Al-Fatihah ayat 2, Berbagai pendapat ulama salaf mengenai Alhamdu

Al-Fatihah ayat 2, Berbagai pendapat ulama salaf mengenai Alhamdu

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayah-ku, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’mar Al-Qutai’i. telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Hajjaj, dari Ibnu Abu Mulai-kah, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Khalifah Umar r.a. pernah berkata, “Kami telah mengetahui makna subhanallah dan la ilaha illallah, lalu apakah makna alhamdulillah?” Ali k.w. menjawab, “Ia merupakan suatu kalimah yang diridai oleh Allah untuk diri-Nya.”

Asar yang sama diriwayatkan pula oleh selain Abu Ma’mar, dari Hafs, disebutkan bahwa Khalifah Umar bertanya kepada Ali, sedangkan teman-teman Umar berada di hadapannya, “La ilaha illal-lah. subhanallah, dan Allahu akbar telah kami ketahui maknanya. Apakah yang dimaksud dengan alhamdulillah? Ali k.w. menjawab, “Ia adalah suatu kalimah yang disukai oleh Allah Swt. buat diri-Nya, diridai buat diri-Nya, dan suka bila diucapkan.”

Ali ibnu Zaid ibnu Jad’an menceritakan dari Yusuf ibnu Mihran yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, “Alhamdu lillah adalah kalimat syukur. Apabila seorang hamba mengucapkan, “Segala puji bagi Allah.’ maka Allah Swt. berfirman. ‘Hamba-Ku telah bersyukur kepada-Ku’.” Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula bersama Ibnu Jarir, dari hadits Bisyir ibnu Imarah. dari Abu Rauq. dari Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatkan bahwa alhamdulillah sama dengan asy-syukru lillah yakni berterima kasih kepada-Nya dan mengakui segala nik’mat-Nya. hidayah-Nya, penciptaan-Nya, dan lain-lainnya.

Ka’b Al-Ahbar mengatakan, alhamdulillah adalah pujian kepada Allah. Ad-Dahhak mengatakan, alhamdulillah merupakan selendang (sifat) Tuhan Yang Maha Pemurah; di dalam sebuah hadis disebutkan hal yang semisal.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Amr As-Sukuni, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Walid, telah menceritakan kepadaku Isa ibnu Ibrahim, dari Musa ibnu Abu Habib, dari Al-Hakam ibnu Umair yang dianggap sebagai sahabat. Dia menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila kamu ucapkan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam,” berarti engkau telah bersyukur kepada Allah, dan Dia niscaya akan menambahkan (nikmat-Nya) kepadamu.

Imam Ahmad ibnu Hambal mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Al-Hasan, dari Al-Aswad ibnu Sari’ yang menceritakan, “Aku pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, maukah engkau bila aku bacakan kepadamu pujian-pujian yang biasa kupanjatkan kepada Rabbku Yang Mahasuci dan Maha Tinggi.’ Nabi Saw. menjawab, ‘Ingatlah, sesungguhnya Tuhan-mu menyukai alhamdu (pujian)’.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Nasai, dari Ali ibnu Hujr, dari Ibnu Ulayyah, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan, dari Al-Aswad dari Sari’ dengan lafaz yang sama.

Abu Isa Al-Hafiz (yaitu Imam Turmuzi) Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan melalui hadis Musa ibnu Ibrahim ibnu Kasir, dari Talhah ibnu Khirasy, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Zikir yang paling afdal (utama) ialah, “Tidak ada Tuhan selain Allah,” dan doa paling afdal ialah, “Segala puji bagi Allah.”

Imam Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan garib.

Ibnu Majah meriwayatkan melalui Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Tidak sekali-kali Allah memberikan suatu nikmat kepada seorang hamba, lalu si hamba mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah,’ melainkan apa yang diberikan oleh Allah (pahala) lebih afdal daripada apa yang diterimanya.

Al-Qurtubi di dalam kitab Tafsir-nya. dan di dalam kitab Nawadirid Usul telah meriwayatkan melalui Anas r.a., dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:

Seandainya dunia berikut semua isinya berada di tangan seorang lelaki dari kalangan umatku, kemudian dia mengucapkan, “Segala puji bagi Allah,” niscaya kalimat alhamdulillah (yang telah dia ucapkan itu) jauh lebih afdal daripada hal itu (dunia dan seisinya).

Al-Qurtubi dan lain-lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari hadis ini ialah “ilham yang diberikan oleh Allah kepadanya untuk mengucapkan kalimah ‘segala puji bagi Allah’ benar-benar lebih banyak mengandung nikmat baginya daripada semua nikmat dunia”. Dikatakan demikian karena pahala memuji Allah bersifat kekal, sedangkan nikmat dunia pasti lenyap dan tidak akan kekal. Allah SWT telah berfirman:

الْمالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَياةِ الدُّنْيا وَالْباقِياتُ الصَّالِحاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَواباً وَخَيْرٌ أَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (Al-Kahfi: 46)

Di dalam kitab Sunan Ibnu Majah disebutkan melalui Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. pernah bercerita kepada mereka (para sahabat):

Bahwa ada seorang hamba Allah mengucapkan doa, “Wahai Tuhanku, bagi Engkau segala puji sebagaimana yang layak bagi keagungan zat-Mu dan kebesaran kekuasaan-Mu.” Maka kedua malaikatnya merasa kesulitan, keduanya tidak mengetahui bagaimana mencatat (pahala)nya, lalu keduanya naik melapor kepada Allah dan berkata, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan suatu kalimat (doa) yang kami tidak mengetahui bagaimana mencatatnya.”Allah Swt. berfirman —Dia Maha Mengetahui apa yang diucapkan oleh hamba-Nya itu—, “Apakah yang telah diucapkan oleh hamba-Ku itu?” Keduanya menjawab, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya dia telah mengatakan, ‘Bagi Engkau segala puji, wahai Tuhanku, sebagaimana yang layak bagi keagungan zat-Mu dan kebesaran kekuasaan-Mu.” Lalu Allah berfirman kepada kedua malaikat itu, “Catatlah olehmu berdua seperti apa yang diucapkan oleh hamba-Ku hingga dia bersua dengan-Ku, maka Aku akan membalas pahalanya secara langsung.”

Al-Qurtubi menceritakan dari segolongan ulama yang pernah mengatakan bahwa ucapan seorang hamba, “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam,” adalah lebih afdal daripada ucapannya, “Tidak ada Tuhan selain Allah”, mengingat kalimat alhamdulillahi rabbil ‘ala-mina mengandung makna tauhid bersama pujian.

Sedangkan ulama lain mengatakan bahwa ucapan, “Tidak ada Tuhan selain Allah,” adalah lebih afdal. mengingat kalimat inilah yang memisahkan antara iman dan kekafiran, karena kalimat ini pula manusia diperangi hingga mereka mau mengucapkan, “Tidak ada Tuhan selain Allah,” seperti yang telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang muttafaq ‘alaih.

Di dalam hadis lain dinyatakan:

Doa yang paling utama diucapkan olehku dan oleh para nabi sebelumku ialah, “Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.”

Dalam pembahasan yang lalu disebutkan sebuah hadis melalui Jabir secara marfu’:

Zikir yang paling utama ialah, “Tidak ada Tuhan selain Allah,” dan doa yang paling utama ialah, “Segala puji bagi Allah.”

Hadis ini dinilai hasan oleh Imam Turmuzi.

Huruf alif dan lam dalam lafaz alhamdu menunjukkan makna yang mencakup segala macam pujian dan semua jenisnya hanya milik Allah Swt., sebagaimana yang telah dinyatakan di dalam sebuah hadis:

Ya Allah, hanya milik-Mu-lah segala puji, dan hanya milik-Mu-lah semua kerajaan, serta di tangan kekuasaan-Mu-lah semua kebaikan, dan hanya kepada Engkaulah kembali semua urusan.

 

Amaliyah
Logo