Al-Hajj, ayat 52-54

Al-Hajj, ayat 52-54

{وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلا نَبِيٍّ إِلا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (52) لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ (53) وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (54) }

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu ,dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat, dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwasanya Al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.

Sebagian besar ulama tafsir sehubungan dengan ayat-ayat ini mengetengahkan kisah garaniq (bintang-bintang) dan kisah yang menyebutkan bahwa kebanyakan dari kaum muslim yang berhijrah ke negeri Abesenia kembali ke Mekah karena mereka menduga orang-orang musyrik Quraisy telah masuk Islam. Akan tetapi, kisah tersebut diriwayatkan melalui berbagai jalur yang seluruhnya berpredikat mursal, dan menurut pendapat saya hadis-hadis tersebut tidaklah disandarkan kepada jalur periwayatan yang sahih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Bisyr, dari Sa’id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. ketika di Mekah membaca surat An-Najm, dan ketika bacaan beliau sampai kepada firman-Nya: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) meng­anggap Lata dan ‘Uzza dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (An-Najm: 19-20) Maka setan memasukkan godaannya pada lisan Nabi Saw. sehingga beliau mengatakan, “Bintang-bintang yang ada di langit yang tinggi itu, sesungguhnya syafaat (pertolongan mereka dalam mendatangkan hujan) benar-benar dapat diharapkan.” Akhirnya orang-orang musyrik berkata, “Dia sebelum ini tidak pernah menyebut nama tuhan-tuhan kami dengan sebutan yang baik.” Lalu Nabi Saw. bersujud kepada Allah, maka mereka pun (orang-orang musyrik) ikut bersujud. Kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkannya apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Hajj: 52)

Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu’bah dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.

Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya melalui Yusuf ibnu Hammad, dari Umayyah ibnu Khalid, dari Syu’bah, dari Abu Bisyr, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menurut dugaanku masih diragukan sampainya hadis ini kepada Nabi Saw.; bahwa Nabi Saw. membaca surat An-Najm ketika masih di Mekah, sehingga bacaannya sampai pada firman-Nya: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan ‘Uzza. (An-Najm: 19), hingga akhir beberapa ayat selanjutnya.

Kemudian Al-Bazzar mengatakan, “Kami tidak mengetahui hadis ini diriwayatkan secara muttasil kecuali melalui sanad ini. Orang yang menjadikannya berpredikat muttasil hanyalah Umayyah ibnu Khalid sendiri. Dia orangnya siqah lagi terkenal, dan sesungguhnya dia meriwayatkan hadis ini hanya melalui jalur Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas.

Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui Abul Aliyah dari As-Saddi secara mursal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi dan Muhammad ibnu Qais secara mursal pula.”

Qatadah mengatakan bahwa dahulu Nabi Saw. salat di dekat maqam Ibrahim, lalu beliau mengantuk dan setan memasukkan godaan pada lisannya, sehingga beliau mengatakan, “Sesungguhnya bintang-bintang itu benar-benar syafaat (pertolongan)nya dapat diharapkan, dan sesungguhnya bintang-bintang itu bersama dengan bintang-bintang lainnya di langit yang tertinggi.” Lalu orang-orang musyrik menghafal kalimat itu dan setan berperan dengan menyebarkannya, bahwa Nabi Saw. telah membaca ayat surat An-Najm itu. Sehingga tersebarlah berita itu di kalangan orang-orang musyrik dan menjadi buah bibir mereka. Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi. (Al-Hajj: 52), hingga akhir ayat Maka Allah menjadikan setan itu terhina melalui ayat ini.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Abu Musa Al-Kufi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq Asy-Syaibi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Falih, dari Musa ibnu Uqbah, dari Ibnu Syihab yang mengatakan bahwa sebelum surat An-Najm diturunkan, orang-orang musyrik berkata, “Seandainya lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.) menyebut nama tuhan-tuhan kami dengan sebutan yang baik, tentulah kami akan mengakui dia dan sahabat-sahabatnya. Tetapi dia tidak pernah menyebut orang-orang yang berbeda agama dengannya dari kalangan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani dengan sebutan yang ditujukan kepada tuhan-tuhan kami. Apa yang ia sebutkan tentang tuhan-tuhan kami tiada lain hanyalah caci maki dan keburukan.”

Pada waktu yang sama Rasulullah Saw. dan para sahabatnya mengalami masa kritis akibat gangguan dan tekanan serta pendustaan mereka. Beliau merasa bersedih hati dengan kesesatan mereka, dan beliau mengharapkan agar mereka mendapat petunjuk. Ketika Allah Swt. menurunkan surat An-Najm, yang antara lain disebutkan di dalamnya firman Allah Swt.: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan ‘Uzza dan manah yang ketiga, yang paling terakhir (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kalian (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? (An-Najm: 19-21) Maka saat itu setan menyusupkan kalimat-kalimat yang menyebut tentang berhala-berhala sesembahan mereka saat Nabi Saw. menyebutkan nama Allah. Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya mereka (berhala-berhala) itu memiliki garaniq (bintang-bintang) yang ada di langit yang tinggi, dan sesungguhnya syafaat (pertolongan) mereka benar-benar dapat diharap­kan.” Padahal kalimat tersebut bersumber dari godaan setan dan bisikannya, sehingga kedua kalimat tersebut menarik simpati setiap orang musyrik di Mekah. Lalu kalimat tersebut menjadi buah bibir mereka, dan mereka meyambutnya dengan gembira seraya mengatakan.”Sesungguhnya Muhammad telah kembali kepada agamanya yang semula, yaitu agama kaumnya.”

Setelah bacaan Rasulullah Saw. sampai di akhir surat An-Najm, maka beliau sujud, lalu sujud pula semua orang yang ada bersamanya dari kalangan orang muslim atau orang musyrik. Hanya Al-Walid ibnul Mugirah —karena tubuhnya yang sangat besar— tidak dapat melakukan­nya; ia hanya mengambil segenggam pasir, lalu menaruhnya pada keningnya.

Kedua golongan (dari kalangan kaum muslim dan kaum musyrik) masing-masing merasa heran dengan sujud yang dilakukan golongannya yang mengikuti sujud Rasulullah Saw. Sedangkan kaum muslim merasa heran karena melihat orang-orang musyrik ikut sujud bersama mereka tanpa iman dan keyakinan. Kaum muslim saat itu tidak mendengar apa yang dimasukkan oleh setan ke dalam pendengaran kaum musyrik yang membuat kaum musyrik merasa tenang dengannya. Setan telah membisikkan pada pendengaran mereka melalui sabda Rasulullah Saw. yang membicarakan hal tersebut kepada mereka, bahwa Rasulullah Saw. telah menyebut-nyebut nama tuhan-tuhan mereka di dalam Al-Qur’annya, maka mereka bersujud mengagungkan tuhan-tuhan mereka.

Kalimat tersebut tersiar di kalangan kaum musyrik dan dibantu ketenarannya oleh peran setan, sehingga berita tersebut sampai ke tanah Abesenia dan kaum muslim yang berhijrah di sana, yaitu Usman ibnu Maz’un dan kawan-kawannya. Akhirnya kaum muslim di negeri Abesenia memperbincangkan bahwa penduduk Mekah telah masuk Islam semuanya, dan mereka mau salat bersama Rasulullah Saw. Telah sampai pula kepada mereka berita tentang sujud yang dilakukan oleh Al-Walid ibnul Mugirah pada pasir yang diambil oleh tangannya. Tersiarlah pula di kalangan mereka suatu berita yang mengatakan bahwa kaum muslim di Mekah telah aman, karena itulah maka mereka segera kembali ke Mekah.

Akan tetapi, Allah telah menghapuskan apa yang dimasukkan oleh setan, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya serta memeliharanya dari kedustaan orang-orang musyrik. Allah Swt. berfirman: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (Al-Hajj: 52-53)

Setelah Allah menjelaskan Ketetapan-Nya dan membersihkan diri-Nya dari hasutan setan, maka orang-orang musyrik kembali kepada kesesatan mereka dan memusuhi kaum muslim serta bersikap keras terhadap kaum muslim.

Hadis ini pun berpredikat mursal.

Di dalam tafsir Ibnu Jarir disebutkan sebuah riwayat dari Az-Zuhri, dari Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam dengan konteks yang semisal.

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitabnya yang berjudul Dalailun Nubuwwah telah meriwayatkannya, tetapi hanya sampai pada Musa ibnu Uqbah, yang hal ini ia kemukakan dalam kitab Magazi-nya dengan lafaz yang semisal. Al-Baihaqi mengatakan, “Kami telah meriwayatkan pula kisah ini melalui Abu Ishaq.”

Menurut saya, kisah ini telah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya dengan kalimat-kalimat yang semisal, semuanya berpredikat mursal dan munqati’. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya telah menyebutkannya di dalam kumpulan dari perkataan Ibnu Abbas dan Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi serta lain-lainnya dengan lafaz yang semisal. Kemudian dalam pembahasan ini ia mengajukan suatu pertanyaan yang mengatakan, “Mengapa hal seperti ini terjadi, padahal Rasulullah Saw. telah dijamin oleh Allah terpelihara dari segala kesalahan?” Selanjutnya Al-Bagawi mengemukakan beberapa jawaban yang ia petik dari pendapat orang-orang lain. Di antaranya dan yang paling terbaik ialah bahwa setan membisikkan kalimat tersebut ke dalam pendengaran kaum musyrik, sehingga mereka menduga bahwa kalimat-kalimat tersebut bersumber dari Rasulullah Saw. Padahal kenyataannya tidaklah demikian, melainkan dari ulah setan dan perbuatannya bukan dari Rasulullah Saw. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Demikianlah berbagai macam jawaban dari mereka yang menge­mukakan pendapatnya sehubungan dengan masalah ini, dengan anggapan bahwa hadis ini memang sahih. .

Al-Qadi Iyad rahimahullah menyinggung masalah ini dalam kitab Asy-Syifa-nya dan mengemukakan jawabannya yang mengatakan bahwa memang keadaan hadis ini sahih mengingat telah terbukti kesahihannya.

//Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mempunyai risalah khusus yang membahas tentang palsunya kisah Al-Gharaniq ini, dalam kitabnya: Nasbul Mazaniq li Abatil Qishash Al Gharaniq. Ebook editor//

*******************

Firman Allah Swt.:

{إِلا إِذَا تَمَنَّى أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ}

melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52)

Melalui ayat ini Allah Swt. menghibur hati Rasul-Nya. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa janganlah hatimu gundah karenanya, sesungguhnya hal semisal itu pernah dialami oleh para rasul sebelummu dan juga oleh para nabi.

Imam Bukhari mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52) Apabila ia berbicara, setan memasukkan godaannya ke dalam pembicaraannya, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu. dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. (Al-Hajj: 52)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52) Yakni apabila Nabi Saw. berbicara, maka setan memasukkan godaan-godaan ke dalam pembicaraannya.

Mujahid mengatakan, makna iza-tamanna ialah apabila berbicara.

Menurut pendapat yang lain, makna umniyah ialah bacaannya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:

{إِلا أَمَانِيَّ}

kecuali dongengan-dongengan bohong belaka. (Al-Baqarah: 78)

Yaitu bisa berucap, tetapi tidak bisa membaca dan menulis.

Al-Bagawi mengatakan bahwa kebanyakan ulama tafsir mengatakan tentang makna tamanna, bahwa artinya membaca Kitabullah.

{أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ}

setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. (Al-Hajj: 52)

Yang dimaksud dengan umniyatihi ialah bacaannya.

Seorang penyair telah mengatakan sehubungan dengan terbunuhnya Khalifah Usman:

Ia membaca Kitabullah di permulaan malam harinya, sedangkan di akhir malamnya ia menjumpai takdir bagi ajalnya.

Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Iza-tamanna” artinya apabila membaca.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini lebih mirip dengan pengertian takwil.

*******************

Firman Allah Swt.:

{فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ}

Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu. (Al-Hajj: 52)

Menurut pengertian hakiki dari lafaz an-naskh ialah menghilangkan dan menghapuskan.

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menghapuskan apa yang dimasukkan oleh setan itu.

Ad-Dahhak mengatakan bahwa Jibril menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu dengan seizin Allah, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya.

Firman Allah Swt.:

{وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ}

Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (Al-Hajj: 52)

Artinya, Allah Maha Mengetahui segala urusan dan kejadian, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Dan Allah Mahabijaksana dalam menentukan keputusan-Nya, menciptakan makhluk-Nya, dan perintah­Nya kepada makhluk-Nya. Di balik semua itu terkandung hikmah yang sempurna dan hujah yang jelas, karena itulah Allah Swt. berfirman:

{لِيَجْعَلَ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ فِتْنَةً لِلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ}

agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh setan itu sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit. (Al-Hajj: 53)

Yang dimaksud dengan penyakit ialah keraguan, kemusyrikan, kekufuran, dan kemunafikan, seperti sikap orang-orang musyrik yang gembira saat mendengar hal tersebut (penyebutan tuhan-tuhan mereka dalam Al-Qur’an). Mereka menduga bahwa apa yang mereka dengar itu benar dari sisi Allah, padahal kenyataannya adalah dari setan yang me­nyelewengkannya pada pendengaran mereka.

Ibnu Juraij mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit. (Al-Hajj: 53) Mereka adalah orang-orang munafik. Sedangkan yang disebutkan oleh firman-Nya berikut ini: dan yang hatinya kasar. (Al-Hajj: 53) Mereka adalah orang-orang musyrik.

Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang Yahudi.

*******************

{وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ}

Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu benar-benar dalam permusuhan yang sangat. (Al-Hajj: 53)

Yakni dalam kesesatan dan pertentangan serta keingkaran. Sedangkan yang dimaksud oleh firman-Nya, “Ba’id, ” artinya jauh dari perkara yang hak dan nilai-nilai kebenaran.

{وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ}

dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa Al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu, lalu mereka beriman kepadanya. (Al-Hajj: 54)

Yaitu agar orang-orang yang telah diberi ilmu yang bermanfaat yang dengan ilmunya itu mereka dapat membedakan antara perkara yang hak dengan perkara yang batil, juga orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-nya. Mereka semuanya mengetahui bahwa apa yang Kami wahyukan kepadamu adalah benar dari sisi Tuhanmu. Dialah yang menurunkannya dengan sepengetahuan-Nya, Dia pula yang memelihara dan menjaganya agar tidak bercampur dengan yang lain, bahkan Al-Qur’an itu adalah Kitab yang mulia.

{لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ}

Yang tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. (Fushshilat: 42)

Adapun firman Allah Swt.:

{فَيُؤْمِنُوا بِهِ}

lalu mereka beriman kepadanya. (Al-Hajj: 54)

Maksudnya, membenarkan dan mengikutinya.

{فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ}

dan tunduk hati mereka kepadanya. (Al-Hajj: 54)

Yaitu tunduk dan patuh hati mereka kepadanya.

{وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ}

dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus. (Al-Hajj: 54)

Yakni memberi petunjuk kepada mereka di dunia dan di akhirat. Di dunia mereka mendapat petunjuk ke jalan yang’hak dan mengikutinya, serta memberi mereka kemampuan menjauhi kebatilan dan menentangnya. Sedangkan di akhirat Allah memberi mereka petunjuk menempuhsirdtal mustaalm yang menghantarkan mereka menaiki tangga-tangga surga dan menjauhkan mereka dari azab yang pedih dan jatuh ke dasar neraka.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo