Fathir, ayat 9-11

Fathir, ayat 9-11

{وَاللَّهُ الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَسُقْنَاهُ إِلَى بَلَدٍ مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا كَذَلِكَ النُّشُورُ (9) مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَكْرُ أُولَئِكَ هُوَ يَبُورُ (10) وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوَاجًا وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلا تَضَعُ إِلا بِعِلْمِهِ وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (11) }

Dan Allah, Dialah Yang mengirimkan angin; lalu angin itu menggerakkan awan. Maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati, lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu. Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur. Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasang-pasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.

Sering sekali Allah Swt. menggambarkan tentang hari berbangkit dengan bumi tandus yang dihidupkan-Nya kembali menjadi subur, sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Hajj pada bagian permulaannya, agar hamba-hamba-Nya dapat mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut untuk menyimpulkan adanya hari berbangkit. Sesungguhnya bumi yang mati lagi tandus tiada tetumbuhan padanya; apabila digiring kepadanya awan yang menandung air hujan, lalu diturunkanlah hujan di atasnya.

{اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ}

hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al-Hajj: 5)

Demikian pula halnya tubuh-tubuh yang telah mati, apabila Allah hendak membangkitkannya di hari berbangkit nanti, maka Allah menurunkan dari bawah ‘Arasy-Nya hujan yang merata ke seluruh bumi, dan bangkitlah semua tubuh yang telah mati itu dari kuburnya masing-masing, sebagaimana benih yang tumbuh dari bumi. Karena itulah disebutkan di dalam hadis sahih:

Semua tubuh anak Adam hancur kecuali tulang ekornya, dan dari tulang itu dia diciptakan dan dari tulang itu pula dia dibangkitkan.

Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:

{كَذَلِكَ النُّشُورُ}

Demikianlah kebangkitan itu. (Fathir: 9)

Dalam tafsir surat Al-Hajj telah disebutkan sebuah hadis melalui riwayat Abu Razin yang menyebutkan bahwa ia bertanya kepada Rasulullah Saw., “Wahai Rasulullah, bagaimanakah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati? Dan bukti apakah pada makhluk-Nya yang menunjukkan ke arah itu ?” Rasulullah Saw. menjawab:

“Hai Abu Razin, tidakkah engkau pernah melewati lembah kaummu yang sedang dalam keadaan tandus (kekeringan)- lalu kamu melewatinya (di lain waktu) dalam keadaan subur lagi hijau.” Abu Razin berkata, “Benar.” Nabi Saw. bersabda, “Maka seperti itulah Allah menghidupkan kembali orang-orang mati.”

***********

Adapun firman Allah Swt.:

{مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا}

Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. (Fathir: 10)

Yakni barang siapa yang menginginkan hidup mulia di dunia dan akhirat, hendaklah ia tetap taat kepada Allah Swt. Maka sesungguhnya dengan ketaatan itu ia akan berhasil meraih apa yang didambakannya, karena sesungguhnya Allah adalah Raja dunia dan akhirat, dan milik-Nyalah semua kemuliaan. Allah Swt. telah berfirman:

{الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِنْدَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا}

(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya kekuatan semuanya kepunyaan Allah. (An-Nisa: 139)

{وَلا يَحْزُنْكَ قَوْلُهُمْ إِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا}

Janganlah kamu sedih oleh perkataan mereka. Sesungguhnya kekuasaan itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. (Yunus: 65)

Allah Swt. telah berfirman pula:

{وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَعْلَمُونَ}

Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui. (Al-Munafiqun: 8)

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang menghendaki kemuliaan. (Fathir: 10) dengan cara menyembah berhala-berhala. maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. (Fathir: 10)

Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.(Fathir: 10) Yakni hendaklah seseorang mencari kemuliaan dengan jalan taat kepada Allah Swt.

Menurut pendapat yang lain, barang siapa yang menghendaki pengetahuan tentang kemuliaan, yakni punya siapakah kemuliaan itu. maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. (Fathir: 10) Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

************

Firman Allah Swt.:

{إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ}

Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik (Fathir: 10)

Yaitu zikir, bacaan Al-Qur’an, dan doa, menurut sejumlah ulama Salaf yang bukan hanya seorang.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Ahmasi, telah menceritakan kepadaku Ja’far ibnu Aun, dari Abdur Rahman ibnu Abdullah Al-Mas’udi, dari Abdullah ibnul Al-Mukhariq, dari ayahnya Al-Mukhariq ibnu Salim yang mengatakan bahwa sahabat Abdullah ibnu Mas’nd pernah berkata kepadanya, “Apabila aku ceritakan kepada kamu sebuah hadis, maka kudatangkan kepada kalian hal yang membenarkannya dari Kitabullah. Sesungguhnya seorang hamba muslim bila mengucapkan, ‘Mahasuci Allah, dan dengan memuji kepada-Nya, dan segala puji bagi-Nya, dan tiada Tuhan selain Dia, dan Allah Mahabesar Mahasuci Allah.’ Maka ada malaikat yang mengambilnya, lalu meletakkannya di bawah sayapnya, kemudian ia naik ke langit dan membawanya. Maka tidak sekali-kali ia bersua dengan sekumpulan malaikat, melainkan mereka memohonkan ampunan bagi yang mengucapkannya, hingga sampailah ia di hadapan Tuhan Yang Mahaagung lagi Mahamulia.” Kemudian Abdullah ibnu Mas’ud membacakan firman Allah Swt.: Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. (Fathir: 10) ,

Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku Ya’qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aliyyah, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnul Jariri, dari Abdullah ibnu Syaqiq yang mengatakan bahwa Ka’bul Ahbar pernah mengatakan, “Sesungguhnya bagi kalimah, ‘Mahasuci Allah, segala puji bagi-Nya, dan tidak ada Tuhan selain Dia’ benar-benar ada gemanya di sekitar ‘Arasy sebagaimana bunyi lebah (suara para malaikat) yang menyebutkan pelakunya, dan (dianggap sebagai) amal saleh yang disimpan di dalam perbendaharaan-perbendaharaan (untuk pelakunya kelak).”

Sanad asar ini berpredikat sahih sampai kepada Ka’bul Ahbar rahimahullah.

Hal yang semisal telah diriwayatkan secara marfu’ oleh Imam Ahmad.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Namir, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Muslim At-Tahhan, dari Aun ibnu Abdullah, dari ayahnya atau dari saudaranya, dari An-Nu’man ibnu Basyir r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang-orang yang berzikir menyebut nama Allah Yang Mahaagung, bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan bertahlil. Maka terdengarlah di sekitar Arasy gema suara menyambutnya sebagaimana suara lebah menuturkan orang yang mengucapkannya (dan memohon belas kasihan dan ampunan bagi pelakunya). Tidakkah seseorang di antara kalian suka bila ada sesuatu dari amalnya yang terus-menerus disebutkan di sisi Allah?

Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Bisyr Bakar ibnu Khalaf, dari Yahya ibnu Sa’id Al-Qattan, dari Musa ibnu Muslim At-Tahhan, dari Aun ibnu Abdullah ibnu Atabah ibnu Mas’ud, dari ayahnya atau dari saudaranya, dari An-Nu’man ibnu Basyir r.a. dengan sanad yang sama.

**********

Firman Allah Swt.:

{وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ}

dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. (Fathir: 10)

Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa yang dimaksud dengan perkataan-perkataan yang baik ialah zikrullah, ia dibawa naik ke hadapan Allah Swt. Dan amal saleh ialah menunaikan ibadah fardu; maka barang siapa yang berzikir menyebut nama Allah dan menunaikan amal-amal fardunya. maka amal salehnya membawa naik zikrullah ke hadapan Allah Swt. Dan barang siapa yang berzikir menyebut nama Allah tanpa menunaikan amal-amal fardunya, maka perkataan-perkataaniiya dikembalikan kepada amalnya, dan amalnyalah yang berhak menerimanya (sedangkan pelakunya tidak mendapat apa-apa).

Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, yaitu bahwa amal yang saleh mengangkat kalimah-kalimah yang baik.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Ikrimah, Ibrahim An-Nakha’i, Ad-Dahhak, As-Saddi, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Syahr ibnu Hausyab, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Iyas ibnu Mu’awiyyah Al-Qadi mengatakan bahwa seandainya tidak ada amal saleh, maka tiada zikrullah yang dinaikkan.

Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa perkataan tidak diterima kecuali bila dibarengi dengan amal saleh.

*********

Firman Allah Swt.:

{وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ}

Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan. (Fathir: 10)

Mujahid dan Sa’id ibnu Jubair serta Syahr ibnu Hausyab mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang pamer dengan amal per­buatannya. Yakni menipu orang lain dengan memperlihatkan kepada mereka seakan-akan dia adalah orang yang taat kepada Allah, padahal hakikatnya dia adalah orang yang dimurkai oleh Allah karena pamer dengan amal perbuatannya.

{وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا}

Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. (An-Nisa: 142)

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang musyrik.

Tetapi yang benar adalah yang mengatakan bahwa makna ayat umum, sedangkan kaum musyrik termasuk ke dalamnya dengan skala prioritas. Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya:

{لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَكْرُ أُولَئِكَ هُوَ يَبُورُ}

bagi mereka azab yang keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur. (Fathir: 10)

Yakni rusak, batil, dan tampak kepalsuannya dari dekat bagi orang-orang yang mempunyai pandangan hati dan akal yang tajam. Karena sesungguhnya tidaklah seseorang menyembunyikan sesuatu, melainkan Allah akan menampakkannya melalui roman mukanya dan keterlanjuran lisannya. Dan tidak sekali-kali seseorang merahasiakan sesuatu, melainkan Allah akan memakaikan pakaian lahiriah yang sesuai dengan apa yang disembunyikannya itu. Jika yang disembunyikannya itu berupa kebaikan, maka yang disandangnya adalah kebaikan; dan jika yang disembunyikannya itu keburukan, maka yang disandangnya itu adalah keburukan. Orang yang bersikap riya (pamer) perkaranya tidak dapat berlanjut kecuali hanya di mata orang yang bodoh. Adapun bagi orang-orang mukmin yang mempunyai firasat yang tajam, maka hal tersebut tidak dapat menipu diri mereka, bahkan kepamerannya langsung diketahui oleh mereka dari dekat. Terlebih lagi bagi Tuhan Yang Maha Mengetahui semua yang gaib, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya.

***********

Firman Allah Swt.:

{وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ}

Dan Allah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani. (Fathir: 11)

Dia memulai menciptakan kakek moyang kalian (Adam) dari tanah, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari air yang hina, yaitu air mani.

{ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوَاجًا}

kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan. (Fathir: 11)

Yakni jenis laki-laki dan jenis perempuan, sebagai belas kasihan dan rahmat dari-Nya buat kalian. Karena itu, Allah menjadikan bagi kalian pasangan dari jenis kalian sendiri agar kalian tenang bersamanya.

Firman Allah Swt.:

{وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنْثَى وَلا تَضَعُ إِلا بِعِلْمِهِ}

Dan tidak ada seorang perempuan pun mengandung dan tidak (pula) melahirkan, melainkan dengan sepengetahuan-Nya. (Fathir: 11)

Yakni Dia mengetahui hal itu, tiada sesuatu pun dari hal itu yang tersembunyi bagi-Nya, dan bahkan sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:

{مَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلا يَعْلَمُهَا وَلا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأرْضِ وَلا رَطْبٍ وَلا يَابِسٍ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}

dan tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan Dia mengetahuinya (pula). Dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Al-An’am: 59)

Juga di dalam firman Allah Swt. yang tafsirnya telah disebutkan, yaitu:

{اللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَحْمِلُ كُلُّ أُنْثَى وَمَا تَغِيضُ الأرْحَامُ [وَمَا تَزْدَادُ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ. عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْكَبِيرُ] الْمُتَعَالِ}

Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. Yang mengetehui semua yang gaib dan yang tampak; Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (Ar-Ra’d: 8-9)

************

Adapun firman Allah Swt.:

{وَمَا يُعَمَّرُ مِنْ مُعَمَّرٍ وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ إِلا فِي كِتَابٍ}

Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz). (Fathir: 11)

Artinya, tidaklah Dia memberi sebagian dari benih itu usia yang panjang dengan sepengetahuan-Nya, melainkan hal itu tercatat di dalam Lauh Mahfuz.

{وَلا يُنْقَصُ مِنْ عُمُرِهِ}

dan tidak pula dikurangi umurnya. (Fathir: 11)

Damir yang ada dalam ayat ini kembali kepada jenis, bukan kepada ‘ain­nya, karena yang diberi usia panjang tercatat di dalam Lauh Mahfuz dan dengan sepengetahuan Allah Swt. usianya tidak akan dikurangi, dan sesungguhnya damir tersebut hanya kembali kepada jenisnya.

Ibnu Jarir mengatakan bahwa ayat ini semakna dengan perkataan orang Arab, “Aku mempunyai sebuah baju dan separo pakain yang lain.”

Telah diriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (Fathir: 11) Yakni tidak ada seorang pun yang telah Kutetapkan baginya usia dan kehidupan yang panjang, melainkan dia akan menghabiskan usia yang telah Kutakdirkan baginya. Dan apabila telah Kutetapkan baginya hal tersebut, maka sesungguhnya usianya hanya akan habis sesuai dengan kadar yang telah Kutetapkan baginya tanpa ditambah-tambahi. Tiada seorang pun yang Kutetapkan baginya usia pendek, melainkan usianya hanya sampai pada batas yang telah Kutakdirkan baginya. Yang demikian itu disebutkan oleh firman-Nya: dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (Fathir: 11) Semuanya itu telah tercatat di dalam Lauh Mahfuz Kitab yang ada di sisi-Nya.

Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim.

Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz). (Fathir: 11) Yakni tidak ada seorang bayi pun yang dilahirkan dari rahim tanpa menyempurnakan usianya.

Abdur Rahman mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa tidakkah engkau melihat ada manusia yang diberi usia seratus tahun, sedangkan yang lainnya ada yang mati pada saat dilahirkan; yang terakhir inilah yang dimaksudkan oleh ayat ini.

Qatadah mengatakan bahwa orang yang usianya dikurangi adalah orang yang meninggal dunia sebelum mencapai usia enam puluh tahun.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuz). (Fathir: 11) Yaitu sejak masih di dalam perut ibunya sudah ditetapkan hal tersebut. Allah tidak menciptakan makhluk dalam usia yang sama, bahkan seseorang mempunyai usia tersendiri, dan yang lain mempunyai usia tersendiri pula yang adakalanya kurang dari yang lain. Semuanya itu telah dicatatkan bagi pemiliknya di dalam Lauh Mahfuz, bahwa setiap orang akan mencapai batas usia yang telah ditetapkan baginya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa bahkan makna yang dimaksud dari firman-Nya: Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seseorang yang berumur panjang. (Fathir: 11) ialah ajal yang telah ditetapkan baginya. dan tidak pula dikurangi umurnya. (Fathir: 11) Habisnya usia sedikit demi sedikit, semuanya telah diketahui di sisi Allah, tahun demi tahun, bulan demi bulan, minggu demi minggu, hari demi hari, dan saat demi saat, semunya telah tercatat di sisi Allah dalam Kitab­Nya (Lauh Mahfuz).

Demikianlah menurut apa yang telah dinukil oleh Ibnu Jarir dari Abu Malik, dan pendapat yang sama dikatakan oleh As-saddi dan Ata Al-Khurrasani. Ibnu Jarir memilih pendapat yang pertama, yakni pendapat yang sejalan dengannya.

Imam Nasai dalam tafsir ayat ini mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya ibnu Abu Zaid ibnu Sulaiman yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadanya Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang ingin agar rezekinya diluaskan dan usianya diperpanjang, hendaklah ia menghubungkan tali persaudaraannya.

Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan­nya melalui hadis Yunus ibnu Zaid Al-Aili dengan sanad yang sama.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnul Walid ibnu Abdul Malik ibnu Ubaidillah Abu Sarh, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Ata, dari Maslamah ibnu Abdullah, dari pamannya Abu Masja’ah ibnu Rib’i, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan bahwa kami berada di majelis Rasulullah Saw., lalu beliau bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. tidak akan menangguhkan ajal seseorang apabila telah tiba masanya, dan sesungguhnya penambahan umur itu hanya melalui keturunan yang saleh yang dianugerahkan kepada seseorang. Maka mereka mendoakan baginya sesudah ia tiada, sehingga doa mereka sampai kepadanya di dalam kuburnya; yang demikian itulah pengertian penambahan umur.

*************

Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (Fathir: 11)

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo