Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Wanita yang sedang hamil atau menyusui memang tidak ada nash yang sharih untuk menetapkan bagaimana mereka harus mengganti puasa wajib. Yang ada nashnya dengan tegas adalah orang sakit, musafir dan orang tua renta yang tidak mampu lagi berpuasa.
Orang sakit dan musafir dibolehkan untuk tidak puasa, lalu sebagai konsekuensinya harus mengganti (qadha’) dengan cara berpuasa juga, sebanyak hari yang ditinggalkannya.
Sedangkan orang yang sudah sangat tua dan tidak mampu lagi untuk berpuasa, boleh tidak berpuasa namun tidak mungkin baginya untuk mengqadha (menganti) dengan puasa di hari lain. Maka Allah SWT
menetapkan bagi mereka untuk membayar fidyah, yaitu memberi makanan kepada fakir miskin sebagai satu mud.
Dalil atas kedua kasus di atas adalah firman Allah SWT:
Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan, maka (dibolehkan berbuka dengan mengganti puasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang
miskin. (QS. Al-Baqarah: 184)
Bagaimana dengan wanita hamil dan menyusui, apakah mereka mengganti dengan puasa atau dengan bayar fidyah? Atau malah kedua-duanya? Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini.
Jumhur Ulama
Di dalam kitab Kifayatul Akhyar, disebutkan bahwa masalah wanita hamil dan menyusui dikembalikan kepada motivasi atau niatnya. Kalau tidak puasa karena mengkhawatirkan kesehatan dirinya, maka dianggap dirinya seperti orang sakit. Maka menggantinya dengan cara seperti mengganti orang sakit, yaitu dengan berpuasa di hari lain.
Sebaliknya, kalau mengkhawatirkan bayinya, maka dianggap seperti orang tua yang tidak punya kemampuan, maka cara menggantinya selain dengan puasa, juga dengan cara seperti orang tua, yaitu dengan membayar fidyah. Sehingga membayarnya dua-duanya.
Pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
Namun menurut Ibnu Umar dan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, wanita yang hamil atau menyusui cukup membayar fidyah saja tanpa harus berpuasa. Karena keduanya tidak berpuasa bukan karena sakit, melainkan karena keadaan yang membuatnya tidak mampu puasa. Kasusnya lebih dekat dengan
orang tua yang tidak mampu puasa.
Dan pendapat kedua shahabat ini mungkin tepat bila untuk menjawab kasus para ibu yang setiap tahun hamil atau menyusui, di mana mereka nyaris tidak bisa berpuasa selama beberapa kali ramadhan, lantaran kalau bukan sedang hamil, maka sedang menyusui.
Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
support by:
umroh-haji.net