Al-Hujurat , ayat 12

Al-Hujurat , ayat 12

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ (12) }

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

Allah Swt. melarang hamba-hamba-Nya yang beriman dari banyak berprasangka buruk, yakni mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya. Karena sesungguhnya sebagian dari hal tersebut merupakan hal yang murni dosa, untuk itu hendaklah hal tersebut dijauhi secara keseluruhan sebagai tindakan prefentif.

Telah diriwayatkan kepada kami dari Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a., bahwa ia pernah berkata, “Jangan sekali-kali kamu mempunyai prasangka terhadap suatu kalimat yang keluar dari lisan saudaramu yang mukmin melainkan hanya kebaikan belaka, sedangkan kamu masih mempunyai jalan untuk memahaminya dengan pemahaman yang baik.”

Abdullah ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Qasim ibnu Abu Damrah Nasr ibnu Muhammad ibnu Sulaiman Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Qais An-Nadri, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Amr r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah melihat Nabi Saw. sedang tawaf di ka’bah seraya mengucapkan: Alangkah harumnya namamu, dan alangkah harumnya baumu, dan alangkah besarnya namamu, dan alangkah besarnya kesucianmu. Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya kesucian orang mukmin itu lebih besar di sisi Allah Swt. daripada kesucianmu; harta dan darahnya jangan sampai dituduh yang bukan-bukan melainkan hanya baik belaka.

Ibnu Majah meriwayatkannya melalui jalur ini secara munfarid {tunggal).

Malik r.a. telah meriwayatkan dari Abuz Zanad, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kamu mempunyai prasangka buruk, karena sesungguhnya prasangka yang buruk itu adalah berita yang paling dusta; janganlah kamu saling memata-matai, janganlah kamu saling mencari-cari kesalahan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci dan janganlah kamu saling berbuat makar, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.

Imam Bukhari meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Yusuf, sedangkan Imam Muslim meriwayatkannya dari Yahya ibnu Yahya. Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Al-Atabi, dari Malik dengan sanad yang sama.

Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Janganlah kalian saling memutuskan persaudaraan, janganlah kamu saling menjatuhkan, janganlah kamu saling membenci, dan janganlah kamu saling mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidak dihalalkan bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.

Imam Muslim dan Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab sahihnya masing-masing, dan Imam Turmuzi menilainya sahih, melalui riwayat Sufyan ibnu Uyaynah dengan sanad yang sama.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Qurmuti Al-Adawi, telah menceritakan kepada kami Bakr ibnu Abdul Wahhab Al-Madani, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Qais Al-Ansari, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Abur Rijal, dari ayahnya, dari kakeknya Harisah ibnun Nu’man r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ada tiga perkara yang ketiganya memastikan bagi umatku, yaitu tiyarah, dengki, dan buruk prasangka. Seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara melenyapkannya bagi seseorang yang ketiga-tiganya ada pada dirinya?” Rasulullah Saw. menjawab: Apabila kamu dengki, mohonlah ampunan kepada Allah; dan apabila kamu buruk prasangka, maka janganlah kamu nyatakan; dan apabila kamu mempunyai tiyarah (pertanda kemalangan), maka teruskanlah niatmu.

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, dari Al-A’masy, dari Zaid r.a. yang menceritakan bahwa sahabat Ibnu Mas’ud r.a. pernah menerima seorang lelaki yang ditangkap, lalu dihadapkan kepadanya, kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas’ud, “Ini adalah si Fulan yang jenggotnya meneteskan khamr (yakni dia baru saja minum khamr).” Maka Ibnu Mas’ud r.a. menjawab, “Sesungguhnya kami dilarang memata-matai orang lain. Tetapi jika ada bukti yang kelihatan oleh kita, maka kita harus menghukumnya.” Ibnu Abu Hatim menjelaskan nama lelaki tersebut di dalam riwayatnya, dia adalah Al-Walid ibnu Uqbah ibnu Abu Mu’it.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Lais, dari Ibrahim ibnu Nasyit Al-Khaulani, dari Ka’b ibnu Alqamah, dari Abul Haisam, dari Dajin (juru tulis Uqbah) yang menceritakan bahwa ia pernah berkata kepada Uqbah, “Sesungguhnya kami mempunyai banyak tetangga yang gemar minum khamr, dan aku akan memanggil polisi untuk menangkap mereka.” Uqbah menjawab, “Jangan kamu lakukan itu, tetapi nasihatilah mereka dan ancamlah mereka.” Dajin melakukan saran Uqbah, tetapi mereka tidak mau juga berhenti dari minumnya. Akhirnya Dajin datang kepada Uqbah dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya telah kularang mereka mengulangi perbuatannya, tetapi mereka tidak juga mau berhenti. Dan sekarang aku akan memanggil polisi susila untuk menangkap mereka.” Maka Uqbah berkata kepada Dajin, “Janganlah kamu lakukan hal itu. Celakalah kamu, karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

‘Barang siapa yang menutupi aurat orang mukmin, maka seakan-akan (pahalanya) sama dengan orang yang menghidupkan bayi yang dikubur hidup-hidup dari kuburnya’.”

Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Al-Lais ibnu Sa’d dengan sanad dan lafaz yang semisal. Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Rasyid ibnu Sa’d, dari Mu’awiyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Nabi Saw. bersabda:

Sesungguhnya bila kamu menelusuri aurat orang lain, berarti kamu rusak mereka atau kamu hampir buat mereka menjadi rusak.

Abu Darda mengatakan suatu kalimat yang ia dengar dari Mu’awiyah r.a dari Rasulullah Saw.; semoga Allah Swt. menjadikannya bermanfaat. Imam Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid, melalui hadis As-Sauri dengan sanad yang sama.

Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Amr Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy telah menceritakan kepada kami Damdam ibnu Zur’ah, dan Syura.h ibnu Ubaid, dari Jubair ibnu Nafir, Kasir ibnu Murrah, Amr ibnul Aswad, Al-Miqdam ibnu Ma’di Kariba dan Abu Umamah r.a., dan Nabi Saw. yang telah bersabda: Sesungguhnya seorang amir itu apabila mencari-cari kesalahan rakyatnya, berarti dia membuat mereka rusak.

*******************

Firman Allah Swt.:

{وَلا تَجَسَّسُوا}

dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. (Al-Hujurat: 12)

Yakni sebagian dari kalian terhadap sebagian yang lain. Lafaz tajassus pada galibnya (umumnya) menunjukkan pengertian negatif (buruk), karena itulah mata-mata dalam bahasa Arabnya disebut jaras. Adapun mengenai lafaz tahassus pada umumnya ditujukan terhadap kebaikan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt. yang menceritakan perihal Nabi Ya’qub yang telah mengatakan kepada putra-putranya:

{يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ}

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. (Yusuf: 87)

Tetapi adakalanya lafaz ini digunakan untuk pengertian negatif, seperti pengertian yang terdapat di dalam hadis sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Janganlah kalian saling memata-matai dan janganlah pula saling mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah pula saling membenci dan janganlah pula saling menjatuhkan, tetapi jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.

Al-Auza’i mengatakan bahwa tajassus ialah mencari-cari kesalahan pihak lain, dan tahassus ialah mencari-cari berita suatu kaum, sedangkan yang bersangkutan tidak mau beritanya itu terdengar atau disadap. Tadabur artinya menjerumuskan atau menjatuhkan atau membuat makar. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.

Firman Allah Swt.:

{وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا}

dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. (Al-Hujurat: 12)

Ini larangan mempergunjingkan orang lain. Hal ini ditafsirkan oleh Nabi Saw. melalui sabdanya yang mengatakan bahwa gibah ialah:

Kamu gunjingkan saudaramu dengan hal-hal yang tidak disukainya. Lalu ditanyakan, “Bagaimanakah jika apa yang dipergunjingkan itu ada padanya?” Rasulullah Saw. menjawab: Jika apa yang kamu pergunjingkan itu ada padanya, berarti kamu telah mengumpatnya; dan jika apa yang kamu pergunjingkan itu tidak ada padanya, berarti kamu telah menghasutnya.

Imam Turmuzi meriwayatkannya dari Qutaibah, dari Ad-Darawardi dengan sanad yang sama, dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini sahih. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Bandar, dari Gundar, dari Syu’bah, dari Al-Ala. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Umar r.a., Masruq, Qatadah, Abu Ishaq, dan Mu’awiyah ibnu Qurrah.

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari Sufyan, bahwa telah menceritakan kepadaku Ali ibnul Aqmar, dari Abu Huzaifah, dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mengatakan kepada Nabi Saw. perihal keburukan Safiyyah. Selain Musaddad menyebutkan bahwa Safiyyah itu wanita yang pendek. Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu telah mengucapkan suatu kalimat (yang berdosa); seandainya kalimat itu dilemparkan ke dalam laut, tentulah dia dapat mencemarinya. Siti Aisyah r.a. menyebutkan bahwa lalu ia menceritakan perihal seseorang kepada Nabi Saw. Maka Nabi Saw. bersabda: Aku Tidak Suka bila aku menceritakan perihal seseorang, lalu aku mendapatkan anu dan anu (yakni dosa).

Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Yahya Al-Qattan, Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Waki’. Ketiga-tiganya dari Sufyan As-Sauri, dari Ali ibnul Aqmar, dari Abu Huzaifah Salamah ibnu Suhaib Al-Arhabi, dari Aisyah r.a. dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziad, telah menceritakan kepada kami Sulaiman Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami Hassan ibnul Mukhariq, bahwa pernah seorang wanita menemui Siti Aisyah r.a. di dalam rumahnya. Ketika wanita itu berdiri dan bangkit hendak keluar, Siti Aisyah r.a. berisyarat kepada Nabi Saw. dengan tangannya yang menunjukkan bahwa wanita itu pendek. Maka Nabi Saw. bersabda: Engkau telah mengumpatnya.

Gibah atau mengumpat adalah perbuatan yang haram menurut kesepakatan semua ulama, tiada pengecualian kecuali hanya terhadap hal-hal yang telah diyakini kemaslahatannya, seperti dalam hal jarh dan ta’dil (yakni istilah ilmu mustalahul hadis yang menerangkan tentang predikat para perawi seorang demi seorang) serta dalam masalah nasihat. Seperti sabda Nabi Saw. ketika ada seorang lelaki pendurhaka meminta izin masuk menemuinya. Maka bersabdalah beliau:

Izinkanlah dia masuk, dia adalah seburuk-buruk saudara satu kabilah.

Juga seperti sabda Nabi Saw. kepada Fatimah binti Qais r.a. yang dilamar oleh Mu’awiyah dan Abdul Jahm. Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya memberinya nasihat:

Adapun Mu’awiyah, maka dia adalah seorang yang miskin, sedangkan Abul Jahm adalah seorang yang tidak pernah menurunkan tongkatnya dari pundaknya (yakni suka memukul istrinya).

Hal-hal lainnya yang bertujuan semisal diperbolehkan pula. Sedangkan yang selain dari itu tetap diharamkan dengan sangat, dan ada peringatan yang keras terhadap pelakunya. Karena itulah maka Allah Swt. menyerupakan pelakunya sebagaimana memakan daging manusia yang telah mati. Hal ini diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:

{أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ}

Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. (Al-Hujurat: 12)

Yakni sebagaimana kamu tidak menyukai hal tersebut secara naluri, maka bencilah perbuatan tersebut demi perintah syara’, karena sesungguhnya hukuman yang sebenarnya jauh lebih keras daripada yang digambarkan. Ungkapan seperti ayat di atas hanyalah untuk menimbulkan rasa antipati terhadap perbuatan tersebut dan sebagai peringatan agar tidak dikerjakan. Perihalnya sama dengan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Saw. sehubungan dengan seseorang yang mencabut kembali hibahnya:

seperti anjing yang muntah, lalu memakan kembali muntahannya.

Dan sebelum itu beliau Saw. telah bersabda:

Tiada bagi kami perumpamaan yang buruk.

Telah disebutkan di dalam kitab-kitab sahih, hasan, dan musnad melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah Saw. dalam haji wada’nya mengatakan dalam khitbah-nya:

Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian diharamkan atas kalian sebagaimana kesucian hari, bulan, dan negeri kalian ini.

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Wasil ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Asbath ibnu Muhammad, dari Hisyam ibnu Sa’d, dari Zaid ibnu Aslam, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Diharamkan atas orang muslim harta, kehormatan, dan darah orang muslim lainnya. Cukuplah keburukan bagi seseorang bila ia menghina saudara semuslimnya.

Imam Turmuzi telah meriwayatkan pula hadis ini dari Ubaid ibnu Asbat ibnu Muhammad, dari ayahnya dengan sanad yang sama; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.

Telah menceritakan pula kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Al-Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Iyasy, dari Al-A’masy, dari Sa’id ibnu Abdullah ibnu Khadij, dari Abu Burdah Al-Balawi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hai orang-orang yang iman dengan lisannya, tetapi iman masih belum meresap ke dalam kalbunya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan jangan pula kalian menelusuri aurat mereka. Karena barang siapa yang menelusuri aurat mereka, maka Allah akan balas menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang ditelusuri auratnya oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya di dalam rumahnya.

Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara tunggal.

Hal yang semisal telah diriwayatkan pula melalui Al-Barra ibnu Azib; untuk itu Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan di dalam kitab musnadnya:

telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Dinar, telah menceritakan kepada kami Mus’ab ibnu Salam, dari Hamzah ibnu Habib Az-Zayyat, dari Abu Ishaq As-Subai’i, dari Al-Barra ibnu Azib r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berkhotbah kepada kami sehingga suara beliau terdengar oleh kaum wanita yang ada di dalam kemahnya atau di dalam rumahnya masing-masing. Beliau Saw. bersabda: Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim dan jangan pula menelusuri aurat mereka. Karena sesungguhnya barang siapa yang menelusuri aurat saudaranya, maka Allah akan membalas menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang auratnya ditelusuri oleh Allah, maka Dia akan mempermalukannya di dalam rumahnya.

Jalur lain dari Ibnu Umar r.a. Abu Bakar alias Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Najiyah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Aksam, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Musa Asy-Syaibani, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Aufa ibnu Dalham, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Hai orang-orang yang beriman dengan lisannya, tetapi iman masih belum meresap ke dalam hatinya, janganlah kalian menggunjing orang-orang muslim, dan jangan pula menelusuri aurat mereka (mencari-cari kesalahan mereka). Karena sesungguhnya barang siapa yang gemar menelusuri aurat orang-orang muslim, maka Allah akan menelusuri auratnya. Dan barang siapa yang auratnya telah ditelusuri oleh Allah, maka Allah akan mempermalukannya, sekalipun ia berada di dalam tandunya. Dan pada suatu hari Ibnu Umar memandang ke arah Ka’bah, lalu berkata, “Alangkah besarnya engkau dan alangkah besarnya kehormatanmu, tetapi sesungguhnya orang mukmin itu lebih besar kehormatannya daripada engkau di sisi Allah.”

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Haiwah ibnu Syiraih, telah menceritakan kepada kami Qutaibah, dari Ibnu Sauban,dari ayahnya, dari Mak-hul, dari Waqqas ibnu Rabi’ah, dari Al-Miswar yang menceritakan kepadanya bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang memakan (daging) seorang muslim (yakni menggunjingnya) sekali makan (gunjing), maka sesungguhnya Allah akan memberinya makanan yang semisal di dalam neraka Jahanam. Dan barang siapa yang memakaikan suatu pakaian terhadap seorang muslim (yakni menghalalkan kehormatannya), maka Allah akan memakaikan kepadanya pakaian yang semisal di dalam neraka Jahanam. Dan barang siapa yang berdiri karena ria dan pamer terhadap seseorang, maka Allah akan memberdirikannya di tempat pamer dan ria kelak di hari kiamat.

Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid.

Telah menceritakan pula kepada kami Ibnu Musaffa, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah dan Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepadaku Rasyid ibnu Sa’d dan Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Mengapa mereka memakan daging orang lain (menggunjing orang lain) dan menjatuhkan kehormatan orang-orang lain?

Imam Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Abul Mugirah Abdul Quddus ibnul Hajjaj Asy-Syami dengan sanad yang sama.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdah, telah menceritakan kepada kami Abu Abdus Samad ibnu Abdul Aziz Al-Ummi, telah menceritakan kepada kami Abu Harun Al-Abdi, dari Abu Sa’id Al-Khudri yang mengatakan bahwa kami pernah berkata, “Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami apa yang telah engkau lihat dalam perjalanan Isra (malam)mu.” Maka di antara jawaban beliau Saw. menyebutkan bahwa: kemudian aku dibawa menuju ke tempat sejumlah makhluk Allah yang banyak terdiri dari kaum laki-laki dan wanita. Mereka diserahkan kepada para malaikat yang berupa kaum laki-laki yang dengan sengaja mencomot daging lambung seseorang dari mereka sekali comot sebesar terompah, kemudian mereka jejalkan daging itu ke mulut seseorang lainnya dari mereka. Lalu dikatakan kepadanya, “Makanlah ini sebagaimana dahulu kamu makan,” sedangkan ia menjumpai daging itu adalah bangkai. Jibril mengatakan, “Hai Muhammad, tentu saja itu menjijikannya, tetapi dipaksakan kepadanya untuk memakannya.” Aku bertanya, “Hai Jabrail, siapakah mereka itu?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang suka menggunjing dan mencela serta mengadu domba orang-orang lain.” Lalu dikatakan, “Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” Dan orang tersebut tidak suka memakannya (tetapi dipaksakan kepadanya).

Demikianlah hadis secara ringkasnya, sedangkan secara panjang lebarnya telah kami kemukakan pada permulaan tafsir surat Al-Isra.

Abu Daud At-Tayasili mengatakan di dalam kitab musnadnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Ar-Rabi’, dari Yazid, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah memerintahkan kepada orang-orang untuk melakukan puasa satu hari, dan tidak boleh ada seorang pun yang berbuka sebelum diizinkan baginya berbuka. Maka orang-orang pun melakukan puasa. Ketika petang harinya seseorang datan’g kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, Ya Rasulullah SAW, telah sejak pagi hari saya puasa, maka izinkanlah bagiku untuk berbuka, kemudian dia diizinkan untuk berbuka. Dan datang lagi lelaki lainnya yang juga meminta izin untuk berbuka, lalu diizinkan baginya berbuka. Kemudian datanglah seorang lelaki melaporkan, “Wahai Rasulullah ada dua orang wanita dari kalangan keluargamu (istri-istrimu) sejak pagi melakukan puasa, maka berilah izin kepada keduanya untuk berbuka. Tetapi Rasulullah Saw. berpaling darinya, lalu lelaki itu mengulang, lagi laporannya. Akhirnya Rasulullah Saw. bersabda: Keduanya tidak puasa, bagaimanakah dikatakan berpuasa seseorang yang terus-menerus memakan daging orang lain. Pergilah dan katakan pada keduanya, bahwa jika keduanya puasa hendaklah keduanya muntah.” Lalu keduanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi Saw. Ketika keduanya muntah, ternyata keduanya mengeluarkan darah kental. lelaki itu datang kepada Nabi Saw. dan melaporkan apa yang telah terjadi, maka Nabi Saw. bersabda: Seandainya keduanya mati, sedangkan kedua darah kental itu masih ada dalam rongga perut keduanya, tentulah keduanya akan dibakar oleh api neraka.

Sanad hadis ini daif, sedangkan matang garib.

Telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Al-Baihaqi melalui, hadis Yazid ibnu Harun menceritakan kepada kami Sulaiman At-Taimi yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki bercerita di Majelis Abu usman An-Nahdi, dari Ubaid maula Rasulullah Saw. Bahwa di masa Rasulullah Saw. pernah ada dua orang wanita puasa, lalu seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw. melaporkan, “Wahai Rasulullah, di sini ada dua orang wanita yang puasa, tetapi keduanya hampir saja mati karena kehausan,” perawi mengatakan bahwa ia merasa yakin penyebabnya adalah karena teriknya matahari di tengah hari. Rasulullah Saw. berpaling darinya atau diam tidak menjawab. Lelaki itu kembali berkata, “Wahai Nabi Allah, demi Allah, sesungguhnya keduanya sekarat atau hampir saja sekarat.” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Panggillah keduanya,” lalu keduanya datang. Maka didatangkanlah sebuah wadah atau mangkuk, dan Nabi Saw. berkata kepada salah seorang wanita itu, “Muntahlah!” Wanita itu mengeluarkan muntahan darah dan nanah sehingga memenuhi separo wadah itu. Kemudian Nabi Saw. berkata kepada wanita lainnya, “Muntahlah!” Lalu wanita itu memuntahkan nanah, darah, muntahan darah kental, dan lainnya hingga wadah itu penuh. Kemudian Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah atas keduanya; salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya memakan daging orang lain (menggunjingnya).

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Yazid ibnu Harun dan Ibnu Abu Addi, keduanya dari Salman ibnu Sauban At-Taimi dengan sanad yang semisal dan lafaz yang sama atau semisal.

Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui hadis Musaddad, dari Yahya Al-Qattan, dari Usman ibnu Giyas, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki yang menurutku dia berada di majelis Abu Usman, dari Sa’d maula Rasulullah Saw., bahwa mereka diperintahkan untuk puasa, lalu di tengah hari datanglah seorang lelaki dan berkata, “Wahai Rasulullah, Fulanah dan Fulanah telah payah sekali,” tetapi Nabi Saw. berpaling darinya; hal ini berlangsung sebanyak dua atau tiga kali. Pada akhirnya Rasulullah Saw. bersabda, “Panggilah keduanya.” Maka Nabi Saw. datang membawa panci atau wadah, dan berkata kepada salah seorang dari kedua wanita itu, “Muntahlah.” Wanita itu memuntahkan daging, darah kental, dan muntahan. Lalu Nabi Saw. berkata kepada wanita yang lainnya, “Muntahlah.” Maka wanita itu memuntahkan hal yang sama. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kedua wanita ini puasa dari apa yang dihalalkan oleh Allah bagi keduanya, tetapi keduanya tidak puasa dari apa yang diharamkan oleh Allah bagi keduanya. Salah seorang dari keduanya mendatangi yang lain, lalu keduanya terus-menerus memakan daging orang lain (menggunjingnya) hingga perut keduanya penuh dengan nanah.

Imam Baihaqi mengatakan bahwa demikianlah bunyi teks yang diriwayatkan dari Sa’d. Tetapi yang pertama (yaitu Ubaid) adalah yang paling sahih.

Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnud Dahhak ibnu Makhlad, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair, dari salah seorang anak Abu Hurairah, bahwa Ma’iz datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina.” Rasulullah Saw. berpaling darinya hingga Ma’iz mengulangi ucapannya sebanyak empat kali, dan pada yang kelima kalinya Rasulullah Saw. balik bertanya, “Kamu benar telah zina?” Ma’iz menjawab, “Ya.” Rasulullah Saw. bertanya, “Tahukah kamu apakah zina itu?” Ma’iz menjawab, “Ya, aku lakukan terhadapnya perbuatan yang haram, sebagaimana layaknya seorang suami mendatangi istrinya yang halal.” Rasulullah Saw. bertanya, “Apakah yang engkau maksudkan dengan pengakuanmu ini?” Ma’iz menjawab, “Aku bermaksud agar engkau menyucikan diriku (dari dosa zina).” Maka Rasulullah Saw. bertanya, “Apakah engkau memasukkan itumu ke dalam itunya dia, sebagaimana batang celak dimasukkan ke dalam wadah celak dan sebagaimana timba dimasukkan ke dalam sumur?” Ma’iz menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Maka Rasulullah Saw. memerintahkan agar Ma’iz dihukum rajam, lalu Ma’iz dirajam. Kemudian Nabi Saw. mendengar dua orang lelaki berkata. Salah seorang darinya berkata kepada yang lain (temannya), “Tidakkah engkau saksikan orang yang telah ditutupi oleh Allah, tetapi dia tidak membiarkan dirinya hingga harus dirajam seperti anjing dirajam?” Kemudian Nabi Saw. berjalan hingga melalui bangkai keledai, lalu beliau Saw. bersabda, “Dimanakah si Fulan dan si Fulan? Suruhlah keduanya turun dan memakan bangkai keledai ini.” Keduanya menjawab, “Semoga Allah mengampunimu, ya Rasulullah, apakah bangkai ini dapat dimakan?” Nabi Saw. menjawab: Apa yang kamu berdua katakan tentang saudaramu tadi jauh lebih menjijikkan daripada bangkai keledai ini rasanya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan­Nya, sesungguhnya dia sekarang benar-benar berada di sungai-sungai surga menyelam di dalamnya.

Sanad hadis sahih

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menceritakan kepadaku Wasil maula Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Khalid ibnu Urfutah, dari Talhah ibnu Nafi’, dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan bahwa ketika kami bersama Nabi Saw., lalu terciumlah oleh kami bau bangkai yang sangat busuk. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Tahukah kalian, bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang suka menggunjing orang lain.

Jalur lain.

Abdu ibnu Humaid mengatakan di dalam kitab musnadnya, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Asy’as, telah menceritakan kepada kami Al-Fudail ibnu Iyad, dari Sulaiman ibnu Abu Sufyan alias Talhah ibnu Nafi’, dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa ketika kami bersama Nabi Saw. dalam suatu perjalanan, tiba-tiba terciumlah bau yang sangat busuk. Maka Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya sejumlah orang-orang munafik telah menggunjing seseorang dari kaum muslim, maka hal tersebutlah yang menimbulkan bau yang sangat busuk ini. Dan barangkali beliau Saw. bersabda: Karena itulah maka tercium bau yang sangat busuk ini.

*******************

As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt.: Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12) Ia merasa yakin bahwa Salman r.a. ketika berjalan bersama dua orang sahabat Nabi Saw. dalam suatu perjalanan sebagai pelayan keduanya dan meringankan beban keduanya dengan imbalan mendapat makan dari keduanya. Pada suatu hari ketika semua orang telah berangkat, sedangkan Salman tidak ikut berangkat bersama mereka melainkan tertidur, lalu kedua temannya itu menggunjingnya. Kemudian keduanya mencari Salman, tetapi tidak menemukannya. Akhirnya kedua teman Salman membuat kemah dan keduanya mengatakan seraya menggerutu, “Tiada yang dikehendaki oleh Salman atau budak ini selain dari yang enaknya saja, yaitu datang tinggal makan dan kemah sudah dipasang.” Ketika Salman datang, keduanya mengutus Salman kepada Rasulullah Saw. untuk meminta lauk pauk. Maka Salman pun berangkat hingga datang kepada Rasulullah Saw. seraya membawa wadah lauk pauk. Lalu Salman berkata, “Wahai Rasulullah, teman-temanku telah menyuruhku untuk meminta lauk pauk kepada engkau, jika engkau mempunyainya.” Rasulullah Saw. bersabda: Apakah yang dilakukan oleh teman-temanmu dengan lauk pauk, bukankah mereka telah memperoleh lauk pauk? Maka Salman kembali kepada kedua temannya dan menceritakan kepada mereka apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw. Kemudian keduanya berangkat hingga sampai ke tempat Rasulullah Saw., lalu berkata, “Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan hak, kami belum makan sejak pertama kali kami istirahat.” Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya kamu berdua telah mendapat lauk pauk dari Salman karena gunjinganmu (terhadapnya). Lalu turunlah firman Allah Swt.: Sukakah seseorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Al-Hujurat: 12) Sesungguhnya Salman saat itu sedang tidur.

Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi telah meriwayatkan di dalam kitab Al-Mukhtar-nya melalui jalur Hassan ibnu Hilal, dari Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas ibnu Malik r.a. yang telah menceritakan bahwa dahulu sebagian orang-orang Arab biasa melayani sebagian yang lainnya dalam perjalanan. Dan tersebutlah Abu Bakar dan Umar r.a. membawa serta seorang lelaki yang melayani keduanya. Lalu keduanya tidur dan bangun, tetapi ternyata lelaki itu tidak menyediakan makanan untuk mereka berdua, lalu keduanya mengatakan bahwa sesungguhnya orang ini (yakni pelayan keduanya) suka tidur. Dan keduanya membangunkan pelayannya itu dan mengatakan kepadanya, “Pergilah kepada Rasulullah Saw. dan katakan kepada beliau bahwa Abu Bakar dan Umar mengirimkan salam untuknya dan keduanya meminta lauk pauk dari beliau.” Ketika pelayan itu sampai di tempat Nabi Saw., maka beliau Saw. bersabda, “Sesungguhnya mereka berdua telah beroleh lauk pauk.” Maka Abu Bakar dan Umar datang menghadap kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, “Wahai Rasulullah, lauk pauk apakah yang telah kami peroleh?” Maka Rasulullah Saw. menjawab: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku melihat dagingnya (pesuruhmu itu) berada di dalam lambungmu. Keduanya berkata, “Wahai Rasulullah, mohonkanlah ampunan bagi kami.” Rasulullah Saw. bersabda: Perintahkanlah kepada lelaki itu (pelayanmu) untuk memohonkan ampun bagi kamu berdua.

Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Maslamah, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Pamannya Musa ibnu Yasar, dari Abu Hurairah r.a. yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Saw.’ pernah bersabda: Barang siapa yang memakan daging saudaranya sewaktu di dunia (yakni menggunjingnya), maka disuguhkan kepadanya daging saudaranya itu kelak di akhirat, lalu dikatakan kepadanya, -Makanlah ini dalam keadaan mati sebagaimana engkau memakannya dalam keadaan hidup.”

Abu Hurairah mengatakan, bahwa lalu dia memakannya, sekalipun dengan rasa jijik seraya menjerit. Hadis ini garib sekali.

*******************

Firman Allah Swt.:

{وَاتَّقُوا اللَّهَ}

Dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hujurat: 12)

dengan mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah kepada kalian dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya, maka merasalah diri kalian berada dalam pengawasan-Nya dan takutlah kalian kepada-Nya.

{إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ}

Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Hujurat: 12)

Yakni Maha Penerima tobat terhadap orang yang mau bertobat kepada-Nya, lagi Maha Penyayang kepada orang yang kembali ke jalan-Nya dan percaya kepada-Nya.

Jumhur ulama mengatakan bahwa cara bertobat dari menggunjing orang lain ialah hendaknya yang bersangkutan bertekad untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya. Akan tetapi, apakah disyaratkan menyesali perbuatannya yang telah lalu itu? Masalahnya masih diperselisihkan. Dan hendaknya pelakunya meminta maaf kepada orang yang digunjingnya.

Ulama lainnya mengatakan bahwa tidak disyaratkan meminta maaf dari orang yang digunjingnya, karena apabila dia memberitahu kepadanya apa yang telah ia lakukan terhadapnya, barangkali hatinya lebih sakit daripada seandainya tidak diberi tahu. Dan cara yang terbaik ialah hendaknya pelakunya membersihkan nama orang yang digunjingnya di tempat yang tadinya dia mencelanya dan berbalik memujinya. Dan hendaknya ia membela orang yang pernah digunj ingnya itu dengan segala kemampuan sebagai pelunasan dari apa yang dilakukan terhadapnya sebelum itu.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub, dari Abdullah ibnu Sulaiman, bahwa Ismail ibnu Yahya Al-Mu’afiri pernah menceritakan kepadanya bahwa Sahl ibnu Mu’az ibnu Anas Al-Juhani telah menceritakan kepadanya dari ayahnya, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Barang siapa yang membela seorang mukmin dari orang munafik yang menggunjingnya, maka Allah mengirimkan malaikat kepadanya untuk melindungi dagingnya kelak di hari kiamat dari api neraka Jahanam. Dan barang siapa yang menuduh seorang mukmin dengan tuduhan yang ia maksudkan mencacinya, maka Allah menahannya di jembatan neraka Jahanam hingga ia mencabut kembali apa yang dituduhkannya itu.

Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud melalui hadis Abdullah ibnul Mubarak dengan sanad dan lafaz yang semisal.

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam telah menceritakan kepada kami Al-Lais, telah menceritakan kepadakuVahya ibnu Sahm, dia pernah mendengar Ismail ibnu Basyir mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah dan Abu Talhah ibnu Sahl Al-Ansanrimengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: tidaklah seseorang menghina seorang muslim di suatu tempat yang menyebabkan kehormatannya dilecehkan dan harga dirinya direndahkan, melainkan Allah Swt. akan balas menghinanya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya. Dan tidaklah seseorang membela seorang muslim di suatu tempat yang menyebabkan harga diri dan kehormatannya direndahkan, melainkan Allah akan menolongnya di tempat-tempat yang ia sangat memerlukan pertolongan-Nya.

Imam Abu Daud meriwayatkan hadis ini secara munfarid (tunggal)

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo