Masih bicara soal manajemen rumah tangga, ayat 20-23 menjelaskan beberapa hal penting:
- Sebesar apa pun mahar yang diberikan ke istri, maka apabila terjadi perceraian tidak boleh diambil kembali. Alasannya, pergaulan yang begitu akrab dan menyatu sebagi suami siteri seharusnya menimbulkan kasih sayang. Kemudian, mahar yang diperoleh istri tersebut berdasarkan janji yang kuat dari sang suami. Sebab itu, suami idak berhak lagi mendapatkannya.
- Wanita-wanita yang haram dinikahi. Mereka adalah: ibu tiri yang sudah dicerai ayah, ibu kandung, anak perempuan, saudari perempuan, bibi dari jalur ibu, bibi dari jalur ayah, anak perempuan dari anak laki-laki (cucu), anak perempuan dari anak perempuan (cucu), ibu susuan, saudari susuan, ibu mertua, anak tiri perempuan yang sudah berhubungan badan dengan ibunya, istri anak kandung (menantu yang sudah dicerai atau ditingal mati), dan menggabungkan dua wanita bersaudara. Inilah wanita-wanita yang tidak boleh dinikahi dalam hukum Islam.
Jika kita cermati sistem rumah tangga, sejak dari dasar membangun rumah tangga (takwa), pemeliharaan anak yatim dan manajemen harta mereka, ta’addud (poligami), mahar, hukum waris, solusi kasus perselingkuhan atau berbuat serong, cerai dan sampai wanita-wanita yang diharamkan menikah, kita akan menemukannya sebagai sebuah karunia Allah yang sangat besar nilianya bagi kita sebagai manusia. Sistem rumah tangga yang Allah rancang ini benar-benar mampu menjaga kemanusiaan kita dari lembah kehinaan di dunia, terlebih lagi di akhirat.
Ayat 24-26 masih menjelaskan wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi yaitu wanita-wanita yang berstatus istri dan yang dihalalkan yaitu hamba sahaya atau tawanan perang. Semua itu adalah keputusan Allah, tak seorangpun dari kaum Mukmin yang boleh menolaknya.
Salah satu tujuan pernikahan itu adalah untuk menjaga kesucian diri. Demikian juga mahar itu adalah kewajiban dari Allah menjadi hak penuh istri, berapapun besarnya. Kecuali jika sang istri ikhlas memberikan sebagiannya kepada suami, maka tidaklah terlarang.
Bagi lelaki yang belum memiliki kemampuan ekonomi untuk menikahi wanita-wanita Muslimah yang merdeka, maka dianjurkan untuk menikahi budak-budak Muslimah dengan syarat mendapat izin dari tuannya dan dengan mahar yang didasari kesanggupan. Bagi hamba sahaya yang melakukan pelanggaran hukum seperti zina, maka hukuman mereka separo dari hukuman orang yang merdeka. Inilah salah satu keindahan hukum Islam.
Ketetapan Allah ini jelas-jelas agar kaum Muslimin dan Muslimat tidak melakukan pacaran karena akan menjerumuskan diri mereka berbuat zina. Ketentuan dan hukum Allah tersebut benar-benar didasari ilmu-Nya yang amat luas dan agar sesuai petunjuk-Nya yang lurus yang sesuai dengan fitrah manusia.