Ayat 147 – 151 masih terkait perintah Allah kepada Rasulullah Saw., untuk menjelaskan kekeliruan aturan kaum musyrikin terkait binatang ternak. Allah menegaskan, kalau mereka menolak penjelasan engkau wahai Muhammad maka janganlah bersedih. Allah akan tetap merahmatimu dan akan mengazab kaum yang zalim itu. Nanti setelah azab Allah turun, mereka akan berkilah, sekiranya Allah menghendaki, niscaya kami dan orang tua kami tidak menyekutukan Allah dan tidak pula mengharamkan sesuatu.
Penolakan tersebut sudah terjadi juga oleh umat sebelum Nabi Muhammad saw. Ketika azab Allah mendera mereka, mereka juga mengatakan hal yang sama. Sungguh mereka adalah kaum yang tidak berilmu dan pendusta. Allah memerintahkan juga kepada Rasul Saw. untuk menjawab kilah dan kebohongan mereka dengan perkataan: Allah memiliki argumentasi yang jelas dan sudah dijelaskan pula sejelas-jelasnya. Allah tidak akan memberikan hidayah kepada orang yang tidak yakin pada-Nya, pada Al-Qur’an dan akhirat.
Allah juga memerintahkan Rasul Saw. agar tidak terbawa dan ikut-ikutan cara kaum musyrikin bersaksi dan mengikuti hawa nafsu orang-orang yang menolak sistem Allah. Tidak yakin pada akhirat itulah salah satu faktor yang membuat mereka berani menyekutukan Allah. Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk menegaskan apa-apa yang diharamkan Allah. Di antaranya, syirik pada Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, sebab Allah yang memberi rezeki orang tuanya dan juga mereka, berbuat keji baik yang tampak maupun yang tersembunyi, membunuh orang lain tanpa jalan yang hak (yang dibenarkan Allah). Semua itu adalah ketetapan Allah agar kaum musyrikin itu menggunakan akal mereka.
Ayat 152 masih meneruskan apa-apa yang diharamkan Allah seperti, memakan harta anak yatim kecuali dengan cara yang dibenarkan Allah, curang dalam takaran dan timbangan, tidak adil dalam berkata atau bersaksi dan tidak menepati janji dengan Allah. Semua itu adalah ketetapan Allah agar kaum musyrikin itu mendapat peringatan.
Ayat 153 menegaskan bahwa semua sistem dan peraturan Allah yang tercantum dalam Al-Qur’an itu adalah jalan yang ditempuh Rasul Saw. dengan lurus dan konsisten. Maka umat Islam wajib mengikutinya dan dilarang mengikuti jalan atau sistem-sistem lain, pasti menyebabkan umat ini berpecah belah. Semua sistem itu adalah keputusan Allah bagi kaum muslimin agar mereka menjadi orang-orang yang bertakwa.
Ayat 155 menjelaskan Al-Qur’an adalah Kitab yang Allah turunkan dengan penuh keberkahan. Umat Islam wajib mengikuti kandungannya berupa perintah, larangan dan sebagainya agar mereka mendapat rahmat dari Allah. Kalau tidak, jangan harap rahmat Allah turun atas mereka.
Ayat 156 dan 157 menjelaskan kembali beberapa kilah kaum musyrikin atas penolakan mereka terhadap Al-Qur’an, seperti, Kitab Suci itu hanya diturunkan kepada Yahudi dan Nasrani. Kami tidak bisa mempelajarinya karena bukan bahasa Arab. Jika Al-Kitab itu diturunkan pada kami dengan bahasa kami, pasti kami lebih lurus jalan hidupnya dari mereka. Lalu Allah menjawab: Bukankah telah diturunkan kepada kalian Al-Qur’an yang berbahasa kalian (Arab) sebagai petunjuk dan rahmat. Allah mengancam orang-orang menolak Al-Qur’an dan berpaling darinya dengan seburuk-buruk azab.
Pemikiran kaum musyrik itu tidak konsisten. Mereka selalu saja memberikan argumentasi yang lemah dan berubah-ubah. Sebab itu, berbagai argumentasi mereka dengan mudah dipatahkan. Hal tersebut tidaklah heran, karena kemusyrikan itu sendiri tidak ilmiah dan tidak logis.