وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (169) فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (170) يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ (171) الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ (172) الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (173) فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ (174) إِنَّمَا ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (175)
Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki, mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. (Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kepada mereka,” maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kalian) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy). Karena itu, janganlah kalian takut kepada mereka; tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian benar-benar orang yang beriman.
Allah menceritakan perihal para syuhada, bahwa sekalipun mereka gugur terbunuh dalam kehidupan dunia ini, sesungguhnya arwah mereka tetap hidup diberi rezeki di alam yang kekal.
Muhammad ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Yunus, dari Ikrimah, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abu Talhah, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik perihal sahabat-sahabat Rasulullah Saw. yang dikirim beliau Saw. kepada penduduk Bir Ma’unah. Sahabat Anas ibnu Malik mengatakan bahwa ia tidak mengetahui apakah jumlah mereka empat puluh atau tujuh puluh orang, sedangkan yang menjadi pemimpin dari penduduk tempat air itu adalah Amir ibnu Tufail Al-Ja’fari. Maka berangkatlah sejumlah sahabat Rasul itu hingga mereka sampai di sebuah gua yang berada di atas tempat air tersebut, lalu mereka duduk istirahat di dalam gua itu. Kemudian sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Siapakah di antara kalian yang mau menyampaikan risalah Rasulullah Saw. kepada penduduk tempat air ini?” Maka seseorang —yang menurut dugaan perawi dia adalah Abu Mulhan Al-Ansari— berkata, “Akulah yang akan menyampaikan risalah Rasulullah Saw.” Lalu ia berangkat hingga sampai di sekitar rumah-rumah mereka, kemudian ia duduk bersideku di hadapan pintu ramah-rumah itu, dan berseru, “Hai penduduk Bi-r Ma’unah, sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah kepada kalian. Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya. Karena itu, berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya!” Maka keluarlah dari salah satu rumah itu seorang lelaki seraya membawa sebuah tombak menuju kepadanya, lalu lelaki itu langsung menghunjamkan tombaknya ke lambung Abu Mulhan hingga tembus ke sisi yang lain. Maka Abu Mulhan berseru (sebelum meregang nyawanya): Allahu Akbar (Allah Mahabesar), aku beruntung (mendapat mati syahid) demi Tuhan Ka’bah! Kemudian seluruh penduduk Bi’r Ma’unah mengikuti jejak Abu Mulhan hingga mereka sampai kepada teman-teman Abu Mulhan yang berada di dalam gua tersebut. Maka Amir ibnu Tufail (bersama kaumnya) membunuh mereka semuanya.
Ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Anas ibnu Malik, bahwa Allah telah menurunkan ayat Al-Qur’an berkenaan dengan nasib mereka itu, yang isinya mengatakan:
Sampaikanlah dari kami kepada kaum kami, bahwasanya kami telah menjumpai Tuhan kami, dan Dia rida dengan kami serta kami pun rida (puas) dengan (pahala)-Nya.
Kemudian ayat tersebut dimansukh dan diangkat kembali sesudah kami membacanya selama beberapa waktu, dan sebagai gantinya Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
{وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ}
Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Ali Imran: 169)
Imam Muslim meriwayatkan di dalam kitab sahihnya, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Masruq yang menceritakan bahwa sesungguhnya kami pernah menanyakan kepada Abdullah tentang ayat ini, yaitu firman-Nya: Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mad, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya de-ngan mendapat rezeki.(Ali Imran: 169) Maka Abdullah menjawab, bahwa sesungguhnya kami pernah menanyakan hal yang sama kepada Rasulullah Saw., lalu beliau bersabda: Arwah mereka (para syuhada) berada di dalam perm burung hijau, baginya terdapat pelita-pelita yang bergantungan di bawah Arasy. ia terbang di bagian surga dengan bebas menurut kehendaknya, kemudian hinggap pada pelita-pelita tersebut. Maka Tuhan mereka menjenguk keadaan mereka sekali kunjungan, lalu berfirman, “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab, “Apakah yang kami inginkan lagi, bukankah kami terbang dengan bebas di dalam surga ini menurut kehendak kami?” Allah melakukan hal tersebut kepada mereka sebanyak tiga kali. Setelah mereka merasakan bahwa diri mereka tidak dibiarkan oleh Allah melainkan harus meminta, maka berkatalah mereka, “Wahai Tuhan kami, kami menginginkan agar Engkau mengembalikan arwah kami ke jasad kami, hingga kami dapat terbunuh lagi demi membela jalan-Mu sekali lagi.” Setelah Allah melihat bahwa mereka tidak mempunyai keperluan lagi, maka barulah mereka ditinggalkan.
Hadis yang semisal diriwayatkan pula melalui hadis Anas dan Abu Sa’id.
Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdus Samad. telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tiada seorang pun yang meninggal dunia, sedangkan di sisi Allah dia memperoleh kebaikan yang menggembirakannya, lalu ia menginginkan dikembalikan ke dunia, kecuali hanya orang yang mati syahid. Karena sesungguhnya dia sangat gembira bila dikembalikan ke dunia, lalu gugur sekali lagi (di jalan Allah) karena apa yang dirasakannya dari keutamaan mati syahid.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui jalur Hammad.
Hadis yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Muhammad ibnu Ali ibnu Rabi’ah As-Sulami, dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya: Aku telah diberi tahu bahwa Allah menghidupkan kembali ayahmu, lalu berfirman kepadanya.”Mintalah kamu!” Ayahmu berkata kepada-Nya, “Aku ingin dikembalikan ke dunia dan gugur lagi di jalan-Mu sekali lagi.” Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku telah memutuskan bahwa mereka tidak akan dikembalikan lagi ke dunia.”
Ditinjau dari segi ini, hanya Imam Ahmad sendirilah yang meriwayatkannya.
Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain dan lain-lainnya bahwa ayah Jabir (yaitu Abdullah ibnu Amr ibnu Haram Al-Ansari r.a.) gugur dalam Perang Uhud sebagai syuhada.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Abul Walid meriwayatkan dari Syu’bah, dari Ibnul Munkadir, bahwa ia pernah mendengar Jabir menceritakan hadis berikut: Ketika ayahku gugur (dalam Perang Uhud), aku menangis dan membuka kain penutup wajahnya. Maka sahabat-sahabat Rasulullah Saw. melarangku berbuat demikian. Tetapi Rasulullah sendiri tidak melarang, melainkan beliau bersabda: Jangan engkau tangisi dia —atau mengapa engkau tangisi dia— para malaikat masih terus menaunginya dengan sayap-sayap mereka hingga ia diangkat (ke langit).
Hadis ini di-musnad-kan (disandarkan) langsung kepada Jabir oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Nasai melalui berbagai jalur, dari Syu’bah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir yang menceritakan, “Ketika ayahku gugur dalam peperangan Uhud, aku membuka kain wajahnya, lalu aku menangisinya,” hingga akhir hadis dengan lafaz yang semisal.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ya’qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Abu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Umayyah ibnu Amr ibnu sa’id ibnu Abuz Zubair Al-Makki, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ketika saudara-saudara kalian gugur dalam peperangan Uhud, maka Allah menjadikan arwah mereka di dalam perut burung hijau yang selalu mendatangi sungai-sungai surga dan memakan buah-buahannya, hingga pada lampu-lampu emas yang ada di bawah naungan Arasy. Ketika mereka merasakan makanan dan minuman mereka yang sangat enak dan tempat mereka yang sa-ngat baik itu, maka mereka mengatakan, “Aduhai, sekiranya teman-teman kita mengetahui apa yang dilakukan oleh Allah terhadap kita, agar mereka tidak enggan dalam berjihad dan tidak malas dalam melakukan peperangan.” Maka Allah ber-firman, “Akulah Yang akan menyampaikan berita kalian kepada mereka.” Maka Allah menurunkan ayat ini, yaitu firman-Nya: Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Ali Imran: 169) dan ayat sesudahnya.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Yunus, dari Ibnu Wahb, dari Ismail ibnu Iyasy, dari Muhammad ibnu Ishaq dengan lafaz yang sama.
Imam Abu Daud dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya meriwayatkannya melalui hadis Abdullah ibnu Idris, dari Muhammad ibnu Ishaq dengan lafaz yang sama.
Imam Abu Daud dan Imam Hakim meriwayatkannya dari Ismail ibnu Umayyah, dari Abuz Zubair, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a lalu disebutkan hadis yang sama, sanad ini lebih kuat. Hal yang sama diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri. dari Salim Al-Aftas, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas.
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya meriwayatkan dari hadis Abu Ishaq Al-Fazzari, dari Sufyan, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan sahabat Hamzah r.a. dan teman-temannya (yang gugur dalam Perang Uhud), yaitu firman-Nya: Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Ali Imran: 169)
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah, Ar-Rabi”, dan Ad-Dahhak, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang gugur dalam Perang Uhud.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah Al-Madini, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ibrahim ibnu Kasir ibnu Basyir ibnul Fakih Al-Ansari yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Talhah ibnu Khirasy ibnu Abdur Rahman ibnu Khirasy ibnus Sumt Al-Ansari mengatakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah menceritakan hadis berikut, yaitu: Pada suatu hari Rasulullah Saw. memandang diriku, lalu bertanya, “Mengapa kulihat kamu sedih, hai Jabir?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, ayahku telah gugur dan meninggalkan utang serta anak-anak yang banyak.” Rasulullah Saw. bersabda, “Ingatlah, aku akan menceritakan kepadamu bahwa tiada seorang pun yang berbicara dengan Allah, melainkan di balik hijab (penghalang), dan sesungguhnya ayahmu berbicara secara berhadapan (dengan-Nya).” – Menurut Ali ibnu Abdullah Al-Madini, arti kifahan ialah berhadap-hadapan secara langsung tanpa hijab -. Allah berfirman, “Mintalah kepada-Ku, niscaya Aku beri.” ia menjawab, “Aku meminta kepada-Mu agar mengembalikan diri-ku ke dunia, lalu aku gugur lagi di jalan-Mu untuk kedua kali-nya.” Maka Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya telah ditetapkan oleh-Ku suatu keputusan, bahwa mereka tidak akan dikembalikan lagi kepadanya (ke dunia).” Ia berkata, “Wahai Tuhan-ku, kalau demikian sampaikanlah kepada orang-orang yang ada di belakangku.” Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Janganlah kalian mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. (Ali Imran: 169)
Kemudian Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur lain dari Muhammad ibnu Sulaiman ibnu Salit Al-Ansari, dari ayahnya, dari Jabir hal yang semisal.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Baihaqi di dalam kitab Dalailun Nubuwwah-nya melalui jalur Ali ibnul Madini dengan lafaz yang sama.
Imam Baihaqi meriwayatkan melalui hadis Abu Ubadah Al-Ansari, yaitu Isa ibnu Abdullah, insya Allah, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda kepada Jabir: “Hai Jabir, maukah engkau aku kabarkan berita gembira? Jabir menjawab, “Tentu saja mau, semoga Allah mengabarkan kebaikan kepadamu.” Nabi Saw. bersabda, “Aku merasakan bahwa Allah menghidupkan ayahmu, lalu berfirman, ‘Mintalah kepada-Ku apa yang kamu inginkan, hai hamba-Ku, niscaya Aku memberikannya kepadamu.’ Ayahmu menjawab, “Wahai Tuhanku, aku belum pernah beribadah kepada-Mu dengan ibadah yang sesungguhnya, aku memohon kepada-Mu sudilah kiranya Engkau mengembalikan diriku ke dunia, maka aku akan berperang bersama Nabi-Mu dan gugur dalam membela agama-Mu sekali lagi.’ Allah Swt. berfirman, ‘Sesungguhnya telah ditetapkan oleh-Ku bahwa tiada seorang pun (yang telah mati) dikembalikan lagi ke dunia’.”
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Dinyatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ya’qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Fudail Al-Ansari, dari Mahmud ibnu Labid, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang-orang yang mati syahid berada di tepi sungai yang ada di pintu surga, padanya terdapat kubah hijau, rezeki mereka dikeluarkan dari dalam surga setiap pagi dan petang.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri. Tetapi telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Juraij, dari Abu Kuraib yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Sulaiman dan Ubaidah, dari Muhammad ibnu Ishaq dengan lafaz yang sama. Sanadnya dinilai jayyid.
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seakan-akan para syuhada itu terdiri atas berbagai macam. Di antara mereka ada yang arwahnya terbang dengan bebas di seantero surga, ada pula yang tinggal di tepi sungai yang ada di pintu surga.
Akan tetapi, dapat diinterpretasikan bahwa perjalanan mereka berakhir di sungai ini, lalu mereka berkumpul di tempat tersebut dan menyantap rezeki mereka di tempat itu, setelah itu mereka berangkat lagi.
Telah diriwayatkan kepada kami di dalam kitab Musnad Imam Ahmad sebuah hadis yang isinya mengatakan berita gembira bagi setiap mukmin, bahwa rohnya berada di dalam surga dan terbang dengan bebas di dalam surga, memakan buah-buahan, dan melihat-lihat keindahan yang ada di dalamnya yang hijau segar. juga kegembiraan yang meliputi suasananya, serta menyaksikan kemuliaan yang telah disediakan oleh Allah Swt. buat dirinya. Sanad hadis ini sahih, jarang ada, lagi mengandung hal yang besar. Di dalam sanadnya terdapat tiga orang Imam dari empat orang Imam yang menjadi panutan. Karena sesungguhnya Imam Ahmad meriwayatkannya dari Muhammad ibnu Idris Asy-Syafii rahimahullah, dari Malik ibnu Anas Al-Asbahi rahimahullah, dari Az-Zuhri Abdur Rahman ibnu Ka’b ibnu Malik, dari ayahnya r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Jiwa orang mukmin merupakan burung yang bergantungan di pepohonan surga sebelum Allah mengembalikannya ke jasadnya pada hari Allah membangkitkannya.
Sabda Nabi Saw. yang mengatakan, “Yu’alliqu,” artinya bergantungan. Makna yang dimaksud ialah memakan buah-buahan surga. Dari hadis ini disimpulkan bahwa roh orang mukmin itu dalam bentuk burung di dalam surga.
Adapun mengenai arwah para syuhada, seperti yang disebut di atas, berada di dalam perut burung hijau. Perihalnya sama dengan bintang-bintang bila dibandingkan dengan arwah orang mukmin secara umum, karena sesungguhnya arwah orang mukmin terbang dengan sendirinya. Kami memohon kepada Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Pemberi anugerah, semoga Dia mematikan kami dalam keadaan beriman.
*******************
Firman Allah Swt.:
فَرِحِينَ بِما آتاهُمُ اللَّهُ
Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka. (Ali Imran: 170), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, orang-orang yang mati syahid di jalan Allah itu hidup di sisi Tuhan mereka, sedangkan mereka dalam keadaan gembira karena kenikmatan dan kebahagiaan yang mereka peroleh. Mereka merasa gembira dan amat bangga kepada saudara-saudara mereka yang masih tetap berperang di jalan Allah sesudah mereka; mereka telah mendahuluinya, dan bahwa mereka yang belum sampai tidak usah takut dalam menghadapi apa yang ada di depan mereka dan tidak usah bersedih hati atas apa yang mereka tinggalkan di belakang mereka nanti. Kami memohon surga kepada Allah.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan mereka bergirang hati. (Ali Imran: 170) Artinya, mereka merasa bahagia bila ada di antara saudara-saudara —mereka yang berjihad menyusul mereka, agar ia ikut merasakan pahala yang dianugerahkan oleh Allah Swt. kepada mereka.
As-Saddi mengatakan bahwa disampaikan kepada orang yang telah mati syahid sebuah kitab yang di dalamnya bertuliskan ‘akan datang kepadamu si Fulan pada hari anu dan hari anu, dan akan datang kepadamu (menyusulmu) si Fulan pada hari anu dan hari anu’. Maka ia merasa gembira dengan berita tersebut sebagaimana penduduk dunia yang gembira bila bersua dengan orang yang telah lama berpisah darinya.
Sa’id ibnu Jubair berkata bahwa ketika para syuhada masuk ke dalam surga dan melihat semua yang ada di dalamnya berupa penghormatan yang diperoleh para syuhada, mereka berkata, “Aduhai, seandainya saudara-saudara kita yang berada di dunia mengetahui apa yang kita ketahui sekarang berupa penghormatan yang kita peroleh, niscaya apabila mereka menghadapi peperangan di jalan Allah, mereka langsung menghadapinya dengan mengorbankan diri mereka hingga mati syahid, lalu mereka segera memperoleh kebaikan seperti yang kita peroleh sekarang.”
Kemudian Rasulullah Saw. diberi tahu perihal mereka dan kehormatan yang mereka peroleh di sisi Tuhannya. Allah memberitahukan kepada para syuhada, “Aku telah menyampaikan kepada Nabi kalian dan telah Kuberitakan kepadanya keadaan kalian dan apa yang sedang kalian lakukan sekarang. Karena itu, mereka merasa gembira dengan berita tersebut.” Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya:
{وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ}
Dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka. (Ali Imran: 170), hingga akhir ay at.
Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain dari sahabat Anas sehubungan dengan kisah yang dialami oleh tujuh puluh orang sahabat yang dikirim ke Bi-r Ma’unah, mereka semua dari kalangan Ansar dan semua terbunuh dalam satu hari. Lalu Rasulullah Saw. melakukan doa qunut untuk kebinasaan orang-orang yang telah membunuh mereka, dan beliau melaknat mereka. Sahabat Anas mengatakan bahwa sehubungan dengan mereka telah diturunkan ayat Al-Qur’an yang selama beberapa waktu kami baca sebelum dimansukh. Ayat tersebut berbunyi:
Sampaikanlah kepada kaum kami dari kami, bahwa sesungguh-nya kami telah menjumpai Tuhan kami, maka Dia rida kepada kami dan kami pun merasa puas dengan pahala-Nya.
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
{يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ}
Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman. (Ali Imran: 171)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa mereka merasa gembira ketika menyaksikan dan merasakan janji yang telah ditunaikan dan pahala yang berlimpah dari Allah Swt. kepada mereka.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna ayat ini mencakup semua orang mukmin, baik yang mati syahid atau-pun yang tidak mati syahid. Jarang sekali Allah menyebutkan suatu keutamaan (pahala) yang Dia berikan kepada para nabi, melainkan Allah menyebutkan pula pahala yang akan diberikan kepada ovang-orang mukmin sesudah mereka.
*******************
Firman Allah Swt.:
الَّذِينَ اسْتَجابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصابَهُمُ الْقَرْحُ
(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). (Ali Imran: 172)
Hal ini terjadi dalam Perang Hamra-ul Asad. Pada mulanya setelah kaum musyrik beroleh kemenangan atas kaum muslim (dalam Perang Uhud) dan mereka kembali ke negeri tempat tinggal mereka, maka ketika mereka sampai di pertengahan jalan, mereka merasa menyesal, mengapa mereka tidak meneruskan pengejaran sampai ke Madinah, kemudian segala sesuatunya diselesaikan sehingga tidak ada masalah lagi bagi mereka? Ketika Rasulullah Saw. mendengar berita tersebut, beliau menyerukan kepada semua kaum muslim untuk berangkat mengejar mereka (kaum musyrik) guna menakut-nakuti mereka dan sekaligus memperlihatkan kepada mereka bahwa kaum muslim masih memiliki kekuatan dan ketabahan untuk menghadapi mereka. Kali ini Rasulullah Saw. tidak memberi izin untuk tidak berangkat kepada seseorang pun di antara mereka yang mengikuti Perang Uhud selain Jabir ibnu Abdullah r.a. karena alasan yang akan kami terangkan kemudian. Maka kaum muslim pun bersiap-siap. Sekalipun di antara mereka ada yang luka dan keberatan, tetapi demi taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka berangkat pula.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ikrimah yang menceritakan bahwa ketika kaum musyrik kembali dari Perang Uhud, mereka mengatakan, “Muhammad tidak sempat kalian bunuh, dan kaki tangannya tidak kalian tawan. Alangkah buruknya apa yang telah kalian lakukan itu, sekarang kembalilah kalian.” Ketika Rasulullah Saw. mendengar berita tersebut, maka beliau menyerukan kepada kaum muslim untuk siap berperang lagi, lalu mereka bersiap-siap dan berangkat. Ketika sampai di Hamra-ul Asad atau di Bi-r Abu Uyaynah (ragu dari pihak Sufyan), maka kaum musyrik berkata (kepada sesama mereka), “Kita kembali lagi tahun depan saja.” Maka Rasulullah Saw. kembali pula ke Madinah. Peristiwa ini dianggap sebagai suatu peperangan (perang urat syaraf, pent.). Sehubungan dengan peristiwa ini Allah menurunkan firman-Nya:
{الَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِلَّهِ وَالرَّسُولِ مِنْ بَعْدِ مَا أَصَابَهُمُ الْقَرْحُ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا مِنْهُمْ وَاتَّقَوْا أَجْرٌ عَظِيمٌ}
(Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. (Ali Imran: 172)
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Muhammad ibnu Mansur, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, lalu ibnu Murdawaih menuturkan hadis ini.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu pertengahan bulan Syawwal. Pada keesokan harinya —yaitu pada hari Ahad, tanggal enam belas bulan Syawwal— Rasulullah Saw. menyerukan melalui juru serunya kepada kaum muslim agar bersiap-siap mengejar musuh. Juru seru Rasulullah Saw. mengumumkan, “Tidak boleh ada yang berangkat bersama kami seseorang pun kecuali orang-orang yang ikut bersama kami kemarin (dalam Perang Uhud). Lalu Jabir ibnu Abdullah ibnu Amr ibnu Haram meminta izin kepada Rasulullah Saw. untuk tidak ikut. Untuk itu ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah meninggalkan di belakangku tujuh orang saudara perempuanku.” Rasulullah Saw. bersabda, ‘Wahai anakku, tidak layak bagiku dan bagimu juga bila meninggalkan wanita-wanita tersebut tanpa laki-laki di antara mereka yang menjaganya. Aku bukanlah orang yang lebih mementingkan kamu untuk berjihad bersama Rasulullah Saw. ketimbang diriku sendiri. Sekarang engkau boleh tetap tinggal menjaga saudara-saudara perempuanmu.” Maka ia tetap tinggal di Madinah menjaga saudara-saudara perempuannya. Nabi Saw. memberikan izin kepada Jabir untuk tidak ikut, sedangkan beliau Saw. berangkat bersama mereka. Sesungguhnya Rasulullah Saw. kali ini berangkat hanya semata-mata untuk menakut-nakuti musuh, agar sampai kepada mereka bahwa beliau Saw. berangkat untuk mengejar mereka, hingga mereka mengira bahwa Nabi Saw. masih memiliki kekuatan, bahwa apa yang dialami oleh kaum muslim dalam Perang Uhud tidak membuat mereka lemah dalam menghadapi musuh-musuhnya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari Abus Saib maula Aisyah binti Usman, bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. dari kalangan Bani Abdul Asyhal pernah mengikuti Perang Uhud, ia menceritakan bahwa kami ikut dalam Perang Uhud bersama Rasulullah Saw.”Dalam peperangan Uhud, aku dan saudara laki-lakiku mengalami luka-luka. Ketika juru seru Rasulullah Saw. mengumumkan berangkat lagi mengejar musuh, aku berkata kepada saudaraku, atau saudaraku berkata kepadaku, ‘Apakah peperangan bersama Rasulullah Saw. kali ini akan terlewatkan oleh kami?’ Demi Allah, kala itu kami tidak mempunyai seekor unta kendaraan pun, sedangkan kami dalam keadaan luka berat. Tetapi pada akhirnya kami tetap bertekad berangkat bersama Rasulullah Saw. Keadaanku saat itu lebih ringan lukanya ketimbang saudaraku. Di tengah jalan saudaraku jatuh pingsan atau lemas digendong oleh Uqbah, hingga kami pun sampai di tempat pasukan kaum muslim sampai (yaitu Hamra-ul Asad).”
Imam Bukhari mengatakan: telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Salam. telah menceritakan kepada kami Ahu Mu’awiyah, dari Hisyam, dari ayahnya. dari Siti Aisyah sehubungan dengan firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. (Ali Imran: 172), hingga akhir ayat. Aku (Siti Aisyah) berkata kepada Urwah.”Hai anak lelaki saudara perempuanku, ayahmu termasuk salah seorang di antara mereka, yaitu Az-Zubair, juga Abu Bakar r.a. Ketika Nabi Saw. mengalami musibah dalam Perang Uhud dan pasukan kaum musyrik pulang meninggalkan beliau Saw., maka beliau Saw. merasa khawatir bila mereka kembali lagi menyerang. Lalu beliau Saw. bersabda, “Siapakah yang mau mengejar mereka? ” Maka beliau memilih tujuh puluh orang lelaki, di antara mereka terdapat Abu Bakar dan Az-Zubair.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara menyendiri dengan konteks yang sama.
Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab mustadrak-nya melalui Al-Asam, dari Abul Abbas Ad-Dauri. dari Abun Nadi dari Abu Said Al-Muaddib, dari Hisyam ibnu Urwah dengan lafaz yang sama. Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Ibnu Majah meriwayatkannya dari Hisyam ibnu Ammar dan Hudbah ibnu Abdul Wahhab, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Urwah dengan lafaz yang sama.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Sa’id ibnu Mansur dan Abu Bakar Al-Humaidi di dalam kitab musnadnya, dari Sufyan.
Imam Hakim meriwayatkannya pula melalui hadis Ismail ibnu Abu Khalid, dari At-Taimi, dari Urwah yang menceritakan bahwa Siti Aisyah r.a. pernah berkata kepadanya: Sesungguhnya ayahmu termasuk di antara orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud).
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ja’far dari pokok kitabnya, telah menceritakan kepada kami Samuwaih, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Zubair, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Hisyam, dari ayahnya, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya: Sesungguhnya kedua orang tuamu benar-benar termasuk orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka, yaitu Abu Bakar dan Az-Zubair.
Predikat marfu’ hadis ini merupakan suatu kekeliruan yang besar bila ditinjau dari segi sanadnya, karena sanadnya bertentangan dengan riwayat orang-orang yang siqah yang menyatakan bahwa hadis ini mauquf hanya sampai kepada Siti Aisyah r.a. (dan tidak sampai kepada Nabi Saw.), seperti yang disebutkan di atas. Bila ditinjau dari segi’ maknanya, sesungguhnya Az-Zubair bukan merupakan orang tua Siti Aisyah. Sesungguhnya yang mengatakan demikian tiada lain adalah Aisyah, kepada Urwah ibnuz Zubair yang merupakan anak lelaki saudara perempuannya, Asma binti Abu Bakar r.a.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sa’d, telah menceritakan kepadaku pamanku, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menanamkan ke dalam hati Abu Sufyan rasa takut dalam Perang Uhud sesudah ia berhasil meraih kemenangan yang diperolehnya. Karena itu, ia kembali ke Mekah. Dan Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Abu Sufyan telah memperoleh suatu kemenangan dari kalian, dan sekarang ia pulang karena Allah menanamkan rasa takut dalam hatinya. Perang Uhud terjadi dalam bulan Syawwal, sedangkan pada waktu itu merupakan kebiasaan setahun sekali para pedagang datang ke Madinah pada bulan Zul Qa’dah, lalu mereka menggelarkan dagangannya di Badar Sugra. Mereka tiba (di Madinah) sesudah peperangan Uhud. Saat itu kaum muslim mendapat luka dari Perang Uhud, lalu mereka mengadu kepada Nabi Saw. dan mereka merasa berat dengan luka yang baru mereka alami itu. Sesungguhnya Rasulullah Saw. menyerukan kepada orang-orang agar berangkat bersamanya, sekalipun keadaan mereka tidak mendorong mereka untuk mengikutinya. Lalu Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya mereka sekarang berangkat (pulang ke Mekah) untuk menunaikan hajinya. dan mereka tidak akan mampu melakukan semisal dengan apa yang mereka lakukan dalam peperangan Uhud kecuali tahun depan nanti.” Akan tetapi, setan menakut-nakuti kekasih-kekasih Allah. ia mengatakan, “Sesungguhnya manusia (kaum musyrik) telah menghimpun kekuatannya untuk menyerang kalian.” Maka orang-orang tidak mau mengikuti Nabi Saw. Kemudian Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya aku tetap akan berangkat, sekalipun tidak ada seorang pun yang mengikutiku untuk menggerakkan orang-orang yang mau ikut.” Maka ikutlah bersamanya Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Az-Zubair, Sa’d, Talhah, Abdur Rahman ibnu Auf, Abdullah ibnu Mas’ud, Huzaifah ibnul Yaman. dan Abu Ubaidah ibnul Jarrah bersama tujuh puluh orang, lalu mereka berangkat hingga sampai di As-Safra, dan Allah menurunkan firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka. (Ali Imran: 172), hingga akhir ayat.
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Rasulullah Saw. akhirnya berangkat hingga sampai di Hamra-ul Asad yang jauhnya kurang lebih delapan mil dari Madinah.
Ibnu Hisyam menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengangkat Ibnu Ummi Maktum menjadi amir di Madinah (selama kepergian Rasulullah Saw.). Nabi Saw. tinggal selama tiga hari di Hamra-ul Asad, yaitu pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, setelah itu kembali ke Madinah – Menurut apa yang diceritakan kepadaku oleh Abdullah ibnu Abu Bakar – Nabi Saw. bersua dengan Ma’bad ibnu Abu Ma’bad Al-Khuza’i. Kabilah Khuza’ah, baik yang muslim maupun yang masih musyrik, bersikap netral. Mereka mempunyai hubungan erat dengan Rasulullah Saw. sejak mereka melakukan transaksi perdagangan dengan beliau di Tihamah, dan mereka tidak pernah menyembunyikan sesuatu pun darinya. Ma’bad saat itu masih musyrik: ketika bersua dengan Nabi Saw., ia mengatakan, “Hai Muhammad, demi Allah, kami berbelasungkawa atas musibah yang menimpa dirimu sehubungan dengan luka yang dialami oleh sahabat-sahabatmu, dan kami berharap mudah-mudahan Allah menyelamatkan engkau bersama mereka.” Kemudian Ma’bad melanjutkan perjalanannya, sedangkan Rasulullah Saw. tetap berada di Hamra-ul Asad, hingga Ma’bad bersua dengan Abu Sufyan ibnu Harb bersama pasukannya di Rauha. Saat itu mereka sepakat kembali memerangi Rasulullah Saw. dan sahabat-sahabatnya. Mereka mengatakan, “Kita telah mengalami kemenangan atas Muhammad dan sahabat-sahabatnya, juga para pemimpin dan orang-orang terhormat kaum muslim, apakah kita kembali sebelum memberantas mereka? Kita benar-benar harus kembali untuk mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka hingga kita benar-benar aman dari mereka.” Ketika Abu Sufyan melihat Ma’bad, ia bertanya.”Hai Ma’bad. apakah yang ada di belakangmu?” Ma’bad menjawab.”Muhammad dan sahabat-sahabatnya sedang memburu kalian bersama sejumlah pasukan yang belum pernah kulihat sebanyak itu. Mereka benar-benar merasa dendam terhadap kalian. Telah bergabung bersamanya orang-orang yang tadinya tidak ikut berperang, dan mereka menyesal atas ketidakberangkatan mereka. Mereka benar-benar merasa dendam terhadap kalian sehingga membawa pasukan yang kekuatannya tidak pernah aku lihat sebelumnya.” Abu Sufyan berkata, “Celakalah kamu ini, apa maksudmu dengan kata-katamu itu?” Ma’bad berkata, “Demi Allah, menurutku engkau masih belum pulang sebelum engkau melihat pasukan berkuda mereka.” Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kami sepakat kembali menyerang mereka guna mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka.” Ma’bad menjawab, “Sesungguhnya aku melarangmu melakukan hal tersebut. Demi Allah, sesungguhnya telah mendorongku untuk mengatakan beberapa bait syair yang menggambarkan kekuatan mereka (kaum muslim) sesudah aku melihatnya.” Abu Sufyan bertanya, “Apakah yang engkau katakan itu?” Ma’bad menjawab, “Rahilah (pelana) untaku hampir jatuh karena getaran ketika kuda-kuda Ababil mengalir bergerak di bumi membawa para pendekar yang gagah berani lagi pantang mundur dalam peperangan dan tidak pernah mundur barang setapak pun. Maka aku memacu kendaraanku karena aku mengira bahwa bumi ini seakan-akan berguncang, mereka berada di bawah pimpinan seorang pemimpin yang tidak pernah terhina. Maka aku katakan, ‘Celakalah, hai Ibnu Harb, bila bersua dengan kalian,’ mengingat Lembah Batha bergetar karena pasukan berkuda. Sesungguhnya aku memberikan peringatan kepada penduduk lembah, janganlah mereka mengorbankan nyawanya, yaitu kepada setiap orang yang ragu dan memakai akal pikirannya di antara mereka. Hati-hatilah kalian terhadap pasukan Ahmad yang tidak terkalahkan itu. Apa yang aku peringatkan ini bukan berdasarkan berita (melainkan aku saksikan dengan mata kepalaku sendiri).” Maka Abu Sufyan dan orang-orang yang bersamanya merasa berterima kasih kepada Ma’bad atas berita itu. Lalu Abu Sufyan berpapasan dengan kafilah dari Abdul Qais. Abu Sufyan bertanya, “Hendak ke manakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami hendak ke Madinah.” Abu Sufyan bertanya, “Untuk apa?” Mereka menjawab, “Kami hendak mencari makanan.” Abu Sufyan berkata, “Maukah kalian menyampaikan pesanku kepada Muhammad melalui surat yang akan kukirimkan melalui kalian? Sebagai imbalannya aku akan membawakan barang ini buat kalian (yakni zabib) di Ukaz bila kalian bersua dengan kami nanti.” Mereka menjawab, “Ya.” Abu Sufyan berkata, “Apabila kalian bertemu dengan Muhammad, ‘sampaikanlah kepadanya bahwa kami telah bersiap-siap untuk menyerang dia dan sahabat-sahabatnya dan mengikis habis sisa-sisa kekuatan mereka.” Lalu rombongan kafilah Abdul Qais itu bersua dengan Rasulullah Saw. di Hamra-ul Asad, kemudian mereka menceritakan kepadanya apa yang dikatakan oleh Abu Sufyan dan teman-temannya. Maka Nabi dan para sahabatnya berkata, “Cukuplah Allah sebagai Penolong kami, Dia sebaik-baik Pelindung.”
Ibnu Hisyam meriwayatkan melalui Abu Ubaidah yang pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda ketika disampaikan kepadanya berita yang mengatakan bahwa pasukan kaum musyrik kembali datang menyerang:
Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku telah memberi tanda buat mereka pada sebuah batu. Seandainya mereka pada pagi harinya berada di situ, niscaya keadaan mereka seperti kemarin yang telah lalu.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: (Yaitu) orang-orang yang menaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). (Ali Imran: 172) Bahwa Abu Sufyan dan teman-temannya berhasil memperoleh kemenangan atas pasukan kaum muslim, lalu mereka kembali. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya Abu Sufyan kembali (ke Mekah), sedangkan Allah telah menanamkan rasa takut di dalam hatinya. Maka siapakah yang mau ikut mengejarnya? Ternyata yang mau melakukannya adalah Nabi Saw. sendiri, Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dan sejumlah sahabat Rasulullah Saw.; lalu mereka berangkat mengejar Abu Sufyan dan pasukannya. Ketika sampai berita kepada Abu Sufyan bahwa Nabi Saw. sedang mengejarnya dan ia bersua dengan suatu iringan kafilah pedagang, maka ia berkata (kepada mereka), “Kembalikanlah Muhammad, nanti kalian akan kuberi persen sekian, dan sampaikanlah kepadanya bahwa aku telah menghimpun sejumlah besar pasukan, dan aku akan kembali memerangi mereka.” Ketika rombongan pedagang itu datang dan menyampaikan berita tersebut kepada Rasulullah Saw., maka Rasulullah Saw. bersabda: Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah sebaik-baik Pelindung. Lalu Allah Swt. menurunkan ayat ini.
Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, semuanya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Hamra-ul Asad.
Menurut pendapat lain, ayat ini diturunkan berkenaan dengan Perang Badar yang dijanjikan, tetapi pendapat yang benar adalah pendapat pertama.
*******************
Firman Allah Swt.:
الَّذِينَ قالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزادَهُمْ إِيماناً
(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kalian kepada mereka.” Maka perkataan itu menambah keimanan mereka. (Ali Imran: 173), hingga akhir ayat.
Yakni mereka yang diperingatkan oleh orang-orang bahwa ada pasukan besar yang akan menyerang mereka, dan ditakut-takuti akan kedatangan musuh yang banyak jumlah pasukannya. Akan tetapi, mereka tidak menghiraukan berita tersebut, bahkan mereka bertawakal kepada Allah serta meminta pertolongan kepada-Nya.
{وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ}
dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Ali Imran: 173)
Tetapi hal yang mengherankan ialah Imam Hakim Abu Abdullah telah meriwayatkannya melalui hadis Ahmad ibnu Yunus dengan lafaz yang sama. Kemudian ia mengatakan bahwa hadis ini sahih sanadnya dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.