Mabit di Muzdalifah dan Hukumnya dalam Islam

Mabit di Muzdalifah dan Hukumnya dalam Islam

Mabit di Muzdalifah dan Hukumnya dalam Islam

umrah dan haji

Para jama’ah di sunatkan berangkat dari Arafah setelah matahari terbenam menuju Muzdalifah. Dalam perjalanan itu dianjurkan memperbanyak talbiah. Perjalan tersebut hendaknya dilakukan dengan tenang, mantap dan tidak tergesa-gesa.

Setelah tiba di Muzdalifah maka salat Maghrib dijama’kan dengan Isya (Jama’ takhir) dengan satu azan dan dua iqamah.

Di Muzdalifah para jemaah hendaklah bermalam (mabit), meskipun hanya sebentar, misalnya duduk berdiri atau berjalan. Yang penting ialah bahwa malam itu ada di Muzdalifah. Jika pada malam itu parajemaah tidak berada di sana maka mereka terkena denda. Salat Subuh didirikan pada awal waktunya.

Kemudian para jema’ah berdiri di Masy’arilharam sampai matahari mulai memperlihatkan sinarnya. Artinya, sesudah agak terang sedikit, para jema’ah berangkat menuju Mina, sehingga sebelum matahari terbit mereka sudah berada di sana.

Sejak berdiri di Masy’arilharam, dalam perjalanan dan pada waktu di Mina hendaklah masing-masing jama’ah memperbanyak dzikir dan doa.
Ketika bermalam di Muzdalifah itu para jema’ah mengumpulkan batu-batu kerikil sebanyak 7 butir untuk melempar jumrah ‘Aqabah pada bari nahar (tanggal 10 Dzulhijjah) dan 3 x 21 (semuanya menjadi 70) batu untuk melempar tiga jumrah selama 3 kali. Batu tersebut dapat diambil dari tempat meja atau dari Wadi Muhassir (sebuah tempat di dekat Muzdalifah).

Hukum Mabit di Muzdalifah

Menurut pendapat yang shahih, mabit di Muzdalifah adalah wajib. Tapi sebagian ulama mengatakan mabit di Muzdalifah sebagai rukun haji, dan sebagian lain mengatakan sunnah. Adapun yang benar dari pendapat tersebut, bahwa mabit di Muzdalifah adalah wajib. Maka siapa saja yang meninggalkannya wajib membayar dam.

Adapun yang sunnah dalam mabit di Muzdalifah adalah tidak meninggalkan Muzdalifah melainkan setelah shalat Subuh dan setelah langit menguning sebelum matahari terbit. Di mana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat shubuh di Muzdalifah dan berdzikir setelah shalat, lalu setelah langit menguning beliau bertolak manuju ke Mina dengan bertalbiyah.

Tetapi bagi orang-orang yang lemah, seperti wanita dan orang-orang tua, diperbolehkan meninggalkan Muzdalifah pada tengah malam kedua. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan keringanan kepada mereka untuk hal tersebut.

Adapun orang-orang yang kuat, maka yang sunnah bagi mereka adalah tetap di Muzdalifah hingga shalat shubuh dan banyak dzikir setelah shalat kemudian kemudian bertolak menuju Mina sebelum matahari terbit. Ketika berdo’a di Muzdalifah disunnahkan mengangkat kedua tangan seraya menghadap kiblat seperti ketika di Arafah. Dan bahwa kawasan Muzdalifah adalah tempat mabit.

Sumber : Buku Haji & Umrah, oleh Drs. Ir. Nogarsyah Moede Gayo

Para jama’ah di sunatkan berangkat dari Arafah setelah matahari terbenam menuju Muzdalifah. Dalam perjalanan itu dianjurkan memperbanyak talbiah. Perjalan tersebut hendaknya dilakukan dengan tenang, mantap dan tidak tergesa-gesa.

Setelah tiba di Muzdalifah maka salat Maghrib dijama’kan dengan Isya (Jama’ takhir) dengan satu azan dan dua iqamah.

Di Muzdalifah para jemaah hendaklah bermalam (mabit), meskipun hanya sebentar, misalnya duduk berdiri atau berjalan. Yang penting ialah bahwa malam itu ada di Muzdalifah. Jika pada malam itu parajemaah tidak berada di sana maka mereka terkena denda. Salat Subuh didirikan pada awal waktunya.

Kemudian para jema’ah berdiri di Masy’arilharam sampai matahari mulai memperlihatkan sinarnya. Artinya, sesudah agak terang sedikit, para jema’ah berangkat menuju Mina, sehingga sebelum matahari terbit mereka sudah berada di sana. Sejak berdiri di Masy’arilharam, dalam perjalanan dan pada waktu di Mina hendaklah masing-masing jama’ah memperbanyak dzikir dan doa.
Ketika bermalam di Muzdalifah itu para jema’ah mengumpulkan batu-batu kerikil sebanyak 7 butir untuk melempar jumrah ‘Aqabah pada bari nahar (tanggal 10 Dzulhijjah) dan 3 x 21 (semuanya menjadi 70) batu untuk melempar tiga jumrah selama 3 kali. Batu tersebut dapat diambil dari tempat meja atau dari Wadi Muhassir (sebuah tempat di dekat Muzdalifah).

Sumber : Buku Haji & Umrah, oleh Drs. Ir. Nogarsyah Moede Gayo

We will be happy to hear your thoughts

Leave a reply

Amaliyah
Logo