Tuhan mengatakan bahwa Dia membangkitkan utusan (rasul) pada tiap “umat”.
“Tiap-tiap umat ada utusannya. Maka apabila utusan mereka datang,
dengan adil perkara diputuskan antara mereka dan mereka tidak
dizalimi.” (Quran 10:47)
“Sesungguhnya Kami telah membangkitkan dalam tiap-tiap umat seorang
utusan, (yang berpesan) ‘Menghambalah kepada Tuhan dan jauhilah
sesembahan lain itu.’ Kemudian antara mereka ada yang telah Tuhan
tunjuki, dan antara mereka telah pasti kesesatan itu …” (Quran 16:36)
Pertanyaannya kemudian adalah, apakah itu berarti bahwa di setiap
zaman dan pada setiap suku/bangsa ada manusia yang dilantik Tuhan
menjadi utusan-Nya? Sebelum menjawabnya baiklah kita kaji terlebih
dahulu apa yang sebenarnya dimaksud dengan istilah “umat”.
BANGSA/KOMUNITAS
Kata “umat” yang berasal dari akar Alif-Mim-Mim memiliki beberapa
kelompok arti. Pertama, “umat” mencakup pengertian: rakyat, bangsa,
dan ciptaan Tuhan secara umum.
Kita dapat menemukan beberapa ayat Quran yang menggunakan istilah
“umat” dalam pengertian pertama ini. Dua di antaranya adalah
ayat-ayat yang berkaitan dengan Nabi Musa berikut ini:
“Dan apabila dia sampai di perairan Madyan, dia mendapati satu umat
manusia di sana yang memberi minum …” (Quran 28:23)
“Antara kaum Musa ada umat yang memberi petunjuk dengan benar dan
dengannya mereka menjalankan keadilan.” (Quran 7:159)
Dua ayat di atas menggunakan istilah “umat” untuk menunjuk sekumpulan
manusia atau segolongan kaum tertentu.
Tidak hanya pada manusia, pada bangsa binatang pun Tuhan menggunakan
istilah “umat”.
“Tiada makhluk yang merayap di bumi, tiada burung yang terbang dengan
sayap-sayapnya, melainkan umat-umat yang seumpama dengan kamu …”
(Quran 6:38)
Dalam pengertian yang pertama ini bisa dikatakan bahwa semua manusia
masuk dalam kategori “umat”. Apabila kita membatasi “umat” hanya
dalam pengertian ini, maka pertanyaan awal di atas tadi akan mendapat
jawaban: ya, di setiap zaman dan pada setiap suku/bangsa ada manusia
yang dilantik Tuhan menjadi utusan-Nya. Maka, sepanjang sejarah tidak
seorang manusia pun yang tidak kedatangan rasul.
UMAT TIDAK IDENTIK DENGAN “SELURUH MANUSIA”
Namun kenyataannya tidak pada setiap zaman atau setiap penjuru bumi
ada rasul itu.
Mungkin sulit bagi kita untuk memastikan ada atau tiadanya rasul di
waktu dan tempat yang terpaut jauh dari kita. Katakanlah lima ratus
atau seribu tahun yang lalu di negeri antah-berantah. Tapi kita bisa
memeriksanya di lingkungan yang dekat, yaitu di negeri kita sendiri,
pada era bapak atau kakek kita yang mungkin belum lama meninggal.
Apabila tidak ada manusia yang tidak kedatangan rasul, tentunya bapak
atau kakek kita yang telah wafat pun sempat mendapat peringatan dari
seorang utusan Tuhan. Dan karena masanya sangat dekat dengan kita
hari ini, sepatutnya kita pun mengetahui keberadaan rasul tersebut.
Siapakah utusan yang telah dibangkitkan Tuhan untuk bapak atau kakek
kita? Adakah sedikit catatan tentang perjuangan rasul tersebut?
Apakah pada masa rasul tersebut akhirnya agama yang benar mencapai
kegemilangannya sebagaimana yang telah dijanjikan Tuhan?
Sebenarnya, Tuhan mengadakan jeda pada pengutusan rasul-rasul.
Akibatnya tentu saja akan ada manusia yang tidak kedatangan rasul.
Yaitu generasi-generasi yang hidup pada masa jeda tersebut.
“Wahai orang Kitab, sungguh telah datang kepada kamu utusan Kami
dengan menjelaskan kepada kamu pada masa jeda utusan-utusan, supaya
kamu tidak mengatakan, ‘Tidak datang kepada kami seorang pembawa kabar
gembira, dan tidak (juga) seorang pemberi peringatan’…” (Quran 5:19)
Secara lebih jelas Tuhan di dalam salah satu ayat-Nya mengindikasikan
adanya kaum yang tidak kedatangan rasul. Mereka ini adalah
generasi-generasi manusia yang tidak diberi peringatan.
“Supaya kamu memperingatkan kaum yang bapak-bapak mereka tidak diberi
peringatan, maka mereka lalai.” (Quran 36:6)
Frasa “bapak-bapak” yang berbentuk plural mengacu kepada bapak, kakek,
bapak dari kakek, dan seterusnya. Jadi “bapak-bapak” dari kaum yang
disebutkan Tuhan pada ayat 36:6 itu bisa terdiri dari
bergenerasi-generasi manusia. Dan mereka semua tidak mendapat peringatan.
Ketika suatu kaum tidak didatangi oleh seorang pemberi peringatan,
artinya tidak ada utusan Tuhan yang telah datang kepada mereka. Hal
ini karena tugas seorang rasul adalah untuk memberi peringatan.
“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan benar, pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan ….” (Quran 35:24)
Masih dalam ayat 35:24, Tuhan menegaskan bahwa tidak ada “umat” yang
tidak didatangi seorang pemberi peringatan.
“… dan tiadalah sesuatu umat selain telah berlalu di dalamnya
seorang pemberi peringatan.” (Quran 35:24)
Karena pada setiap “umat” pasti ada pemberi peringatan, maka
generasi-generasi manusia yang tidak diberi peringatan sebagaimana
disebutkan Tuhan di dalam ayat 36:6 tidak masuk dalam kategori “umat”.
Dengan kata lain, ternyata “umat” tidak selalu identik dengan
pengertian “seluruh manusia”.
PENGERTIAN KHUSUS DARI “UMAT”
Lalu apakah yang dimaksud dengan “umat” yang, kata Tuhan, akan selalu
kedatangan rasul itu? Kita dapat menemukan jawabannya dengan
mencermati pula kelompok arti lain yang mendefinisikan “umat”.
Selain diterjemahkan sebagai rakyat atau bangsa sebagaimana yang telah
dibahas di awal, “umat” juga memiliki arti: kepemimpinan, peraturan,
jalan, dan agama.
Kita dapat menemukan penggunaan istilah “umat” dalam pengertian
“agama” dalam ayat Quran berikut ini:
“Bahkan mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami
atas sesuatu anutan/agama (ummatin), dan kami mendapat petunjuk atas
jejak-jejak mereka’.” (Quran 43:22)
Terakhir, “umat” juga bermakna “waktu” sebagaimana kita dapati pada
ayat berikut ini:
“Dan telah berkata orang yang telah selamat dari mereka berdua dan
teringat setelah sesuatu waktu (ummatin), ‘Aku akan memberitakan kamu
interpretasinya, maka utuslah aku’.” (Quran 12:45)
Dengan menghubungkan unsur-unsur pengertian “umat” sebagai
“bangsa/komunitas”, “umat” sebagai “peraturan/jalan/agama” maupun
“waktu”, dan makna akar Alif-Mim-Mim yang maknanya
“bermaksud/menyengaja”, maka secara sederhana kami merumuskan definisi
“umat” dalam arti khusus sebagai: Generasi manusia yang padanya Tuhan
bermaksud untuk menegakkan agama-Nya.
Sebagaimana kita ketahui dari Quran, pada masa lalu Tuhan telah
membangkitkan utusan-utusan-Nya di muka bumi. Setelah melewati jalan
perjuangan yang tidak mudah, para rasul yang dikehendaki Tuhan sampai
pada tahap tegaknya ajaran Tuhan di muka bumi. Agama kebenaran
menjadi terang bagi manusia, terlepas apakah mereka mau mengikuti atau
tidak.
Sepeninggal para utusan, generasi-generasi berikutnya mulai melupakan
ajaran rasul. Pergeseran ajaran terjadi sedikit demi sedikit sampai
akhirnya apa yang dianut oleh manusia telah jauh menyimpang dari
kebenaran. Ada yang mempertuhankan rasul yang pernah diutus, ada yang
mengada-ada ajaran agama dengan mengatasnamakan nabi, dan sebagainya.
Era “kegelapan” itu bisa berlangsung melintasi waktu ratusan bahkan
ribuan tahun. Manusia beragama tanpa berpandukan kitab Tuhan sebagai
standar kebenaran. Mereka hanya mengikuti keyakinan yang mereka
dapati dari bapak dan kakek mereka. Setelah mati, mereka mewariskan
keyakinan tersebut kepada anak dan cucu mereka sebagaimana dulu bapak
dan kakek mereka mewariskan keyakinan tersebut kepada mereka.
Pada zaman tertentu—jika Tuhan menghendaki—Dia bermaksud untuk kembali
menjadikan kebenaran itu nyata di muka bumi. Untuk itu Tuhan kemudian
membangkitkan rasul dari siapa yang Dia kehendaki. Generasi manusia
pada masa itulah yang disebut “umat” dalam pengertian khusus.
Di antara “umat” tersebut kemudian—sesuai dengan ketetapan Tuhan—akan
ada golongan manusia yang percaya kepada rasul dan mendedikasikan
hidupnya untuk berjuang bersama utusan Tuhan, dan akan ada pula
golongan manusia yang mengingkarinya setelah keterangan-keterangan
menjadi jelas bagi mereka.
Rasul zaman ini telah dibangkitkan Tuhan. Anda akan masuk golongan
yang mana?