Ali Imran, ayat 185-186

Ali Imran, ayat 185-186

كُلُّ نَفْسٍ ذائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّما تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فازَ وَمَا الْحَياةُ الدُّنْيا إِلاَّ مَتاعُ الْغُرُورِ (185) لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذىً كَثِيراً وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (186)

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Kalian sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta kalian dan diri kalian. Dan (juga) kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kalian bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan.

Allah Swt. memberitahukan kepada semua makhluknya secara umum. bahwa setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Perihalnya Sama dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:

كُلُّ مَنْ عَلَيْها فانٍ وَيَبْقى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالْإِكْرامِ

Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Tetap kekal Zat Tuhan-mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman: 26-27)

Hanya Dia sendirilah yang Hidup Kekal dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia semuanya mati, begitu pula para malaikat umumnya dan para malaikat pemangku Arasy. Hanya Allah sematalah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa Yang Kekal Abadi. Dengan demikian, berarti Allah Yang Mahaakhir, sebagaimana Dia Maha Pertama (Akhirnya Allah tidak ada kesudahannya dan Permulaan Allah tidak ada awal-nya, pent.).

Ayat ini merupakan belasungkawa kepada semua manusia, karena sesungguhnya tidak ada seorang pun di muka bumi ini melainkan pasti mati. Apabila masa telah habis dan nutfah yang telah ditakdirkan oleh Allah keberadaannya dari sulbi Adam telah habis. serta semua makhluk habis, maka Allah melakukan hari kiamat dan membalas semua makhluk sesuai dengan amal perbuatannya masing-masing, yang besar, yang kecil, yang banyak, yang sedikit.serta yang tua dan yang muda, semuanya mendapat balasannya. Tiada seorang pun yang jianiaya barang sedikit pun dalam penerimaan pembalasannya. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman:

{وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ}

Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. (Ali Imran: 185)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz Al-Uwaisi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Ali Al-Hasyimi, dari Ja’far ibnu Muhammad Ali ibnul Husain, dari ayah-nya, dari.Ali ibnu Abu Thalib r.a. yang menceritakan bahwa ketika Nabi Saw. wafat, dan belasungkawa berdatangan, maka datanglah kepada mereka seseorang yang mereka rasakan keberadaannya, tetapi mereka tidak dapat melihat ujudnya. Orang tersebut mengatakan: Semoga keselamatan terlimpah kepada kalian, hai Ahlul Bait. Begitu pula rahmat Allah dan berkahnya, tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala kalian. Sesungguhnya belasungkawa dari setiap musibah itu hanyalah kepada Allah, dan hanya kepada-Nya memohon ganti dari setiap yang telah binasa, dan hanya kepada-Nya meminta disusulkan dari setiap yang terlewatkan. Karena itu, hanya kepada Allah-lah kalian percaya, dan hanya kepada-Nyalah kalian berharap, karena sesungguhnya orang yang tertimpa musibah itu ialah orang yang terhalang tidak mendapat pahala. Dan semoga keselamatan terlimpah kepada kalian. begitu pula rahmat Allah dan berkah-Nya. Ja’far ibnu Muhammad mengatakan, telah menceritakan kepadaku ayahku, bahwa Ali Abu Talib berkata.”Tahukah kalian, siapakah orang ini?” Ali mengatakan pula, “Dia adalah Al-Khidir a.s.”

*******************

Firman Allah Swt.:

{فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ}

Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. (Ali Imran)

Artinya, barang siapa yang dijauhkan dari neraka dan selamat darinya serta dimasukkan ke dalam surga, berarti ia sang at beruntung.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Ansari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tempat sebuah cemeti di dalam surga lebih baik daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya. Bacalah oleh kalian jika kalian suka, yaitu firman-Nya, “Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguhlah ia telah beruntung” (Ali Imran: 186).

Hadis ini ditetapkan di dalam kitab Sahihain melalui jalur lain tanpa memakai tambahan ayat.

Telah diriwayatkan pula oleh Ibnu Abu Hatim serta Ibnu Hibban di dalam kitab Sahih-nya dan Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya tanpa memakai tambahan ini melalui hadis Muhammad ibnu Amr.

Telah diriwayatkan pula dengan memakai tambahan ini oleh Ibnu Murdawaih melalui jalur yang lain. Untuk itu Ibnu Murdawaih mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya. telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Mas’adah, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, dari Abu Hazim, dari Sahl ibnu Sa’d yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: sesungguhnya tempat sebuah cemeti seseorang di antara kalian di dalam surga lebih baik daripada dunia ini dan semua yang ada di dalamnya. Sahl ibnu Sa’d melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu beliau Saw. membacakan firman-Nya: Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga,maka sungguh ia telah beruntung. (Ali Imran: 185)

Dalam pembahasan yang lalu sehubungan dengan firman-Nya:

{وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ}

dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (Ali Imran: 102)

Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Waki’ ibnul Jarrah di dalam kitab tafsimya, dari Al-A’masy ibnu Zaid ibnu Wahb, dari Abdur Rahman ibnu Abdu Rabbil Ka’bah, dari Abdullah ibnu Amr ibnul As yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

Barang siapa yang ingin dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka hendaklah ia mati sedang ia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari kemudian. Dan hendaklah ia memberikan kepada orang-orang apa yang ia suka bila diberikan kepada dirinya sendiri.

Imam Ahmad meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya dari Waki’ dengan lafaz yang sama.

*******************

Firman Allah Swt.:

{وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ}

Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Ali Imran: 185)

Makna ayat ini mengecilkan perkara duniawi dan meremehkan urusannya. Bahwa masalah duniawi itu adalah masalah yang rendah, pasti lenyap, sedikit, dan pasti rusak. Seperti yang diungkapkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَياةَ الدُّنْيا وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقى

Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-A’la: 16-17)

وَما أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتاعُ الْحَياةِ الدُّنْيا وَزِينَتُها وَما عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقى

Dan apa saja yang diberikan kepada kalian, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya, sedangkan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. (Al-Qashash: 60)

Dan dalam sebuah hadis disebutkan:

Demi Allah, tiadalah dunia ini dalam kehidupan di akhirat, melainkan sebagaimana seseorang di antara kalian mencelupkan jari telunjuknya ke dalam laut, maka hendaklah ia melihat apa yang didapat olehnya dari laut itu.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Ali Imran: 185) Bahwa kehidupan duniawi itu merupakan kesenangan yang akan ditinggalkan; tidak lama kemudian, demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, pasti menyurut dan hilang dari pemiliknya. Karena itu, ambillah dari kehidupan ini sebagai sarana untuk taat kepada Allah, jika kalian mampu dan tidak ada kekuatan (untuk melakukan ketaatan) kecuali berkat pertolongan Allah Swt.

*******************

Firman Allah Swt.:

{لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ}

Kalian sungguh-sungguh akan diuji terhadap harta kalian dan diri kalian. (Ali Imran: 186)

Ayat ini sama maknanya dengan ayat yang lain, yaitu firman-Nya:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَراتِ

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. (Al-Baqarah: 155), hingga akhir ayat berikutnya.

Dengan kata lain, seorang mukmin itu harus diuji terhadap sesuatu dari hartanya atau dirinya atau anaknya atau istrinya. Seorang mukmin mendapat ujian (dari Allah) sesuai dengan tingkatan kadar agamanya; apabila agamanya kuat, maka ujiannya lebih dari yang lain.

{وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا}

Dan (Juga) kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. (Ali Imran: 186)

Allah Swt. berfirman kepada orang-orang mukmin ketika mereka tiba di Madinah sebelum Perang Badar untuk meringankan beban mereka dari tekanan gangguan yang menyakitkan hati yang dilakukan oleh kaum Ahli Kitab dan kaum musyrik. Sekaligus memerintahkan mereka agar bersikap pemaaf dan bersabar serta memberikan ampunan hingga Allah memberikan jalan keluar dari hal tersebut. Untuk itu Allah Swt. berfirman:

{وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ}

Jika kalian bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan. (Ali Imran: 186)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu’aib ibnu Abu Hamzah, dari Az-Zuhri; Urwah ibnuz Zubair menceritakan kepadanya, Usamah ibnu Zaid pernah bercerita kepadanya bahwa Nabi dan para sahabatnya di masa lalu selalu bersikap pemaaf terhadap orang-orang musyrik dan Ahli Kitab, sesuai dengan perintah Allah kepada mereka, dan mereka bersabar dalam menghadapi gangguan yang menyakitkan. Perintah Allah Swt. tersebut adalah melalui firman-Nya: Dan (juga) kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. (Ali Imran: 186) Tersebutlah bahwa Rasulullah Saw. bersikap pemaaf sesuai dengan pengertiannya dari apa yang diperintahkan oleh Allah kepadanya, sehingga Allah mengizinkan kepada beliau terhadap mereka (yakni bertindak terhadap mereka). Demikianlah menurut apa yang diketengahkannya secara ringkas.

Imam Bukhari mengetengahkannya dalam bentuk yang panjang lebar di saat ia menafsirkan ayat ini. Dia mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Abul Yaman, telah menceritakan kepada kami Syu’aib, dari Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair; Usamah ibnu Zaid telah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. mengendarai himar (keledai) dengan memakai kain qatifah fadakiyah, seraya membonceng Usamah ibnu Zaid di belakangnya, dalam rangka hendak menjenguk Sa’d ibnu Ubadah yang ada di Banil Haris ibnul Khazraj. Hal ini terjadi sebelum Perang Badar. Ketika beliau melewati suatu majelis yang di dalamnya terdapat Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul sebelum dia Islam (lahiriahnya), ternyata di dalam majelis terdapat campuran orang-orang yang terdiri atas kaum muslim, kaum musyrik penyembah berhala, dan Ahli Kitab Yahudi. Di dalam majelis itu terdapat pula Abdullah ibnu Rawwahah. Di saat majelis tersebut tertutup oleh debu kendaraan Nabi Saw., maka Abdullah ibnu Ubay menutupi hidungnya dengan kain selendangnya, lalu berkata, “Janganlah engkau membuat kami berdebu.” Rasulullah Saw. mengucapkan salam kepada mereka, lalu berhenti dan turun dari kendaraannya, kemudian menyeru mereka untuk menyembah Allah Swt. dan membacakan Al-Qur’an kepada mereka. Maka Abdullah ibnu Ubay berkata, “Hai manusia, sesungguhnya aku tidak pandai mengucapkan apa yang kamu katakan itu, jika hal itu benar. Maka janganlah kamu ganggu kami dengannya dalam majelis kami ini. Kembalilah ke kendaraanmu, dan barang siapa yang datang kepadamu, ceritakanlah (hal itu) kepadanya!’ Abdullah ibnu Rawwahah berkata, “Tidak, wahai Rasulullah, liputilah kami dengan debumu di majelis kami ini, karena sesungguhnya kami menyukai apa yang engkau sampaikan itu!” Akhirnya kaum muslim saling mencaci dengan kaum musyrik dan orang-orang Yahudi, hingga hampir saja mereka saling baku hantam, tetapi Rasulullah Saw. terus-menerus melerai mereka hingga mereka tenang kembali. Sesudah itu Rasulullah Saw. mengendarai kembali keledainya, lalu meneruskan perjalanannya hingga sampai di rumah Sa’d ibnu Ubadah. Beliau masuk ke dalam rumahnya, lalu bersabda kepadanya, “Hai Sa’d, tidakkah engkau mendengar apa yang telah dikatakan oleh Abu Hubab —yang beliau maksud adalah Abdullah ibnu Ubay—? Dia telah mengatakan anu dan anu.” Sa’d ibnu Ubadah menjawab, “Wahai Rasulullah, maafkanlah dia dan ampunilah dia. Demi Tuhan yang telah menurunkan Al-Qur’an kepadamu, sesungguhnya Allah telah menurunkan perkara yang hak kepadamu, dan sesungguhnya semua penduduk kota ini telah berdamai (setuju) untuk mengangkat dia (Ibnu Ubay) menjadi pemimpin mereka dan membelanya dengan penuh kefanatikan. Akan tetapi, setelah Allah menolak hal tersebut dengan perkara hak yang telah Dia turunkan kepadamu, maka dia merasa tersisihkan, maka apa yang telah engkau lihat itu merupakan ungkapan rasa tidak puasnya.” Maka Rasulullah Saw. memaafkan tindakan Ibnu Ubay itu. Rasulullah Saw. dan para sahabatnya bersikap pemaaf terhadap gangguan kaum musyrik dan kaum Ahli Kitab seperti apa yang diperintahkan oleh Allah kepada mereka, dan tetap bersabar serta menahan diri. Allah Swt. telah berfirman: Dan (juga) kalian sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kalian dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. (Ali Imran: 186), hingga akhir ayat. Dalam ayat yang lainnya Allah Swt. telah berfirman: Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kalian kepada kekafiran setelah kalian beriman karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. (Al-Baqarah: 109), hingga akhir ayat. Nabi Saw. bersikap pemaaf menurut pengertian yang beliau pahami dari perintah Allah Swt. sehingga Allah memberikan izin kepada beliau untuk bertindak terhadap mereka. Ketika Rasulullah Saw. melakukan Perang Badar, yang di dalam perang itu Allah mematikan banyak para pemimpin orang-orang kafir Quraisy, maka Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul dan orang-orang musyrik penyembah berhala yang mengikutinya mengatakan, “Ini merupakan suatu perkara yang sudah kuat, maka berbaiatlah kalian kepada Rasulullah Saw. untuk Islam.” Akhirnya mereka berbaiat dan masuk Islam.

Setiap orang yang menegakkan kebenaran atau memerintahkan kepada kebajikan atau melarang terhadap perbuatan mungkar pasti mendapat ganguan dan rintangan, dan tiada jalan baginya kecuali ber-sabar demi membela agama Allah dan meminta pertolongan kepada-Nya serta mengembalikan segala sesuatunya kepada Dia.

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo