Ayat 283 masih berbicara soal sistem ekonomi Islam yang mengharuskan pelaksanaannya secara profesional. Diantaranya, jika saat bepergian ke negeri lain dan tidak ada yang bisa menjadi pencatat (notaris)-nya, maka boleh dengan menerapkan sistem jaminan. Namun, kalau saling percaya dan saling memiliki sifat takwa, maka boleh tanpa jaminan. Yang diberi hutang, hendaklah amanah dalam menunaikan hutang. Yang menjadi saksi, hendaklah ia jujur dalam kesaksiannya. Jangan sekali-kali menyembunyikan kesaksian, karena menyembunyikan kesaksian itu tanda hati masih kotor dan suka menyimpan niat buruk. Allah Maha Mengetahui apa yang kita kerjakan.
Ayat 284-286 menegaskan prinsip dasar Islam, termasuk ekonominya yang berbasis “Allah Pemilik apa yang ada di langit dan di bumi”. Harta itu, pada hakikatnya milik Allah yang dititipkan pada siapa yang dikehendaki-Nya. Sebab itu, tidak ada sistem hidup yang melebihi kecanggihan sistem yang diciptakan oleh Pemilik langit dan bumi, yakni Allah Ta’ala. Sistem hidup tersebut telah pula diamanahkan kepada para Rasul-Nya untuk dijelaskan kepada manusia dan diterapkan dalam kehidupan, termasuk apa yang dibawa Nabi Muhammad saw.
Iman kepada Allah, para Rasul-Nya, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan akhirat menjadi landasan mutlak dalam penerapan sistem ekonomi dan sistem-sistem lainnya. Dalam pelaksanaannya, bisa saja kita lakukan secara bertahap dan terencana dengan matang. Kuncinya, kita harus bekerja keras memahami dan menerapkannya. Semoga Allah ampunkan kita atas kesalahan, kelemahan kita dan menolong kita dari ancaman dan hambatan orang-orang kafir dalam penerapan sistem Islam.