{وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (16) إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ (17) مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ (18) وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ (19) وَنُفِخَ فِي الصُّورِ ذَلِكَ يَوْمُ الْوَعِيدِ (20) وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَائِقٌ وَشَهِيدٌ (21) لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ (22) }
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman. Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia satu malaikat penggiring dan satu malaikat penyaksi. Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan darimu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.
Allah Swt. menceritakan tentang kekuasaan-Nya atas manusia, bahwa Dialah yang menciptakannya, dan pengetahuan-Nya meliputi semua urusannya. Hingga Allah Swt. mengetahui apa yang dibisikkan oleh hati manusia kebaikan dan keburukannya. Di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Sesungguhnya Allah Swt. memaafkan terhadap umatku apa yang dibisikkan oleh hatinya selama dia tidak mengucapkannya atau mengerjakannya.
Firman Allah Swt.:
{وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ}
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16)
Yakni malaikat-malaikat Allah Swt. lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya. Dan menurut pendapat ulama yang menakwilkannya dengan pengertian ilmu Allah, sesungguhnya yang dimaksud hanyalah untuk menghapuskan pengertian dugaan adanya bertempat atau kemanunggalan, karena kedua sifat tersebut merupakan hal yang mustahil bagi Allah Swt. menurut kesepakatan semua ulama, Mahasuci Allah dari keduanya. Akan tetapi bila ditinjau dari segi teks, ayat tidak menunjukkan ke arah pengertian pengetahuan Allah, karena Allah Swt. tidak mengatakan, “Aku lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” Dan yang Dia katakan hanyalah: dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya. (Qaf: 16)
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Swt. dalam ayat lain sehubungan dengan orang yang sedang meregang nyawanya:
{وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لَا تُبْصِرُونَ}
dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat. (Al-Waqi’ah: 85)
Yaitu malaikat-malaikat-Nya. Dan sebagaimana pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
{إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ}
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al-Hijr: 9)
Para malaikatlah yang turun membawa wahyu Al-Qur’an dengan seizin Allah Swt. Demikian pula para malaikatlah yang lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya berkat kekuasaan Allah Swt. yang diberikan kepada mereka untuk hal tersebut. Maka malaikat itu mempunyai jalan masuk ke dalam manusia sebagaimana setan pun mempunyai jalan masuk ke dalam manusia melalui aliran darahnya, seperti yang telah diberitakan oleh Nabi Saw. Karena itulah maka disebutkan oleh firman-Nya:
{إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ}
(yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya (Qaf: 17)
Yakni dua malaikat yang ditugaskan oleh Allah Swt. untuk mencatat amal perbuatan manusia.
{عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ}
yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. (Qaf: 17)
Artinya, keduanya selalu mengawasi.
{مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ}
Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaf: 18)
Yaitu tiada suatu kalimat pun yang dikatakannya, melainkan ada malaikat yang selalu mengawasinya dan mencatatnya; tiada suatu kalimat pun yang tertinggal, dan tiada suatu gerakan pun yang tidak tercatat olehnya. Semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
{وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ كِرَامًا كَاتِبِينَ يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ}
Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Infithar: 10-12)
Para ulama berselisih pendapat mengenai masalah pekerjaan malaikat ini, apakah ia mencatat semua kalimat yang diucapkan.
Al-Hasan dan Qatadah mengiakan. Atau yang dicatatnya hanyalah hal-hal yang ada kaitannya dengan pahala dan siksaan, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas; ada dua pendapat mengenai masalah ini. Tetapi makna lahiriah ayat berpihak kepada pendapat yang pertama, mengingat keumuman makna yang terkandung di dalam firman-Nya: Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaf: 18)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah Al-Lais’i, dari ayahnya, dari kakeknya Alqamah, dari Bilal ibnul Haris Al-Muzani r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang diridai oleh Allah Swt. tanpa diduganya dapat menghantarkan kepada kedudukan yang diraihnya hingga Allah mencatatkan baginya keridaan dari-Nya untuk dia, berkat kalimat itu hingga hari ia menghadap kepada-Nya. Dan sesungguhnya seseorang benar-benar mengucapkan suatu kalimat yang membuat Allah Swt. murka tanpa diduganya dapat menjerumuskan dirinya ke dalam kemurkaan-Nya, hingga Allah Swt. mencatatkan kemurkaan-Nya terhadap dia disebabkan kalimat itu hingga hari ia menghadap kepada-Nya.
Tersebutlah pula bahwa Alqamah pernah mengatakan berapa banyak kata-kata yang hendak diungkapkannya, tetapi ia tahan karena adanya hadis Bilal ibnul Haris tersebut.
Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkan hadis ini melalui Muhammad ibnu Amr dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih, dan mempunyai syahid dalam kitab sahih.
Al-Ahnaf ibnu Qais mengatakan bahwa malaikat sebelah kanan tugasnya mencatat kebaikan, dan dia adalah kepercayaan malaikat yang sebelah kiri. Apabila hamba yang bersangkutan melakukan suatu dosa, malaikat yang di sebelah kanan berkata, “Tahan dulu,” jika dia memohon ampun kepada Allah, maka malaikat sebelah kanan melarangnya mencatat. Tetapi jika hamba yang bersangkutan tidak memohon ampun, maka malaikat sebelah kiri mencatatnya. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya: yang satu duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. (Qaf: 17) Lalu ia mengatakan, “Hai anak Adam, lembaran catatan telah dibuka untukmu dan telah ditugaskan kepadamu dua malaikat yang mulia; salah satunya berada di sebelah kananmu dan yang lain berada di sebelah kirimu. Malaikat yang ada di sebelah kananmu bertugas mencatat semua amal baikmu, dan yang di sebelah kirimu bertugas mencatat dosa-dosamu. Maka beramallah menurut kehendakmu, sedikit atau banyak; apabila kamu telah mati, lembaran itu ditutup, lalu dibebankan di lehermu bersama sama denganmu di dalam kubur, hingga kamu keluar dari kubur dengan membawanya di hari kiamat nanti.” Hal inilah yang dimaksud oleh firman-Nya:
{وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا}
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka, “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (Al-Isra: 13-14)
Kemudian Al-Hasan mengatakan, “Demi Allah, benar-benar adil, orang yang menyerahkan perhitungan kepada diri yang bersangkutan.”
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan firman Allah Swt.: Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (Qaf: 18) Bahwa semua yang diucapkan oleh hamba Allah berupa kebaikan atau keburukan dicatat, hingga benar-benar dicatat ucapannya yang mengatakan, “Aku telah makan dan minum, aku telah pergi dan aku baru datang, dan aku telah melihat anu,” dan lain sebagainya. Apabila hari Kamis, maka ucapan dan amal perbuatannya itu ditampilkan di hadapannya, lalu ia mengakuinya, apakah itu yang baik ataupun yang buruk, sedangkan selain dari itu tidak dianggap. Yang demikian itulah yang dimaksud oleh firman-Nya:
{يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ}
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Manfuz). (Ar-Ra’d: 39)
Telah diriwayatkan dari Imam Ahmad, bahwa ia merintih di saat sakitnya, lalu disampaikan kepadanya berita dari Tawus yang mengatakan bahwa malaikat pencatat amal perbuatan menulis segala sesuatu hingga rintihan. Maka sejak saat itu Imam Ahmad tidak merintih lagi sampai ia meninggal dunia, rahimahullah.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ}
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaf: 19)
Allah Swt. berfirman, “Hai manusia, datanglah sakaratul maut dengan sebenarnya.” Yakni Aku tampakkan kepadamu dengan meyakinkan apa yang selama ini kamu meragukannya.
{ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ}
Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaf: 19)
Maksudnya, inilah kematian yang selama ini kamu lari darinya. Ia datang menjemputmu, maka tiada jalan lari dan tiada jalan selamat bagimu untuk menghindarinya. Ulama tafsir berbeda pendapat mengenai lawan bicara yang dimaksud oleh ayat ini, yaitu firman-Nya:
{وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ}
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaf: 19)
Menurut pendapat yang sahih, orang yang diajak bicara oleh ayat ini adalah manusia itu sendiri. Menurut pendapat yang lain, dia adalah orang kafir, dan pendapat yang lainnya mengatakan selain itu.
Abu Bakar ibnu Abud Dunia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ziad Sablan, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Abbad, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Alqamah, dari ayahnya, dari kakeknya Alqamah ibnu Waqqas yang menceritakan bahwa Aisyah r.a. pernah mengatakan bahwa ia menjenguk ayahnya yang sedang menghadapi kematiannya, saat itu ia duduk di dekat kepala ayahnya. Dan suatu ketika Abu Bakar pingsan, maka Aisyah r.a. mengucapkan suatu bait syair: Hai orang yang air matanya selalu ditahan-tahan, sesungguhnya sesekali pasti ia akan tercurahkan (tanpa bisa ditahan). Maka Abu Bakar r.a. sadar dari pingsannya dan mengangkat kepalanya seraya mengatakan, “Hai putriku, bukan demikian, melainkan ucapkanlah firman Allah Swt.: Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.’ (Qaf: 19).”
Telah menceritakan pula kepada kami Khalaf ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abu Syihab Al-Khayyat, dari Ismail ibnu Abu Khalid, dari Al-Bahi yang mengatakan bahwa ketika Abu Bakar r.a. sakit keras, Aisyah r.a. datang menjenguknya, lalu mengutip bait syair berikut: Demi usiamu, tiadalah kekayaan dapat memberi manfaat kepada seseorang bila di suatu hari sakaratul maut datang menjemputnya dan membuat dadanya sesak. Maka Abu Bakar r.a. membuka penutup wajahnya dan mengatakan, “Bukan demikian, tetapi ucapkanlah firman Allah Swt.: Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.’ (Qaf: 19).”
Asar ini telah diriwayatkan melalui berbagai jalur yang cukup banyak dalam sirah Abu Bakar As-Siddiq r.a. pada kisah menjelang kewafatannya.
Di dalam hadis sahih dari Nabi Saw. disebutkan bahwa ketika beliau Saw. mengalami sakaratul maut, maka beliau mengusap keringat dari wajahnya, kemudian bersabda:
“سُبْحَانَ اللَّهِ! إِنَّ لِلْمَوْتِ لَسَكَرَاتٍ”.
Mahasuci Allah, sesungguhnya kematian itu benar-benar mempunyai sakarat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ}
Itulah yang kamu selalu lari darinya. (Qaf: 19)
Ada dua pendapat mengenai takwilnya. Pertama mengatakan bahwa huruf ma dalam ayat ini adalah mausulah, yang artinya ialah yang kamu selalu lari darinya dan menjauh darinya, kini telah datang menjemput dirimu. Pendapat yang kedua mengatakan bahwa huruf ma di sini adalah nafiyah, yakni inilah hal yang kamu tidak dapat melarikan diri darinya dan tidak dapat pula mengelak darinya.
Imam Tabrani mengatakan di dalam kitab Mu’jamui Kabir-nya,
telah menceritakan kepada kami Mu’ammal ibnu Ali As-Sa’ig Al-Makki, telah menceritakan kepada kami Hafs, dari Ibnu Umar Al-Haddi, telah menceritakan kepada kami Mu’az ibnu Muhammad Al-Huzali, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan, dari Samurah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Perumpamaan orang yang lari dari kematian sama dengan musang yang dituntut oleh bumi untuk membayar utang, maka musang itu keluar berusaha; dan manakala telah lelah dan kecapaian, ia masuk ke dalam liangnya. Lalu bumi berkata kepadanya, “hai musang, bayarlah piutangku!” Maka musang keluar dengan nafas yang terengah-engah, ia terus berusaha dalam keadaan demikian hingga urat lehernya terputus dan matilah ia.
*******************
Adapun firman Allah Swt.:
{وَنُفِخَ فِي الصُّورِ ذَلِكَ يَوْمُ الْوَعِيدِ}
Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman. (Qaf: 20)
Dalam pembahasan yang lalu telah diterangkan hadis mengenai tiupan sangkakala, kegemparan, kematian, dan berbangkit, yang semuanya itu terjadi pada hari kiamat. Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Bagaimana aku merasa senang, sedangkan pemegang sangkakala telah menempelkan sangkakalanya di mulutnya. Keningnya berkerut menunggu diperintahkan untuk meniupnya. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami ucapkan?” Rasulullah Saw. menjawab: Ucapkanlah oleh kalian, “Hasbunallahu wani’mal wakil” (Cukuplah Allah Penolong kami, Dia adalah sebaik-baik pelindung). Maka para sahabat pun mengucapkan, “Hasbunallahu wani’mal wakil.”
*******************
{وَجَاءَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَائِقٌ وَشَهِيدٌ}
Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat, penggiring dan seorang malaikat penyaksi. (Qaf: 21)
Yakni malaikat yang menggiringnya ke padang mahsyar dan malaikat yang menjadi saksi terhadap semua amal perbuatan yang telah dilakukannya. Demikianlah makna lahiriah ayat dan dipilih oleh Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan melalui Ismail ibnu Abu Khalid, dari Yahya ibnu Rafi’ maula Saqif yang mengatakan bahwa Usman ibnu Affan r.a. berkhotbah, lalu membaca ayat ini, yaitu firman-Nya: Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat, penggiring dan seorang malaikat penyaksi. (Qaf: 21) Lalu Usman r.a. mengatakan bahwa malaikat penggiring yang menggiringnya menghadap kepada Allah dan malaikat penyaksi yang menyaksikan semua amal perbuatannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid.
Mutarrif telah meriwayatkan dari Abu Ja’far maula Asyja’,dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa yang menggiringnya adalah malaikat, sedangkan yang menjadi saksinya adalah amal perbuatannya. Hal yang semisal telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan As-Saddi.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa yang menggiring adalah malaikat, sedangkan yang menjadi saksi adalah dirinya sendiri; ia bersaksi terhadap dirinya sendiri. Hal yang sama dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan tiga pendapat sehubungan dengan makna yang dimaksud oleh firman Allah Swt.:
{لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ}
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan darimu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (Qaf: 22)
Siapakah lawan bicara yang dimaksud dalam ayat ini. Salah satunya mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang kafir, ini menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas r.a. Hal yang sama dikatakan oleh Ad- Dahhak ibnu Muzahim dan Saleh ibnu Kaisan.
Pendapat yang kedua mengatakan bahwa lawan bicara yang dimaksud adalah semua orang, baik yang bertakwa maupun yang durhaka; karena sesungguhnya negeri akhirat itu bila dibandingkan dengan dunia sama dengan melek (bangun), sedangkan negeri dunia sama dengan tidur. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, dia menukilnya dari Husain ibnu Abdullah ibnu Ubaidillah, dari Abdullah ibnu Abbas r.a.
Pendapat yang ketiga menyebutkan bahwa lawan bicaranya adalah Nabi Saw. Pendapat ini dikatakan oleh Zaid ibnu Aslam dan anaknya. Makna ayat menurut pendapat keduanya adalah seperti berikut: Sesungguhnya sebelumnya kami dalam keadaan lalai dari Al-Qur’an ini, yaitu sebelum ia diturunkan kepadamu, lalu Kami bukakan darimu penutup yang menutupi dirimu dengan menurunkan Al-Qur’an kepadamu, maka sekarang penglihatanmu menjadi sangat tajam.
Akan tetapi, makna lahiriah ayat yang tersimpulkan dari konteksnya berbeda dengan pengertian tersebut, bahkan lawan bicara yang dimaksud adalah manusia itu sendiri. Makna yang dimaksud oleh firman-Nya:
{لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا}
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini. (Qaf: 22)
Yakni dari hari ini alias hari kiamat.
{فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ}
maka Kami singkapkan terhadapmu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari ini amat tajam. (Qaf: 22)
Yaitu amat kuat karena tiap-tiap orang di hari kiamat mempunyai penglihatan yangtajam; sehingga orang-orang kafir ketika di dunia, maka di hari kiamat mereka berada pada jalan yang lurus, tetapi hal itu tidak dapat memberi manfaat sedikit pun bagi diri mereka (karena alam akhirat adalah bukan alam ujian, melainkan alam pembalasan). Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{أَسْمِعْ بِهِمْ وَأَبْصِرْ يَوْمَ يَأْتُونَنَا}
Alangkah terangnya pendengaran mereka dan alangkah tajamnya penglihatan mereka pada hari mereka datang kepada Kami. (Maryam: 38)
Dan firman Allah Swt.:
{وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ}
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (As-Sajdah: 12)