Ar-Rad, ayat 12-13

Ar-Rad, ayat 12-13

{هُوَ الَّذِي يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنْشِئُ السَّحَابَ الثِّقَالَ (12) وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ وَالْمَلائِكَةُ مِنْ خِيفَتِهِ وَيُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ وَهُمْ يُجَادِلُونَ فِي اللَّهِ وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ (13) }

Dialah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepada kalian untuk menimbulkan kekalutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung. Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah, (demikian pula) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan Yang Mahakeras siksa-Nya.

Allah Swt. menceritakan Dialah yang menundukkan kilat, yaitu cahaya kemilau yang menyilaukan dari sela-sela awan.

Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas pernah berkirim surat kepada Abul Jalad, bertanya kepadanya tentang kilat. Maka Abul Jalad menjawab bahwa kilat adalah air (hujan).

Firman Allah Swt.:

{خَوْفًا وَطَمَعًا}

ketakutan dan harapan. (Ar-Ra’d: 12)

Qatadah mengatakan bahwa ketakutan bagi orang yang sedang dalam perjalanan yakni takut terhadap bahayanya. Dan harapan bagi orang yang bermukim (ada di tempat tinggalnya) adalah berharap berkah dan manfaat dari kilat, serta mengharapkan rezeki Allah (yaitu hujan).

{وَيُنْشِئُ السَّحَابَ الثِّقَالَ}

dan Dia mengadakan awan mendung. (Ar-Ra’d: 12)

Yakni Allah menciptakannya dalam bentuk yang baru. Awan mendung ini —karena banyaknya air yang dikandungnya— maka berada dekat dengan permukaan bumi. Mujahid mengatakan bahwa as-sahabussiqal artinya awan yang mengandung air.

*******************

Firman Allah Swt.:

{وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهِ}

Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah. (Ar-Ra’d: 13)

Ayat ini semakna dengan firman Allah Swt. yang mengatakan:

{وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ}

Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Al-Isra: 44)

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa’d, telah menceritakan kepadaku ayahku yang mengatakan bahwa ia duduk di sebelah Humaid ibnu Abdur Rahman di masjid, lalu lewatlah seorang syekh dari kalangan Bani Giffar, kemudian Humaid menyuruh seseorang untuk memanggilnya. Setelah syekh itu tiba, ia mengatakan, “Hai anak saudaraku, luaskanlah tempat duduk antara aku dan engkau.” Syekh itu pernah menemani Rasulullah Saw. (yakni berpredikat seorang sahabat). Syekh itu datang, lalu duduk di antara aku dan Humaid. Humaid bertanya kepadanya, “Hadis apakah yang akan engkau ceritakan kepadaku dari Rasulullah Saw.?” Syekh menjawab bahwa ia pernah mendengar dari seorang syekh dari kalangan Bani Giffar bercerita bahwa syekh yang kedua ini pernah mendengar Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah mengadakan awan, maka awan itu dapat berbicara dengan suara yang paling baik dan dapat tertawa dengan tawa yang paling baik.

Makna yang dimaksud —hanya Allah yang lebih mengetahui— bahwa ucapan awan adalah petirnya, dan tertawanya ialah kilatnya.

Musa ibnu Ubaidah telah meriwayatkan dari Sa’d ibnu Ibrahim yang mengatakan bahwa Allah mengirimkan hujan, maka tiada tawa yang lebih baik daripada tawanya, dan tiada bicara yang lebih indah daripada bicaranya. Tertawanya adalah kilat, dan bicaranya adalah petir.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ubaidillah Ar-Razi, dari Muhammad ibnu Muslim yang mengatakan, “Telah sampai kepada kami, suatu berita bahwa kilat adalah seorang malaikat yang memiliki empat muka, yaitu muka manusia, muka banteng, muka elang, dan muka singa; apabila mengibaskan ekornya, maka itulah kilatnya.”

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Abu Matar, dari Salim, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. apabila mendengar suara guruh dan petir, beliau mengucapkan doa berikut: Ya Allah, janganlah Engkau bunuh kami dengan murka-Mu, dan janganlah Engkau binasakan kami dengan azab-Mu, dan maafkanlah kami sebelum itu.

Hadis ini merupakan riwayat Imam Turmuzi dan Imam Bukhari di dalam Kitabul Adab, serta Imam Nasai di dalam Bab “Zikir Malam dan Siang Hari”. Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-Hya meriwayatkannya melalui hadis Al-Hajjaj ibnu Artah, dari Abu Mathar, tetapi ia tidak menyebutkan namanya.

Imam Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari ayahnya, dari seorang lelaki, dari Abu Hurairah yang me-rafa’-kannya (sampai kepada Nabi Saw.). Disebutkan bahwa Nabi Saw. membaca doa berikut apabila mendengar suara guruh: Mahasuci Tuhan yang guruh bertasbih dengan memuji-Nya.

Diriwayatkan dari Ali r.a. bahwa apabila ia mendengar suara guruh mengucapkan doa berikut: “Mahasuci Tuhan yang engkau bertasbih kepada-Nya.”

Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Tawus, dan Al-Aswad ibnu Yazid, bahwa mereka mengucapkan doa tersebut.

Al-Auza’i mengatakan, “Ibnu Zakaria pernah berkata bahwa barang siapa yang mendengar suara guruh, lalu membaca doa ini, ‘Mahasuci Allah dan dengan memuji kepada-Nya,’ niscaya dia tidak akan disambar petir.”

Dari Abdullah ibnuz Zubair, disebutkan bahwa apabila ia mendengar suara guruh, sedangkan ia dalam keadaan berbicara, maka ia menghentikan pembicaraannya dan mengucapkan doa, “Mahasuci Tuhan yang guruh dan para malaikat bertasbih kepada-Nya dengan memuji-Nya karena takut kepada-Nya.” Lalu ia berkata, “Sesungguhnya suara ini benar-benar merupakan peringatan yang keras bagi penduduk bumi.” Demikianlah menurut riwayat Imam Malik di dalam kitab Muwata-nya dan Imam Bukhari di dalam Kitabul Adab.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Wasi’, dari Ma’mar ibnu Nahar, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Tuhan kalian telah berfirman, “Sekiranya hamba-hamba-Ku taat kepada-Ku, tentulah Aku sirami mereka dengan air hujan di malam hari, dan Aku terbitkan kepada mereka matahari di siang harinya, dan tentulah Aku tidak akan memperdengarkan suara guruh kepada mereka.”

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zakaria ibnu Yahya As-Saji, telah menceritakan kepada kami Abu Kamil Al-Juhdari, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Kasir Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Abdul Karim, telah menceritakan kepada kami Ata, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Apabila kalian mendengar suara guruh, maka berzikirlah kepada Allah, karena sesungguhnya guruh tidak akan mengenai orang yang berzikir.

*******************

Firman Allah Swt.:

{وَيُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ}

dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki. (Ar-Ra’d: 13)

Artinya, Allah melepaskan petir sebagai azab-Nya yang Dia timpakan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Karena itulah halilintar banyak terjadi di akhir zaman, seperti apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mus’ab telah menceritakan kepada kami Imarah, dari AbuNadrah, dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Halilintar akan banyak bila hari kiamat telah dekat, sehingga seorang lelaki datang kepada suatu kaum, lalu ia mengatakan, “Siapakah yang telah disambar petir di antara kalian kemarin?” Maka mereka menjawab, “Si Fulan, si Fulan, dan si Fulan.”

Telah diriwayatkan sebuah hadis berkenaan dengan asbabun nuzul ayat ini oleh Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli; telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abu Sarah Asy-Syaibani, telah menceritakan kepada kami Sabit, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan seorang lelaki kepada seseorang dari kalangan orang-orang Badui yang kafir. Beliau Saw. memerintahkan kepada pesuruhnya itu, “Pergilah dan serulah dia untuk memeluk (agama)ku!” Pesuruh berangkat menuju tempat lelaki Badui itu. Setelah datang, ia berkata kepadanya, “Rasulullah Saw. menyerumu!” Lelaki Badui itu bertanya, “Siapakah Rasulullah, dan apakah Allah itu, apakah dari emas ataukah dari perak atau dari tembaga?” Pesuruh Rasulullah Saw. kembali menghadap kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan apa yang dialaminya, Ia berkata kepada Nabi Saw., “Telah aku ceritakan kepadamu bahwa orang itu jauh lebih ingkar daripada apa yang diperkirakan. Dia mengatakan anu dan anu kepadaku (menunjukkan keingkarannya).” Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, “Pergilah lagi kamu kepadanya!” Pesuruh Rasulullah Saw. berangkat lagi kepadanya untuk kedua kalinya, dan lelaki Badui yang diserunya mengatakan hal yang sama dengan sebelumnya. Maka pesuruh Rasulullah Saw. kembali dan berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, telah aku ceritakan kepadamu bahwa dia lebih ingkar daripada itu.” Rasulullah Saw. bersabda kepadanya.”Kembalilah kamu dan serulah dia!” Pesuruh Rasulullah Saw. kembali kepada lelaki Badui itu untuk yang ketiga kalinya, tetapi lelaki Badui itu mengeluarkan jawaban yang sama kepada utusan Rasulullah. Ketika sedang berbicara dengan utusan Rasulullah, tiba-tiba Allah mengirimkan awan di atas kepala lelaki Badui itu, lalu awan tersebut mengeluarkan guruhnya, dan petir menyambar lelaki Badui itu mengenai kepalanya sehingga kepalanya hilang. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan Allah melepaskan halilintar. (Ar-Ra’d: 13), hingga akhir ayat.

Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui hadis Ali ibnu Abu Sarah dengan sanad yang sama.

Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar meriwayatkannya dari Abdah ibnu Abdullah, dari Yazid ibnu Harun, dari Dulaim ibnu Gazwan, dari Sabit, dari Anas, lalu disebutkan hal yang semisal.

Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Aban ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Abu Imran Al-Juni, dari Abdur Rahman ibnu Sahhar Al-Abdi. Disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah mengutusnya kepada seseorang yang berlaku sewenang-wenang untuk menyerunya agar memeluk Islam. Tetapi lelaki yang diserunya bertanya, “Bagaimanakah menurut kalian tentang Tuhan kalian, apakah dari emas, atau dari perak atau dari permata?” Ketika lelaki yang diseru itu membantah mereka yang menyerunya, tiba-tiba Allah mengirimkan segumpal awan, lalu awan itu mengeluarkan suara guruhnya, kemudian Allah melepaskan halilintar mengenai lelaki yang diseru itu sehingga kepalanya hilang. Dan turunlah ayat ini.

Abu Bakar ibnu Ayyasy telah menceritakan dari Lais ibnu Sulaim, dari Mujahid yang mengatakan bahwa seorang Yahudi datang kepada Nabi Saw., lalu berkata, “Hai Muhammad, ceritakanlah kepadaku tentang Tuhanmu, terbuat dari apa, apakah dari tembaga atau dari mutiara atau dari batu yaqut?” Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa lalu datanglah halilintar menyambar lelaki itu hingga binasa, kemudian Allah Swt. menurunkan firman-Nya: dan Allah melepaskan halilintar. (Ar-Ra’d: 13), hingga akhir ayat.

Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa pernah ada seorang lelaki yang ingkar kepada Al-Qur’an dan mendustakan Nabi Saw. Lalu Allah mengirimkan halilintar untuk menyambarnya hingga binasa, kemudian Allah Swt. menurunkan Firman-Nya: dan Allah melepaskan halilintar. (Ar-Ra’d: 13), hingga akhir ayat.

Sehubungan dengan asbabun nuzul ayat ini ulama tafsir menceritakan kisah Amir ibnut Tufail dan Arbad ibnu Rabi’ah ketika keduanya tiba di Madinah dan menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu keduanya meminta separo dari urusan itu buat mereka berdua kepada Rasulullah Saw. Tetapi Rasulullah Saw. menolak permintaan mereka berdua. Maka Amir ibnut Tufail berkata kepada Rasulullah Saw., “Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar akan memenuhi kota Madinah untuk memerangimu dengan pasukan berkuda dan pasukan jalan kaki.” Maka Rasulullah Saw. menjawabnya, “Allah pasti menolakmu melakukan hal tersebut, demikian pula orang-orang Ansar.” Kemudian keduanya berniat akan membunuh Rasulullah Saw. Untuk itu, salah seorang dari keduanya mengajak Rasulullah Saw. berbicara, sedangkan yang lainnya menghunus pedang untuk membunuh Rasulullah Saw. dari arah belakang. Akan tetapi, Allah Swt. melindungi diri Rasulullah Saw. dari perbuatan keduanya dan menjaganya. Akhirnya keduanya pergi meninggalkan kota Madinah, lalu berkeliling menemui kabilah-kabilah Arab Badui, mengumpulkan orang-orangnya buat memerangi Rasulullah Saw. Maka Allah mengirimkan awan yang mengandung halilintar kepada Arbad, kemudian Arbad mati terbakar disambar halilintar. Adapun Amir ibnut Tufail, Allah mengirimkan penyakit ta’un kepadanya; akhirnya tubuh Amir terkena penyakit bisul yang besar, sehingga Amir merintih-rintih kesakitan dan berkata, “Hai keluarga Amir, aku terserang bisul seperti bisul punuk unta, dan kematianku sudah dekat, yaitu di rumah keluarga Saluliyah.” Akhirnya matilah keduanya. Semoga mereka berdua dilaknat oleh Allah. Sehubungan dengan peristiwa seperti itu Allah menurunkan firman-Nya: dan Allah melepaskan halilintar, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah. (Ar-Ra’d: 13)

Sehubungan dengan peristiwa itu Lubaid ibnu Rabi’ah (saudara lelaki Arbad) mengatakan dalam bait syairnya yang mengungkapkan rasa belasungkawanya, “Aku merasa khawatir maut akan merenggut Arbad, tetapi aku tidak merasa takut akan keselamatannya terhadap hujan-Mu dan singa. Tetapi sangat mengejutkan aku halilintar dan guruh yang menggelegar menyambar seorang pendekar di hari yang sangat kubenci di Najd.”

Al-Hafiz Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mas’adah ibnu Sa’id Al-Attar, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Munzir Al-Hizami, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu Imran, telah menceritakan kepadaku Abdur Rahman dan Abdullah (keduanya anak Zaid ibnu Aslam), dari ayahnya, dari Ata ibnu Yasar, dari Ibnu Abbas, bahwa Arbad ibnu Qais ibnu Hazz ibnu Jalid ibnu Ja’far ibnu Kilab dan ‘Amir ibnut Tufail ibnu Malik tiba di Madinah untuk menjumpai Rasulullah Saw. Lalu keduanya menjumpainya, saat itu Rasulullah Saw. sedang duduk; maka keduanya duduk di hadapan Rasulullah Saw. Amir ibnut Tufail berkata, “Hai Muhammad, apakah yang akan engkau berikan kepadaku jika aku masuk Islam?” Rasulullah Saw. bersabda, “Engkau akan memperoleh hak seperti kaum muslim lainnya dan mempunyai kewajiban yang sama dengan mereka.” Amir ibnut Tufail berkata lagi “Apabila aku masuk Islam, maukah engkau jika aku memegang tampuk pemerintahan sesudahmu?” Rasulullah Saw. bersabda, “Hal itu bukanlah untukmu, bukan pula untuk kaummu, tetapi engkau boleh memegang tali kendali kuda (memimpin pasukan berkuda).” Amir menjawab, “Sekarang saya adalah pemimpin pasukan berkuda Najd. Berikanlah kepadaku kekuasaan atas daerah-daerah pe­dalaman, dan engkau mempunyai kekuasaan di daerah-daerah perkotaan.” Rasulullah Saw. menjawab, “Tidak.” Ketika keduanya telah pergi dari hadapan Rasulullah Saw., berkatalah Amir, “Ingatlah, demi Allah, sesungguhnya aku akan memenuhi kota Madinah dengan pasukan berkuda dan pasukan jalan kaki untuk memerangimu.” Rasulullah Saw. menjawabnya, “Allah pasti mencegahmu.” Setelah Arbad dan Amir keluar dari sisi Rasulullah Saw., Amir berkata, “Hai Arbad, aku akan menyibukkan Muhammad darimu dengan pembicaraan, lalu pukullah dia olehmu dengan pedang. Karena sesungguhnya orang-orang Madinah itu —bila kamu membunuh Muhammad— paling tidak tuntutan mereka adalah diat. Mereka pasti tidak mau berperang, maka kita beri mereka diat-nya.” Arbad berkata, “Akan saya lakukan.” Keduanya kembali lagi menemui Rasulullah Saw. Amir berkata, “Hai Muhammad, kemarilah bersamaku, aku akan berbicara denganmu.” Rasulullah Saw. bangkit dan pergi bersama Amir, lalu keduanya duduk di dekat pagar kebun kurma. Amir berbincang-bincang dengan Rasulullah Saw., sedangkan Arbad menghunus pedangnya. Tetapi ketika Arbad meletakkan tangannya pada gagang pedang, tiba-tiba tangannya kaku dan menempel pada gagang pedangnya sehingga ia tidak dapat mencabut pedang. Ketika Arbad dalam keadaan demikian, dalam waktu yang cukup lama dirasakan oleh Amir, tiba-tiba Rasulullah Saw. berpaling ke belakang dan melihat Arbad dalam posisinya yang demikian, maka beliau pergi meninggalkan keduanya. Akhirnya Amir dan Arbad pergi dari hadapan Rasulullah Saw., dan ketika keduanya telah sampai di Al-Harrah —yaitu Harrah Raqim— keduanya turun beristirahat. Sa’d ibnu Mu’az dan Usaid ibnu Hudair keluar (dari Madinah) mengejar keduanya. Sa’d dan Usaid berkata, “Tampakkanlah dirimu, hai dua orang lelaki musuh Allah; semoga Allah melaknatmu berdua!” Amir bertanya, “Siapakah temanmu itu, hai Sa’d?” Sa’d menjawab, “Ini adalah Usaid ibnu Hudair, panglima pasukan.” Keduanya pergi dari Madinah. Ketika sampai di Ar-Raqm, Allah mengirimkan halilintar bagi Arbad, lalu halilintar menyambarnya hingga mati. Sedangkan Amir ketika ia sampai di Al-Kharim, Allah menimpakan penyakit bisul yang membinasakannya. Pada malam harinya ia sampai di rumah seorang wanita dari kalangan Bani Salul, lalu ia mengusap bisul di tenggorokannya seraya berkata, “Bisul seperti punuk unta di rumah seorang wanita Bani Salul,” dengan harapan dia ingin mati di rumah wanita itu. Pada keesokan harinya ia mengendarai kudanya pulang ke negerinya, tetapi di tengah jalan ia sekarat dan mati. Sehubungan dengan peristiwa kedua orang itu Allah menurunkan firman-Nya: Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan. (Ar-Ra’d: 8) sampai dengan firman-Nya: dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Ar-Ra’d: 11)

Perawi mengatakan bahwa malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran menjaga Nabi Muhammad Saw. atas perintah Allah. Kemudian perawi menyebutkan kisah Arbad dan kematiannya, lalu membacakan firman Allah Swt.: dan Allah melepaskan halilintar. (Ar-Ra’d: 13), hingga akhir ayat.

*******************

Adapun firman Allah Swt.:

{وَهُمْ يُجَادِلُونَ فِي اللَّهِ}

dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah. (Ar-Ra’d: 13)

Maksudnya, mereka meragukan kebesaran Allah yang sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Dia.

{وَهُوَ شَدِيدُ الْمِحَالِ}

dan Dialah Tuhan Yang Mahakeras siksa-Nya. (Ar-Ra’d: 13)

Ibnu Jarir mengatakan bahwa siksaan Allah yang amat keras hanya ditujukan kepada orang yang kelewat batas terhadap-Nya serta berkepanjangan dalam kekufurannya. Ayat ini maknanya serupa dengan firman Allah Swt.:

{وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ مَكْرِهِمْ أَنَّا دَمَّرْنَاهُمْ وَقَوْمَهُمْ أَجْمَعِينَ}

Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedangkan mereka tidak menyadari. Maka perhatikanlah betapa sesungguhnya akibat makar mereka itu, bahwasanya Kami membinasakan mereka dan kaum mereka semuanya. (An-Naml: 50-51)

Dari Ali r.a., disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Dialah Tuhan YangMahakeras siksa-Nya. (Ar-Ra’d: 13) Yakni sangat keras pembalasan-Nya.

Mujahid mengatakan bahwa Allah sangat kuat (Mahakuat).

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo