Haji, Gladi Resik Padang Mahsyar

Haji, Gladi Resik Padang Mahsyar

Berkumpul sudah ruh-ruh berbagai bangsa dan kulit berwarna di Makkah, Arafah, dan Mina. Hati yang tenteram tunduk di hadapan Rabbil ‘Izzati, sadar akan kelemahan dan ketiadaan diri. Hati yang gelisah melata bermil-mil jauhnya, tak merasa apa-apa hebatnya miniatur Padang Mahsyar yang kelak mereka jumpai.

Haji adalah latihan mati. Detik demi detik. Adegan demi adegan. Kehancuran. Lepasnya jiwa. Kebangkitan. Pengadilan. Merugilah orang yang pulang haji, tapi tak merasakan dahsyatnya mati. Suatu hari, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengabari para shahabat Radhiallaahu ‘anhum, bahwa hari itu Israfil sudah meletakkan Sangkakala di mulutnya. Pandangannya menatap ke ‘Arasy. Menunggu isyarat Allah Ta’ala kapan Hari Kehancuran akan dieksekusi. Sudah sejak Sangkakala diciptakan Israfil melakukan hal itu, tak ada yang dapat mempercepatnya, tak ada yang dapat memperlambatnya.

Nabi mengabarkan, Sangkakala yang garis tengahnya seluas langit dan bumi akan ditiup tiga kali. Nafkhatul Faza’ tiupan dahsyat yang pertama akan menggemparkan seluruh makhluk hidup. Allah memerintahkan Israfil memperpanjang tiupan itu tanpa henti. Maka gunung-gunung akan bergerak seperti awan, lalu luluh-lantak berantakan seperti fatamorgana. Bumi berguncang hebat. Penghuninya bagaikan perahu di laut lepas, dihempas ombak kian kemari.

Hati manusia waktu itu sangat takut. Wanita-wanita melupakan bayi yang disusuinya. Yang hamil menggugurkan kandungannya. Anak-anak kecil langsung beruban. Miliaran manusia berlagak gagah dan jumawa panik berhamburan. Tak seorang pun bisa melindungi mereka dari adzab Allah di hari itu.

Tiba-tiba bumi terbelah menjadi dua. Kejadiannya amat menyengsarakan. Hanya Allah saja yang tahu penderitaan mereka. Mereka menengadah ke langit. Detik itu juga langit berubah menjadi seperti cairan logam, lalu terbelah. Bintang-bintang berhamburan, bertubrukan, matahari dan bulan tak lagi bercahaya.

Hanya orang-orang hidup yang dikehendaki Allah yang tidak terkejut oleh peristiwa dahsyat itu, yakni para syuhada yang gugur di jalan Allah. Mereka tak pernah mati di sisi Allah dan terus mendapatkan rezeki.

Selanjutnya, seluruh penghuni langit dan bumi dimatikan Allah dengan tiupan Sangkakala kedua, Nafkhatush Sha’iq. Lalu Jibril. Lalu Mikail. Lalu Israfil. Lalu malaikat-malaikat pembawa ‘Arasy. Yang terakhir dimatikan oleh Allah Azza wa Jalla ialah ‘Izrail, malaikat maut. Maka sejak itu tak ada lagi yang hidup, kecuali Allah yang Maha Ahad, Maha Mengalahkan, Maha Sendiri, Tempat bergantung semua makhluk, Tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dialah yang Maha Awal dan Maha Akhir.

Dengan kekuasaan-Nya yang tak terbataskan oleh apapun, Dia menggelar Hari Pengadilan. Semua makhluk dibangkitkan dengan tiupan Sangkakala ketiga, Nafkhatul Ba’ats. Tak ada naungan dan perlindungan selain dari diri-Nya di hari itu. Miliaran manusia –sejak Adam ‘Alaihissalaam hingga manusia yang hidup terakhir kali saat langit dan bumi dihancurkan– menunggu giliran diadili satu per satu di Padang Mahsyar. Lama waktu menunggu itu 50.000 tahun Akhirat. Betapa pendeknya hidup di dunia.

Dia membentak sekeras-kerasnya seraya berfirman, “Wahai sekalian jin dan manusia, sesungguhnya Aku telah diam saja terhadap kamu sekalian sejak saat Aku menciptakan kamu sampai hari ini. (Selama itu) Aku mendengar perkataanmu dan melihat perbuatan-perbuatanmu. Maka, dengarlah Aku sekarang. Inilah semua perbuatanmu dan catatan amalmu, dibacakan kepadamu. Barangsiapa mendapat kebaikan, maka pujilah Allah. Dan barangsiapa mendapatkan yang lain, jangan mencela selain dirinya sendiri.“

Semua kasus yang pernah terjadi dalam sejarah manusia diadili seadil-adilnya. Tak ada seorangpun mati terbunuh melainkan ada pembalasan bagi pembunuhnya. Tak ada seorangpun teraniaya kecuali mendapat pembalasannya. Bahkan, orang yang mencampur susu dengan air sekalipun, akan dipaksa oleh-Nya untuk memurnikan susu itu dari air kembali.

Sesudah semua kasus habis diselesaikan, dikumandangkanlah suatu seruan yang didengar oleh seluruh makhluk, “Hendaklah setiap penganut agama mengikuti tuhan mereka masing-masing, atau apapun yang mereka sembah selain Allah.“

Pada hari itu ada seorang malaikat yang diwujudkan seperti Uzair, lalu diikuti oleh kaum Yahudi. Malaikat lainnya diwujudkan serupa ‘Isa, lalu diikuti oleh kaum Nasrani. Kemudian sesembahan yang salah itu menggiring mereka semuanya ke neraka.

“Andaikan berhala-berhala itu Tuhan,
tentulah mereka tidak masuk neraka.
Dan semuanya akan kekal di dalamnya.”
(Al-Anbiya’: 99)

Setelah semua penghuni neraka digiring ke tempatnya, hadirlah Allah dalam wujud yang dikehendaki-Nya seraya berfirman, “Kini tinggallah Aku, sedang Aku adalah Yang Maha Pengasih diantara mereka yang pengasih.“

Lalu segolongan demi segolongan orang dimasukkan-Nya ke dalam surga, mulai dari mereka yang dikenal oleh orang yang paling dikasihinya Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, hingga orang-orang shalihin yang hidup di zaman-zaman sesudahnya. Bahkan kehendak Dia mengangkat sebagian penghuni jahannam untuk diampuni dan dipindahkan ke surga yang penuh kenikmatan, dan semua kekal di dalamnya.

Rabbana Atina fid dunya hasanah
wa fiil Akhirati hasanah
wa qina ‘azaaban naar
wa adkhilnal jannata ma’al abraar
Ya ‘Aziz, Ya Rahmaan,
Ya Rabbal ‘Aalamiin

* diadaptasi dari buku “Huru-hara Hari Kiamat” karya Ibnu Katsir, ulama terkemuka yang hidup di Abad ke-8 Hijriyah, disusun dari ayat-ayat dan hadits-hadits shahih

Sumber: http://swaramuslim.com

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo