KOS: Serupa Tapi Tak Sama

KOS: Serupa Tapi Tak Sama

Sebuah sekte dalam agama Kristen, praktik peribadatannya nyaris sama dengan Islam. Orang
awam sulit membedakan. Kristenisasi gaya baru?

Saat Maghrib telah tiba. Belasan orang di Hotel Sahid Surabaya itu bergegas shalat. Semuanya
berkopiah dan dipimpin seorang imam. Jangan keliru, mereka bukan kaum Muslimin yang sedang
menunaikan kewajiban shalat Mahgrib. Mereka adalah jamaah Kanisah Ortodok Syiria (KOS), sebuah sekte dalam agama Kristen. Bisa jadi, orang awam akan terkecoh.

Sebab, sekte ini memang sangat mirip Islam. Bukan saja asalnya serumpun, Timur Tengah, tapi juga ritual dan tatacara peribadatannya nyaris sama. Tengoklah saat mereka shalat. Selain berkopiah
dan dipimpin seorang imam, bila berjamaah, juga memakai bahasa Arab.

Rukun shalatnya pun nyaris sama. Ada ruku’ dan sujud. Bedanya, bila kaum Muslimin diwajibkan shalat 5 kali sehari, penganut KOS lebih banyak lagi, 7 kali sehari; setiap 3 jam & masing-masing dua rakaat. Mereka menyebutnya: sa’atul awwal (fajar/shubuh), sa’atuts tsalis (dhuha), sa’atus sadis (dhuhur), sa’atut tis’ah (ashar), sa’atul ghurub(maghrib), sa’atun naum (Isya’), dan sa’atul layl (tengah malam).

Hal yang sama juga pada praktik puasa. Puasa wajib bagi pemeluk Islam dilakukan selama sebulan
dalam setahun, dikenal dengan shaumu ramadhan. Sedang pada KOS disebut shaumil kabir (puasa 40 hari berturut-turut) yang dilakukan sekitar bulan April. Jika dalam Islam ada puasa sunah Senin-Kamis, pada KOS dilakukan pada Rabu-Jum’at, dalam rangka mengenang kesengsaraan Kristus.

Selain shalat dan puasa, jamaah KOS juga mengenal ajaran zakat. Zakat, dalam ajaran KOS, adalah
sepersepuluh dari pendapatan bruto. Tidak sebatas itu saja. Kalangan perempuan pemeluk KOS, juga
mengenakan jilbab plus pakaian panjang ke bawah hingga di bawah mata-kaki. Pemeluk KOS mempertahankan Kitab Injil berbahasa asli Arab-Ibrani: Aram, sebagai kitab sucinya. Model pengajian yang dilakukan pemeluk KOS juga tidak berbeda jauh dengan ala pesantren di Indonesia. Mereka melakukan dengan cara lesehan di atas tikar atau karpet. Ini tidak pernah didapati pada ‘pengajian’ pemeluk Kristiani di Indonesia yang lazim duduk di atas kursi atau balkon. Efram Bar Nabba Bambang Soorsena, SH (36), seorang Syekhul Injil (penginjil) KOS yang pertama kali memperkenalkan
ajaran KOS di Indonesia, kepada Sahid mengatakan, di antara kedua agama (Islam dan KOS) memang
mempunyai kesamaan sejarah, etnis serumpun, dan kultur (budaya).

Adanya Pan-Arabisme di Timur Tengah, misalnya, ternyata bukan ansich milik kalangan Muslim.
Pemeluk KOS pun, turut memiliki Pan-Arabisme itu. Salah satunya, kalangan KOS turut menyesalkan sikap Israel yang hingga sekarang ngotot menduduki jalur Ghaza milik penduduk Palestina.

Menurut (Alm) Prof Dr Nurcholis Madjid, agama Nasrani itu makin klasik makin banyak kemiripannya dengan Islam. Aliran KOS itu justru lebih murni ketimbang Kristen yang berkembang di Barat,” ujar beliau Sementara Jalaluddin Rahmat, tidak merasa kaget terhadap adanya banyak kesamaan antara Islam
dengan KOS. Pada zaman dulu, kata cendekiawan dari Bandung ini, orang-orang Islam di Yordania, Syria, dan Lebanon hidup berdampingan dengan orang-orang Kristen, yang dikenal dengan Kristen Monorit. Mereka melakukan tatacara peribadatan hampir mirip dengan cara beribadah umat Islam. Dengan banyaknya kemiripan itu, tak heran bila lebih bisa diterima di kalangan Muslim di Indonesia.

“Kami sangat berterima kasih dan menaruh hormat kepada orang-orang Islam yang bersedia menerima kehadiran KOS dengan lapang hati dan terbuka,” ujar Bambang. Anehnya, di kalangan Kristen sendiri KOS malah kurang bisa diterima, bahkan dicurigai. Aliran ini belum tercatat dalam komunitas Kristen di Indonesia.

Di Indonesia telah ada terlebih dahulu Kristen Ortodoks Yunani. Hanya saja, selama bertahun-tahun tidak menunjukkan perkembangan berarti. Sedang KOS, kendati baru beberapa tahun, tapi cukup bisa diterima masyarakat dan terus berkembang,” papar Henney Sumali, SH, Ketua Yayasan KOS Surabaya. Sementara Bambang menambahkan, saling curiga di antara sekte di Kristen itu merupakan penyakit lama. Kristen Timur & KOS termasuk di dalamnya & juga menaruh curiga kepada Kristen Barat (umumnya
dianut Kristen di Indonesia). Menurut Bambang, Kristen Barat telah mengalami helenisasi (pembaratan), untuk kepentingan imperialisme. Terjadinya Perang Salib, misalnya, tetap dicurigai kalangan Kristen Timur hanya semata sebagai kedok Barat yang memakai agama untuk kepentingan imperialisme mereka.

Melalui notaris Gufron Hamal, SH, di Jakarta pada 17 September l997. Melalui yayasan inilah, Bambang yang kelahiran Ponorogo ini terus mensosialisasikan KOS ke khalayak ramai. Yang kerap mereka lakukan adalah lewat kajian-kajian, misalnya melalui ‘Pusat Studi Agama dan cuma sebagai perbandingan aja,

diambil dari milis YIMSA (Young Indonesian Muslim Students’ Association)

support by:

umroh-haji.net

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo