Ayat 37 menjelaskan kebiasaan kaum musyrikin yang suka mengubah hukum-hukum Allah, menghalalkan apa yang diharamkan allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya. Diantaranya, mengundurkan bulan-bulan yang diharamkan berperang sampai Shafar, sehingga mereka berperang di bulan yang diharamkan Allah dan menahan diri di bulan yang dihalalkan Allah. Kebiasaan ini menyebabkan mereka melihat indah kejahatan dan dosa yang mereka lakukan.
Sedangkan ayat 38-40 menjelaskan 3 hal:
- Faktor-faktor penyebab sebagian kaum mukmin merasa berat menjalankan perintah berperang di jalan Allah ialah cinta dunia sehingga enggan terhadap kehidupan akhirat. Padahal kehidupan dunia itu amat sedikit jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat.
- Allah akan mengazab kaum mukmin yang tidak mau berjihad di jalan Allah dengan azab yang pedih dan akan mengganti mereka dengan generasi baru yang tidak sama kriterianya dengan mereka. Keengganan berjihad itu tidak akan memberikan mudharat kepada-Nya sedikitpun.
- Allah menjelaskan, jika kaum mukmin tidak mau menolong Rasul-Nya dalam menyebarkan dakwah Islam, maka Dia sangat mampu menolongnya seperti yang Dia lakukan saat kaum kafir musyrikin ingin membunuh dan mengusir beliau dari Mekkah. Ingatlah bagaimana cara Allah melindungi Rasul saw. saat berdua dengan sahabatnya Abu Bakar di gua Tsaur saat berhijrah ke Madinah.
Ketika Abu Bakar melihat kaki-kaki orang-orang kafir Quraisy sudah menginjak pinggir pintu gua Tsaur ia terlihat sedih sekali karena mengkhawatirkan keselamatan Rasul saw. Melihat wajah Abu Bakar yang menampakkan kesedihan yang mendalam itu, maka Rasul saw. berkata pada sahabatnya: Janganlah kamu bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita. Banyak cara Allah menolong Rasul-Nya. Diantaranya dengan dengan menurunkan ketenangan dalam hatinya dan mengirimkan malaikat untuk mengusir kaum musyrikin dari gua Tsaur. Dengan demikian jadilah ideologi dan bendera kaum kafir itu rendah dan bendera Islam itu tinggi. Karena Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Bagi kaum Mukmiin, cerita keselamatan Rasul saw. dari pembunuhan kaum kafir Quraisy itu cukup sebagai pelajaran berharga terkait keberpihakan Allah dan pertolongan-Nya kepada hamba-Nya yang berjuang di jalan-Nya?
Ayat 41-47 menjelaskan beberapa poin yang penting terkait perang di jalan Allah.
- Berperang itu wajib hukumnya bila kondisinya sudah mengharuskan kaum mukmin berperang, baik dalam keadaan merasa ringan ataupun berat.
- Berperang itu membutuhkan pengorbanan dengan harta dan nyawa. Pengorbanan dengan harta dan jiwa di jalan Allah dinamakan Jihad fi sabilillah. Jihad fi sabilillah adalah jalan terbaik mencari ridha Allah dan puncak ajaran Islam. Sebab itu, terminologi jihad fi sabillillah adalah berperang melawan musuh Allah dengan senjata. Terhadap hawa nafsu dinamakan dengan Tazkiyatunnafs (membersihkan diri). Allah hanya menyuruh kaum mukmin mengendalikan hawa nafsu dengan tazkiyatunnafs, bukan membunuhnya, seperti dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 129 dan 151, Ali-Imran ayat 164 dan Al-Jumu’ah ayat 2.
- Orang-orang munafik tidak mampu berjihad fi sabilillah karena mereka tidak siap mengikuti perjalanan jauh dan mereka ragu terhadap janji Allah. Mereka suka mencari-cari alasan. Sikap seperti itu sebenarnya membinasakan diri mereka sendiri. Allah Mahatahu mereka itu pembohong.
- Orang-orang yang meminta izin pada Rasulullah saw. untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan jiwa itu adalah orang-orang munafik yang imannya masih ragu-ragu. Allah tidak suka mereka ikut berjihad karena akan mengacaukan saf para Mujahidin dengan menyebar isu-isu bohong karena ingin mencelakakan kaum mukmin. Allah Maha Mengetahui orang-orang zalim.
- Kelompok munafiqun itu sudah ada di zaman Rasul saw. dan akan tetap ada sampai kiamat. Mereka perusak umat dari dalam.