Apa saja Benda-benda Najis Menurut Islam?

Apa saja Benda-benda Najis Menurut Islam?
thaharah

Apa saja Benda-benda Najis Menurut Islam?

Najis secara bahasa adalah kotoran, dan kotoran adalah segala sesuatu yang dianggap menjijikan, meskipun tidak semua yang menjijikan dapat disebut najis. Maka parameter kotoran dianggap benda najis atau tidak adalah apa-apa yang disebutkan di dalam al-Qur’an dan as-sunnah.

Dari sinilah muncul qaidah ushul fiqih: bahwa segala sesuatu pada aslinya suci, kecuali ada dalil yang memberikan kepastian mengenai kenajisannya.

Secara haqiqi benda najis dapat dibagi menjadi tiga, yakni: mughaladlah, mutawasithah, dan mukhafafah.

Najis Mughaladlah

Najis mughaladah adalah najis berat yang cara membersihkannya adalah dengan cara diusap dengan tanah, kemudian dicuci dengan air sebanyak tujuh kali. Contoh yang diberikan Nabi adalah liur anjing sebagaimana hadis berikut:

 “Apabila anjing minum dalam bejana milik salah seorang diantara kamu, bersihkanlah dengan tanah, kemudian cucilah dengan air sebanyak tujuh kali.” HR. Muslim (Hukmun Wulugul Kalbu: 674)

Najis Mutawasithah

Najis mutawasithah adalah najis sedang yang cara membersihkannya cukup dicuci dengan air tiga kali atau lebih sampai hilang bau, warna, dan bentuk benda najisnya. Contoh benda-benda najis yang masuk kategori ini adalah:

Darah Haid dan Nifas

Mengenai kenajisan darah haid dijelaskan di dalam al-Qur’an berikut ini:

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. (Al-Baqarah/2: 222)

Dalam sebuah hadis juga dijelaskan sebagai berikut:

Dari Asma’ berkata: datang seorang perempuan kepada Nabi saw., dan berkata: salah satu di antara kami pakaiannya terkena darah haid, bagaimana kami membersihkanya? Keriklah kemudian cuci dengan air, kemudian gunakan dan shalatlah dengannya.” HR. Muslim (Najâsatu ad-Damu wa Kaifiyatu Ghusluhu: 701)

Dari hadis di atas dijelaskan cara membersihkan darah haid adalah dengan cara mengeriknya kemudian dicuci dengan air. Namun apabila setelah dicuci masih meninggalkan bekas pakaian tersebut tetap dianggap suci sebagaimana hadis dari Abu Hurairah berikut ini:

 “Dari Abu Hurairah ra. bahwa Khaulah binti Yasar berkata, ‘Ya Rasulullah, aku hanya mempunyai satu potong pakaian, dan (sekarang) saya haidh mengenakan pakaian tersebut.’ Maka Rasulullah menjawab, ‘Apabila kamu telah suci, maka cucilah yang terkena haidhmu, kemudian shalatlah kamu dengannya.” Ia bertanya, ‘Ya Rasulullah, (bagaimana) kalau bekasnya tak bisa hilang?’ Rasulullah menjawab, ‘Cukuplah air bagimu (dengan mencucinya) dan bekasnya tak membahayakan (shalat)mu.” HR. Ahmad (Musnad Abu Hurairah: 8752)

Wadi dan Madzi

Wadi adalah air putih kental yang keluar mengiringi kencing. Biasanya keluar diakibatkan kelelahan. Sementara madzi adalah air putih bergetah yang keluar sewaktu mengingat senggama atau sedang bercumbu. Keluarnya tidak terasa, terjadi pada perempuan dan laki-laki. Hal ini diterangkan dalam hadis berikut: 

 “Ali bin Abi Thalib berkata: Aku adalah laki-laki yang kerap keluar madzi dan aku malu menanyakannya kepada Nabi saw, karena putrinya menjadi istriku, maka aku meminta Miqdad menannyakannya kepadanya, lalu beliau menjawab: cucilah kemaluannya dan berwudhulah.” HR. Musli (Al-Madziy: 721)

Tinja

Semua tinja hewan, baik yang dagingnya dimakan ataupun tidak. Berdasarkan hadis berikut:

Dari Abdullah bahwa Rasulullah saw. buang air besar mandi dan meminta: “Bawakan kepadaku tiga batu.” Lalu aku mencari namun aku dapatkan dua buah batu dan aku tidak mendapat yang ketiga, lalu aku bawakan dua buah batu dan kotoran unta. Beliau mengambil dua buah batu dan membuang kotoran unta, beliau bersabda: “Ini adalah kotoran (najis).” (HR. Abu Dawud)

Seandainya kotoran onta yang kering tidak najis, tentu Nabi saw. tidak menolak menggunakannya untuk bersuci.

Air seni

“Pada suatu ketika ada seorang Arab badui kencing di dalam masjid, maka sebagian sahabat mendatanginya, berkata Rasulullah saw.: biarkan dia, ketika selesai kencing, Rasulullah menyuruh salah seorang sahabat untuk menyiramnya dengan air satu ember. HR. Imam Nasâ’i – Sunan Nasâ’i, no. 53

Bangkai

Para ulama bersepakat bahwa bangkai termasuk najis. Hal ini disandarkan pada hadis berikut ini:

Dari Salamah Ibnul Muhabbaq berkata, “Ketika perang Tabuk, Rasulullah saw. mendatangi sebuah rumah, lalu beliau menemukan sebuah wadah dari kulit yang digantung. Beliau kemudian minta diambilkan air dengan wadah tersebut, maka para sahabat pun berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya wadah itu dari kulit bangkai!” beliau bersabda: “Penyamakannya telah menjadikan ia suci.” (HR. Abu Dawud)

Dari hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kulit bangkai jika disamak menjadi suci. Namun tidak semua bangkai adalah benda najis. Dalam Islam ada dua jenis bangkai yang dianggap suci, yakni bangkai ikan dan bangkai belalang atau hewan yang tidak memiliki darah.

Babi

Semua ulama sepakat bahwa babi adalah najis. Sebagaimana firman Allah berikut:

Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena Sesungguhnya semua itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. (Q.S. Al-An’am/6: 145)

Muntah

Ada sebagian ulama yang memasukan muntah sebagai barang najis. Sebagaimana hadis berikut:

 “Wahai Ammar, sesungguhnya pakaian itu dicuci oleh sebab salah satu dari 5 hal : kotoran, air kencing, muntah, darah dan mani.” HR. Dâru Qutni (Najâsatu al-Bawlu wa al-Amru…: 1)

Namun dalam hadis ini terdapat dua orang perawi, Ibrahim Ibn Zakariya dan Thâbit Ibn Humâdi yang dinilai kalangan hadis sangat dhaif. Dari keterangan ini berarti muntah tidak dapat dikatakan najis, meskipun termasuk kotoran.

Najis Mukhafafah

Najis mukhafafah adalah najis yang paling ringan. Contohnya adalah air kencing bayi laki-laki yang belum diberi makan kecuali air susu ibunya. Cara membersihkannya cukup dengan cara diperciki air saja. Sebagaimana terdapat dalam hadis berikut:

Dari Ummi Qais binti Mihshon, bahwa dia mendatangi Rasulullah saw. bersama anak laki-lakinya yang belum apapun kecuali susu ibunya, kemudian Rasulullah memangkunya, lalu bayi tersebut mengencingi baju beliau. Lalu Rasulullah minta diambilkan air, dan kemudian dia memerciki pakaiannya dan tidak mencucinya. HR. Nasâ’i dalam Sunan Nasâ’i, 301

Baca artikel terkait:

Amaliyah
Logo