Kisah Nabi Syu’aib dan Kaum Madyan

Kisah Nabi Syu’aib dan Kaum Madyan

Kisah Nabi Syu’aib dan Kaum Madyan

nabi

Kisah Nabi Syu’aib dan Kaum Madyan

Syu’aib (bahasa Arab: شعيب; Shuʕayb, Shuʕaib, Shuaib) (sekitar 1600 SM – 1500 SM)[1] adalah seorang nabi yang diutus kepada kaum Madyan dan Aikah menurut tradisi Islam. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1550 SM. Namanya disebutkan sebanyak 11 kali di dalam Al-Qur’an dan ia wafat di Madyan.

Dalam Kitab Keluaran Alkitab Ibrani atau Alkitab Kristen tercatat seorang tokoh yang dianggap sama yaitu, Rehuel atau Yitro, imam di Madyan yang menjadi mertua Musa.

Syu’aib secara harafiah artinya “Yang Menunjukkan Jalan Kebenaran”. Karena menurut kisah Islam, Syu’aib telah berusaha untuk menujukkan jalan yang lurus kepada umatnya yaitu penduduk Madyan dan Aykah.

Menurut sejarah Islam, Syuaib memiliki nasab sebagai berikut, Syu’aib bin Mikil bin Yasjir bin Madyan bin Ibrahim bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra’u bin Falij bin ʿAbir bin Syalih bin Arfahsad bin Sam bin Nuh. Syu’aib secara tradisional dianggap sebagai Yitro, dan menjadi bapak mertua Musa dalam ajaran Samawi, karena Musa telah menikahi putrinya yang bernama Saffurah (Safrawa). Saffurah kemudian melahirkan 2 putra bagi Musa. Seorang putra Rehuel, Hobab kemudian ikut Musa pergi ke tanah Kanaan. Setelah orang Israel masuk ke tanah Kanaan, keturunannya diberi sebidang tanah dan tinggal di tengah-tengah orang Israel.

Nabi Syu’aib disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 17 kali. Sementara untuk kisah Nabi Syu’aib disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 40 kali yang dibagi dalam: 

Tingkah Laku Kaum Madyan

Nabi Syu’aib masih keturunan Luth yaitu putra As. Dan As putra Luth. NaDi Syu’aib diutus Allah untuk membenahi kaum Madyan. Kaum itu tidak lagi menyembah ajaran nabi Luth. Mereka ingkar begitu nabi Luth wafat. Mereka lebih senang berbuat kemaksiatan dan kerusakan. Mereka tidak lagi menyembah Allah sebagaimana yang telah diajarkan nabi Luth. Sesembahan yang menjadi tuhannya ialah berhala.

Tidak itu saja, mereka mempunyai kebiasaan yaitu mengurangi takaran timbangan. Mereka akan mencekik pembeli di waktu musim paceklik. Sebab saat itu barang dagangan murah, mereka membeli sebanyak-banyaknya dan menyimpan dalam gudang hingga musim paceklik. Pada musim itu barulah dikeluarkan semua barang dagangan itu dan menjualnya dengan harga tinggi.

Kaum Madyan tidak memiliki sifat toleransi. Mereka senang menginjak-injak hak asasi saudaranya. Mereka senang merampok dan berbuat kerugian sesamanya.

Dikarenakan sifat mereka seperti itulah maka penduduk tidak berani tidur malam dengan tenang. Penduduk tidak berani berdagang karena mendapat ancaman dan penganiayaan.

Demi melihat keganjilan-keganjilan di daerah sekitarnya membuat nabi Syu’aib tidak tinggal diam. la mulai mengajak kaum Madyan segera meninggalkan perbuatan-perbuatan itu. Nabi Syu’aib merasa prihatin akan kelakuan orang-orang Madyan

Kisah Nabi Syu’aib dan Kaum Madyan

Kaum Madyan adalah kaum yang menduduki daerah Madyan dekat Mi’an. Kampung itu terletak di tengah-lengah antara Syam dan Hijaz. Mereka mempunyai pekerjaan niaga. Mulai kecil sudah diajarkan bagaimana caranya berdagang yang berhasil. Sehingga tidak mengherankan jika mereka hidup dengan tenang dan tidak pernah mengalami kerugian sedikitpun.

Meskipun demikian, kaum Madyan mempunyai perilaku yang jelek. Contohnya saja ialah mengurangi takaran timbangan. Sehingga barang yang dibeli orang tidak sama dengan timbangan. Jika barang yang dijual itu beratnya sekilo belum tentu sama dengan takarannya.

Kaum Madyan pada umumnya ingkar dan tidak menyembah Allah. Mereka beralasan demikian, sebab menurutnya Allah tidak dapat dilihat. Mereka lebih suka menyembah berhala. Di rumah-rumah banyak terdapat patung batu sebagai tuhannya. Mereka juga menyediakan tempat khusus untuk pemujaan. Tempat itu berupa tanah lapang, kemudian diletakkan patung batu. Sekali tempo kaum Madyan mendatangi patung itu secara berbondong-bondong.

Bukan itu saja, kaum Madyan tidak mau bekerja keras. Mereka hanya bermalas-malasan setiap hari. Karena yang demikian inilah orang-orang Madyan banyak yang menjadi perampok, penyamun dan pencuri. Akibatnya penduduk kota dan kafilah yang melewati perkampungannya tidak tenang.

Orang Madyan tidak segan-segan menganiaya dan membunuh mangsanya. Jika barang yang dikehendaki tidak diberikan. Karena hal ini terus berkelanjutan, maka orang-orang yang beriman tidak dapat tidur dengan tenang. Mereka memikirkan hartanya, jika sampai dirampok oleh sebagian orang-orang Madyan.

Kaum Madyan tidak lagi menegakkan kebenaran seperti yang pernah diajarkan oleh nabi Luth kepada bapak moyangnya. Mereka menganggap orang tua yang masih menyembah Allah adalah bodoh. Dengan memberikan alasan yang meyakinkan mereka mengajak para orang tua untuk menyembah selain Al­lah. Jika orang-orang itu tidak mau menuruti, maka mereka akan disiksa.

Karena kejujuran sudah tidak ada lagi diantara mereka, akibatnya saling mencurigai. Apalagi dalam berdagang, mereka membeli barang-barang ketika masih murah dan menjualnya kembali ketika musim paceklik dengan harga tinggi. Tentu hal ini bertentangan dengan ajaran agama Islam. Namun mereka tidak pernah mempunyai pikiran bahwa suatu saat harta itu akan lenyap.

Amaliyah
Logo