Shalat Jama’ dan Kapan Dilakukannya Menurut Pandangan Islam

Shalat Jama’ dan Kapan Dilakukannya Menurut Pandangan Islam

Shalat Jama’ dan Kapan Dilakukannya Menurut Pandangan Islam

shalat

Shalat Jama’ adalah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu, yakni melakukan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur dan itu dinamakan Jama’ Taqdim, atau melakukannya di waktu Ashar dan dinamakan Jama’ Takhir. Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu Magrib atau melaksanakannya di waktu Isya’. Jadi shalat yang boleh dijama’ adalah semua shalat Fardhu kecuali shalat Shubuh. Shalat shubuh harus dilakukan pada waktunya, tidak boleh dijama’ dengan shalat Isya’ atau shalat Dhuhur.

Sedangkan shalat Qashar maksudnya meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Seperti shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’. Sedangkan shalat Magrib dan shalat Shubuh tidak bisa diqashar.

Status Jama’ dan Qashar

Shalat jama’ dan Qashar merupakan keringanan yang diberikan Alloh, sebagaimana firman-Nya, yang artinya:

”Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu …”., (QS: An-nisa: 101),

Dan Hadits Nabi: 

“Dan itu merupakan shadaqah (pemberian) dari Allah  swt., maka terimalah shadaqahnya.” (HR: Muslim).

Apakah Qashar itu wajib (azimah) atau keringanan (rukhshah)?

Mengenai posisi qashar ini, para ulama saling berbeda pendapat, apakah itu wajib ataukah rukhshah yang disunnatkan pelaksanaannya ?

Tiga Imam; Malik, Asy-Syafi’i dan Ahmad membolehkan penyempurnaan shalat, namun yang lebih baik adalah mengqasharnya. Sedangkan Abu Hanifah mewajibkan qashar, yang juga didukung Ibnu Hazm. Dia berkata, “Fardhunya musafir ialah shalat dua rakaat”.

Dalil orang yang mewajibkan qashar ialah tindakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang senantiasa mengqashar dalam perjalanan. Hal ini ditanggapi kelompok pertama bahwa perbuatan tersebut tidak menunjukkan kewajiban. Begitulah pendapat jumhur. Mereka juga berhujjah dengan hadits Aisyah Radhiyallahu ‘anha di dalam Ash-Shahihaian, “Shalat diwajibakan dua rakaat, lalu ditetapkan shalat dalam perjalanan dan shalat orang yang menetap disempurnakan. Adapun dalil-dalil jumhur tentang tidak wajibnya qashar ialah firman Allah. An-Nisa : 101 seperti di atas

Akhirnya dapat dikatakan, bahwa sebaiknya musafir tidak meninggalkan qashar, karena mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sebagai cara untuk keluar dari perbedaan pendapat dengan orang yang mewajibkannya, dan memang qashar inilah yang lebih baik menurut mayoritas ulama.

Kondisi Dibolehkannya Jama’

Shalat Jama’ lebih umum dari shalat Qashar, karena mengqashar shalat hanya boleh dilakukan oleh orang yang sedang bepergian (musafir). as Sedangkan menjama’ shalat bukan saja hanya untuk orang musafir, tetapi boleh juga dilakukan orang yang sedang sakit, atau karena hujan lebat atau banjir yang menyulitkan seorang muslim untuk bolak-balik ke masjid, atau bahkan tanpa alasan. Ini berdasarkan hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh

“Ibnu Abbas berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama’ antara shalat Dhuhur dan Ashar di Madinah bukan karena bepergian juga bukan takut. Saya bertannya; Wahai Ibnu Abbas, kenapa bisa demikian? Dia menjawab: Dia tidak menghendaki kesulitan bagi umatnya”. (HR Bukhari dan Muslim)

Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Muslim,V/215, dalam mengomentari hadits ini mengatakan, “Mayoritas ulama membolehkan menjama’ shalat bagi mereka yang tidak musafir bila ada kebutuhan yang sangat mendesak, dengan catatan tidak menjadikan yang demikian sebagai tradisi (kebiasaan). Pendapat demikian juga dikatakan oleh Ibnu Sirin, Asyhab, juga Ishaq Almarwazi dan Ibnu Munzir, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas ketika mendengarkan hadist Nabi di atas, “Beliau tidak ingin memberatkan umatnya, sehingga beliau tidak menjelaskan alasan menjama’ shalatnya, apakah karena sakit atau musafir”.

Hal ini dikuatkan lagi oleh beberapa hadits berikut:

“Rasulullah SAW menjamak shalat magrib dan isya pada malam yang hujan. Dalil lainnya yaitu salah satu perbuatan sahabat, dari Nafi’: bahwa Abdullah Ibnu Umar shalat bersama para umara (pemimpin) apabila para umara tersebut menjamak shalat magrib dan isya pada waktu hujan”. (HR Bukhori)

“Rasulullah SAW menjamak antara shalat zuhur dan ashar dan antara shalat magrib dan Isya bukan karena rasa takut dan hujan”. (HR Muslim)

Pelaksanaan Jama’

Sebaiknya shalat dikerjakan secara terpisah ketika dalam kondisi normal. Hanya saja sebagaian ulama membolehkan jama’ shalat tanpa sebab dengan syarat sekali-kali saja dan tidak menjadi kebiasaan.

Hadits-hadits cara menjama’ shalat

Dari Muadz bin Jabal bahwa Rasululloh SAW apabila beliau melakukan perjalanan sebelum matahari condong (masuk waktu shalat zuhur), maka beliau mengakhirkan shalat zuhur kemudian menjamaknya dengan shalat ashar pada waktu ashar, dan apabila beliau melakukan perjalanan sesudah matahari condong, beliau menjamak shalat zuhur dan ashar (pada waktu zuhur) baru kemudian beliau berangkat. Dan apabila beliau melakukan perjalanan sebelum magrib maka beliau mengakhirkan shalat magrib dan menjamaknya dengan shalat isya, dan jika beliau berangkat sesudah masuk waktu magrib, maka beliau menyegerakan shalat isya dan menjamaknya dengan shalat magrib. (Hadits Riwayat Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi).

Adalah Rasulullah SAW dalam peperangan Tabuk, apabila hendak berangkat sebelum tergelincir matahari, maka beliau mengakhirkan Dzuhur hingga beliau mengumpulkannya dengan Ashar, lalu beliau melakukan dua shalat itu sekalian. Dan apabila beliau hendak berangkat setelah tergelincir matahari, maka beliau menyegerakan Ashar bersama Dzuhur dan melakukan shalat Dzuhur dan Ashar sekalian. Kemudian beliau berjalan. Dan apabila beliau hendak berangkat sebelum Maghrib maka beliau mengakhirkan Maghrib sehingga mengerjakan bersama Isya’, dan apabila beliau berangkat setelah Maghrib maka beliau menyegerakan Isya’ dan melakukan shalat Isya’ bersama Maghrib“. (HR Tirmidzi)

Menjama’ shalat adalah melakukan shalat Dhuhur dan Ashar dalam salah satu waktu kedua shalat tersebut secara berturut-turut, atau melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’ dalam salah satu waktu kedua shalat tersebut secara berturut-turut. Maka shalat dengan cara jama’ ada dua macam:

  1. Jama’ taqdim. Yaitu mengumpulkan shalat dhuhur dan shalat ashar dalam waktu dhuhur, atau shalat maghrib dan shalat isya’ dalam waktu maghrib.
  2. Jama’ ta’khir. Yaitu mengumpulkan shalat dhuhur dan shalat ashar dalam waktu ashar, atau shalat maghrib dan shalat isya’ dalam waktu isya’.

Mendahulukan shalat Ashar dan Isya’ pada Jama’ Ta’khir

Jumhur ulama’ sepakat mengenai urutan shalat yang dilakukan ketika jama’ taqdim; yaitu dhuhur lalu ashar, dan maghrib lalu isya’. Mereka berbeda pendapat mengenai urutan tersebut ketika dilakukan ketika melaksanakan jama’ ta’khir; apakah shalat dhuhur terlebih dahulu ataukah ashar, maghrib ataukah Isya’ dulu?

Memang tidak ada dalil khusus mengenai urutan shalat yang dilakukan ketika  jama’ ta’khir. Berbagai hadits tidak menyebutkan urutan tersebut, kecuali hanya persepsi dan interpretasi yang terlalu jauh. Karena itu, yang benar adalah kembali kepada urutan shalat dalam kondisi normal, yaitu shalat dhuhur dulu baru ashar, maghrib dahulu baru isya’.

Cara Jama’ Taqdim

Yang dimaksud dengan shalat jama’ taqdim adalah, melakukan shalat ashar dalam waktunya shalat dhuhur, atau melakukan shalat isya’ dalam waktunya shalat maghrib. Shalat shubuh tidak dapat dijama’ dengan shalat isya’. Pelaksanaan shalat dengan jama’ taqdim antara shalat dhuhur dengan ashar, dilakukan dengan cara, setelah masuk waktu dhuhur, terlebih dahulu melakukan shalat dhuhur, dan ketika takbirotul ihram, berniat menjama’ shalat dhuhur dengan ashar.

Usholli farddozh-zhuhri jam’an bil ‘ashri taqdiman lillahi ta’ala.

“Saya berniat shalat dhuhur dengan dijama’ taqdim dengan ashar karena Allah”

Niat jama’ taqdim, dapat juga dilakukan di tengah-tengah shalat dhuhur sebelum salam, dengan cara berniat didalam hati tanpa diucapkan, menjama’ taqdim antara ashar dengan dhuhur. Kemudian setelah salam dari shalat dhuhur, cepat-cepat melakukan shalat ashar. Demikian juga cara shalat jama’ taqdim antara shalat maghrib dengan shalat isya’, sama dengan cara jama’ taqdim antara shalat dhuhur dengan ashar, dan lafadz dhuhur diganti dengan maghrib, lafadz ashar diganti dengan isya’.

Jika shalat jama’ taqdim dilakukan dengan qashar, maka shalat yang empat roka’at, yaitu dhuhur, ashar, dan isya’, diringkas menjadi dua rokaat.

Contoh niat jama’ taqdim serta qashar:

Usholli fardhozh-zhuhri rok’ataini jam’an bil ‘ashri taqdiman wa qoshron lillahi ta’ala

“Saya berniat shalat dhuhur dua roka’at dengan dijama’ taqdim dengan ashar dan diqashar karena Allah “

Cara Jama’ Ta’hir 

Yang dimaksud dengan jama’ ta’khir adalah, melakukan shalat dhuhur dalam waktunya shalat ashar, atau melakukan shalat maghrib dalam waktunya shalat, isya’. Shalat shubuh tidak dapat dijama’ dengan shalat dhuhur. Pelaksanaan shalat jama’ ta’khir antara shalat dhuhur dan ashar, dilakukan dengan cara, apabila telah masuk waktu dhuhur, maka dalam hati niat mengakhirkan shalat dhuhur untuk dijama’ dengan shalat ashar dalam waktu shalat ashar. Kemudian setelah masuk waktu ashar, melakukan shalat dhuhur dan shalat ashar seperti biasa tanpa harus mengulangi niat jama’ ta’khir. Demikian juga cara melakukan jama’ ta’khir shalat magrib dengan shalat isya’. Ketika masuk waktu maghrib berniat dalam hati mengakhirkan shalat maghrib untuk di jama’ pada waktu shalat isya’.

Baca artikel terkait:

Daftar panduan shalat

Tags:

Amaliyah
Logo