu terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan oleh Allah untuk meninggikan kalimat kaum muslim dan menolong mereka dalam menghadapi musuh-musuhnya, serta untuk membedakan antara perkara yang hak dengan perkara yang batil, seperti yang akan dijelaskan kemudian.
Kaitan yang dimaksud ialah, ketika Rasulullah Saw. menerima berita tentang keberangkatan pasukan kaum musyrik Mekah, maka Allah menurunkan wahyu-Nya kepada Nabi Saw. untuk memilih salah satu di antara kedua golongan tersebut, yaitu antara kafilah atau pasukan kaum musyrik. Sedangkan kebanyakan kaum muslim memilih untuk menghadang kafilah, mengingat hasilnya sudah pasti dan tanpa melalui peperangan. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:
{وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ وَيَقْطَعَ دَابِرَ الْكَافِرِينَ}
sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untuk kalian, dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir. (Al-Anfal: 7)
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan di dalam kitab Tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad At-Tabrani, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Sahi, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai’ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Aslam Abu Imran, bahwa ia pernah mendengar Abu Ayyub Al-Ansari menceritakan hadis berikut: Rasulullah Saw. bersabda ketika kami (para sahabat) berada di Madinah, “Sesungguhnya aku mendapat berita bahwa iringan kafilah Abu Sufyan telah kembali, maka maukah kalian berangkat untuk menghadang kafilah ini? Mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai ganimah buat kita.” Maka kami (para sahabat) menjawab, “Ya.” Lalu Nabi berangkat dan kami ikut bersamanya. Ketika perjalanan satu atau dua hari telah kami lampaui, Nabi Saw. bersabda kepada kami, “Bagaimanakah pendapat kalian dengan memerangi kaum itu, karena sesungguhnya mereka telah mendengar keberangkatan kalian (sehingga mereka meminta bala bantuan)?” Kami menjawab, “Tidak, demi Allah, kami tidak mempunyai kekuatan yang memadai untuk berperang melawan musuh, tetapi kami hanya menginginkan iringan kafilah itu.” Nabi Saw. bersabda, “Bagaimanakah pendapat kalian tentang memerangi kaum itu?” Kami menjawab dengan jawaban yang sama. Maka Al-Miqdad ibnu Amr mengatakan, “Kalau demikian, kami tidak akan mengatakan kepada engkau, wahai Rasulullah, seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada Musa,” yang disebutkan di dalam firman-Nya: pergilah kamu bersama Tuhanmu. dan berperanglah kamu berdua. sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja. (Al-Maidah: 24) Abu Ayyub Al-Ansari mengatakan, “Setelah itu kami —semua golongan Ansar— berharap seandainya saja kami mengatakan seperti apa yang tadi dikatakan oleh Al-Miqdad. Hal itu lebih kami sukai daripada memiliki harta yang besar.” Selanjutnya ia mengatakan, “Lalu Allah Swt. menurunkan firman kepada Rasul-Nya.” yaitu: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya. (Al-Anfal: 5)
Kemudian Ibnu Murdawaih melanjutkan hadis ini hingga selesai. Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Luhai’ah dengan lafaz yang semisal.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan pula melalui hadis Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah ibnu Abu Waqqas Al-Laisi, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. berangkat menuju medan Badar. Ketika sampai di Rauha, beliau berkhotbah kepada semua orang, “Bagaimanakah pendapat kalian?” Maka Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, telah sampai suatu berita kepada kami bahwa mereka (pasukan kaum musyrik) telah berada di tempat anu dan anu.” Nabi Saw. berkhotbah lagi dan mengatakan, “Bagaimanakah pendapat kalian?” Maka berkatalah Umar seperti yang dikatakan oleh Abu Bakar. Rasulullah Saw. berkhotbah lagi dan mengatakan, “Bagaimanakah pendapat kalian?” Sa’d ibnu Mu’az berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kami yang engkau maksudkan? Demi Tuhan yang telah memuliakanmu dan telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepadamu, saya hanya mengikuti jalanmu saja dan saya tidak tahu menahu. Seandainya engkau berjalan sampai ke Barkil Gimad bagian yang jauh dari negeri Yaman, niscaya saya akan berjalan bersamamu. Dan kami tidak akan seperti orang-orang yang mengatakan kepada Musa: pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja. (Al-Maidah: 24) Tetapi kami akan mengatakan, ‘Pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami akan berperang menyertaimu.’ Barangkali engkau berangkat karena suatu perintah, lalu Allah memerintahkan lagi kepadamu hal yang lainnya, maka tunggulah apa yang bakal diputuskan oleh Allah kepadamu, kemudian berangkatlah menunaikannya. Hubungkanlah tali orang yang engkau kehendaki, dan putuskanlah tali orang yang engkau kehendaki. Perangilah orang yang engkau kehendaki, dan berdamailah dengan orang yang engkau kehendaki. Ambillah dari harta kami sebanyak apa yang engkau kehendaki.” Sehubungan dengan perkataan Sa’d itu, Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya (Al-Anfal: 5), hingga beberapa ayat berikutnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Nabi Saw. bermusyawarah sehubungan dengan menghadapi musuh, lalu Sa’d ibnu Ubadah mengatakan apa yang telah dikatakannya; hal tersebut terjadi sebelum Perang Badar. Nabi Saw. memerintahkan kepada kaum muslim untuk bersiap-siap menghadapi peperangan, dan memerintahkan untuk menghadapi golongan kaum musyrik yang bersenjata. Lalu orang-orang yang beriman tidak menyukai hal tersebut, maka Allah Swt. Menurunkan Firman-Nya: Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya, mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (Al-Anfal: 5-6)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka membantahmu tentang kebenaran. (Al-Anfal: 6) Menurutnya, yang dimaksud dengan ‘kebenaran’ dalam ayat ini ialah peperangan melawan orang-orang musyrik.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka membantahmu tentang kebenaran. (Al-Anfal: 6) Yakni karena terdorong oleh rasa tidak suka menghadapi orang-orang musyrik, serta ketidakpercayaan mereka perihal keberangkatan pasukan kaum Quraisy saat mereka mendapat berita bahwa kafilahnya terancam.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata. (Al-Anfal: 6) Yaitu sesudah nyata bagi mereka bahwa Nabi Saw. tidak sekali-kali berbuat melainkan berdasarkan apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadanya.
Ibnu Jarir mengatakan, ulama tafsir lainnya menakwilkan bahwa yang dimaksud dengan mereka yang melakukan bantahan adalah orang-orang musyrik. Telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata, seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedangkan mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (Al-Anfal: 6) Mereka adalah orang-orang musyrik yang membantah kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Saw., seakan-akan mereka digiring ke arah kematian ketika mereka diseru untuk masuk Islam, sedangkan mereka melihat penyebab kematian itu. Apa yang disebutkan di dalam ayat ini bukan merupakan kelanjutan dari sifat orang-orang mukmin, kata Ibnu Zaid, melainkan merupakan kalimat baru yang menggambarkan tentang sifat orang-orang kafir.
Kemudian Ibnu Jarir memberikan komentarnya, bahwa apa yang dikatakan oleh Ibnu Zaid tidak dimengerti, mengingat kalimat sebelumnya menyebutkan: mereka membantahmu tentang kebenaran. (Al-Anfal: 6) Hal ini menceritakan perihal orang-orang yang beriman, sedangkan yang dimaksudkan oleh Ibnu Zaid ialah berita tentang orang-orang kafir.
Pendapat yang benar ialah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq, bahwa kisah dalam ayat ini menceritakan perihal orang-orang mukmin. Pendapat yang didukung oleh Ibnu Jarir ini adalah pendapat yang benar, karena bersesuaian dengan konteks ayat.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair dan Abdur Razzaq, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah Saw. ketika beliau selesai Perang Badar, “Sebaiknya engkau kejar iringan kafilah itu, kafilah itu tidak ada yang melindunginya.” Kemudian Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib menyeru Nabi Saw. Menurut Abdur Razzaq, saat itu Al-Abbas dalam keadaan terikat sebagai tawanan perang. Al-Abbas berseru, “Sesungguhnya iringan kafilah itu tidak baik bagimu.” Nabi Saw. bertanya, “Mengapa?” Al-Abbas ibnu Abdul Muttalib menjawab, “Karena sesungguhnya Allah Swt. hanya menjanjikan kepadamu salah satu di antara dua golongan. Dan sesungguhnya sekarang Allah telah memberimu apa yang telah Dia janjikan kepadamu.”
Sanad hadis ini Jayyid, tetapi Imam Ahmad sendiri tidak mengetengahkannya.
Firman Allah Swt.:
{وَتَوَدُّونَ أَنَّ غَيْرَ ذَاتِ الشَّوْكَةِ تَكُونُ لَكُمْ}
sedangkan kalian menginginkan bahwa yang tidak mempunyai kekuatan senjatalah yang untuk kalian. (Al-Anfal: 7)
Maksudnya, mereka lebih suka memilih golongan yang tidak bersenjata, tidak terlindungi, dan tidak ada peperangan; kemudian kafilah berhasil mereka kuasai.
{وَيُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُحِقَّ الْحَقَّ بِكَلِمَاتِهِ}
dan Allah Menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya. (Al-Anfal: 7)
Yakni Allah menghendaki agar kalian bersua dengan golongan yang bersenjata, lalu terjadilah peperangan, agar Dia memenangkan kalian atas mereka dan menolong kalian dalam menghadapi mereka. Dengan demikian, maka menanglah agama-Nya dan tinggilah kalimat Islam, Dia akan menjadikannya berada di atas agama lainnya. Dia Maha Mengetahui tentang semua akibat segala urusan. Dialah Yang Mengatur kalian dengan aturan yang baik, sekalipun hamba-hamba-Nya menghendaki yang selain dari itu, mengingat pandangan mereka terbatas dan yang tampak hanyalah luarnya saja. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu:
{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ [الْبَقَرَةِ: 216] }
Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. (Al-Baqarah: 216)
Muhammad Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Muslim Az-Zuhri dan Asim ibnu Umar ibnu Qatadah serta Abdullah ibnu Abu Bakar dan Yazid ibnu Ruman, dari Urwah ibnuz Zubair dan lain-lainnya dari kalangan ulama kami, dari Abdullah ibnu Abbas. Masing-masing dari mereka telah menceritakan kepadaku sebagian dari hadis ini sehingga terhimpunlah hadis mereka menurut apa yang saya rangkaikan mengenai Perang Badar. Mereka mengatakan.”Ketika Rasulullah Saw. mendengar berita tentang Abu Sufyan yang dalam perjalanan pulangnya dari negeri Syam (dengan membawa banyak harta), maka Rasulullah Saw. menyeru kaum muslim untuk mencegat mereka.” Nabi Saw. bersabda kepada mereka, “Kafilah dagang orang-orang Quraisy sekarang sedang dalam perjalanannya, padanya terdapat harta mereka. Karena itu, berangkatlah kalian untuk mencegatnya, mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai harta rampasan perang bagi kalian.” Maka orang-orang (kaum muslim) pun bersiaga, sebagian di antara mereka ada yang ringan menyambut seruan itu, sedangkan sebagian lainnya ada yang keberatan. Demikian itu karena mereka tidak menduga bahwa Rasulullah Saw. akan menjumpai peperangan. Dan tersebutlah bahwa Abu Sufyan sesampainya di perbatasan tanah Hijaz selalu bertindak waspada dan mencari-cari informasi, serta selalu menanyakan kepada kafilah yang dijumpainya, karena merasa khawatir terhadap kaum muslim. Pada akhirnya ia menerima berita dari salah satu kafilah yang menyampaikan bahwa Muhammad telah mempersiapkan pasukan dari kalangan sahabat-sahabatnya untuk mencegat kafilahnya. Setelah Abu Sufyan menerima berita itu, maka dengan sigap ia menyewa Damdam ibnu Amr Al-Gifari untuk pergi ke Mekah dan memberitahukan kepada penduduk Mekah akan keadaannya. Abu Sufyan dalam pesannya memerintahkan kepada kaum Quraisy agar membentuk pasukan besar untuk melindungi harta mereka. Ia pun memberitahukan bahwa Muhammad beserta para sahabatnya akan mencegat mereka. Maka Damdam ibnu Amr memacu kendaraannya dengan kecepatan maksimal menuju Mekah (untuk menyampaikan berita tersebut). Rasulullah Saw. berangkat bersama para sahabatnya hingga sampai di suatu lembah yang dikenal dengan nama Lembah Zafran, lalu beliau Saw. keluar dari lembah itu. Ketika beliau sampai di pertengahan perjalanannya, beliau turun istirahat, dan saat itulah beliau mendapat berita perihal keberangkatan pasukan kaum Quraisy untuk melindungi harta mereka yang ada dalam kafilahnya. Rasulullah Saw. bermusyawarah dengan para sahabatnya dan menyampaikan perihal pasukan kaum Quraisy. Maka berdirilah Abu Bakar r.a. dan mengatakan, “Itu lebih baik.” Umar berdiri pula, lalu mengatakan, “Itu lebih baik.” Kemudian- Al-Miqdad ibnu Amr berdiri dan mengatakan, “Hai Rasulullah, teruskanlah apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu, dan kami akan selalu bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa,” yaitu: Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja. (Al-Maidah: 24) Tetapi kami katakan, “Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami ikut berperang bersamamu. Demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, seandainya engkau membawa kami ke Barkil Gimad yakni nama sebuah kota di negeri Habsyah—, niscaya kami akan tetap teguh bersamamu menuju ke tempat tujuan hingga engkau sampai kepadanya.” Maka Rasulullah Saw. mengatakan hal yang baik bagi Al-Miqdad dan mendoakan kebaikan buatnya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Hai orang-orang, berilah saya saran!” Sesungguhnya yang dimaksud oleh Nabi Saw. adalah orang-orang Ansar. Demikian itu karena mereka adalah mayoritas hadirin yang ada saat itu. Ketika mereka berbai’at (mengucapkan janji setia) kepada Rasul Saw. di ‘Aqabah, mereka mengatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berlepas diri dari melindungimu kecuali bila engkau telah sampai di kampung halaman kami. Apabila engkau telah sampai di kampung halaman kami, maka engkau berada dalam lindungan kami. Kami akan membelamu sebagaimana kami membela anak-anak dan kaum wanita kami.” Saat itu Rasulullah Saw. merasa khawatir bila orang-orang Ansar tidak menolongnya melainkan hanya dari serangan musuh di saat beliau berada di Madinah saja, dan beliau khawatir pula bila mereka mempunyai perasaan bahwa diri mereka tidak diharuskan berangkat bersama Nabi Saw. untuk menghadapi musuh di luar negeri mereka. Ketika Rasulullah Saw. telah mengucapkan sabdanya itu, maka Sa’d ibnu Mu’az berkata, “Demi Allah, seakan-akan kamilah yang engkau maksudkan, wahai Rasulullah.” Rasulullah Saw. menjawab, “Memang benar.” Sa’d ibnu Mu’az berkata, “Sesungguhnya kami telah beriman kepadamu dan membenarkanmu serta bersaksi bahwa apa yang engkau sampaikan adalah hak (benar). Kami pun telah memberikan janji dan ikrar kami kepadamu atas hal tersebut, bahwa kami bersedia tunduk dan patuh. Maka berangkatlah,-wahai Rasulullah, untuk menunaikan apa yang diperintahkan oleh Allah kepadamu. Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, seandainya engkau memperlihatkan kepada kami laut ini, lalu engkau mengarunginya, niscaya kami akan ikut mengarunginya bersamamu, tiada seorang pun dari kami yang ketinggalan. Dan kami sama sekali tidak benci bila kami harus menghadapi musuh kami besok. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang teguh dalam peperangan dan pantang mundur dalam menghadapi musuh. Mudah-mudahan Allah akan memperlihatkan kepadamu sikap dan sepak terjang kami yang dapat menyejukkan hatimu. Maka bawalah kami bersamamu, semoga mendapat berkah dari Allah.” Mendengar perkataan Sa’d dan semangatnya, hati Rasulullah Saw. amat gembira. Kemudian beliau Saw. bersabda:
Berangkatlah kalian, semoga Allah melimpahkan berkah-Nya; dan bergembiralah, karena sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua golongan. Demi Allah, seakan-akan aku sekarang melihat tempat-tempat kematian kaum (kafir itu).
Al-Aufi telah meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan pula oleh As-Saddi, Qatadah, Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf. Kami tidak mengutarakan riwayat-riwayat dari mereka karena merasa cukup dengan konteks yang telah diketengahkan oleh Muhammad ibnu Ishaq ini.