Bersuci (Thaharah) – Istinja’ Menurut Islam

Bersuci (Thaharah) – Istinja’ Menurut Islam
shalat

Thaharah secara bahasa adalah bersih atau suci dari kotoran seperti najis kencing, dan lain sebagainya, atau secara maknawi bersih dari aib dan maksiat. Adapun menurut syariat thaharah adalah bersih dari najis dan hadas.

Kesucian dalam ajaran Islam dijadikan syarat sahnya sebuah ibadah, seperti shalat, thawaf, dan sebagainya. Bahkan manusia sejak lahir hingga wafatnya juga tidak bisa lepas dari masalah kesucian.

Oleh karena itu para ulama bersepakat bahwa berthaharah adalah sebuah kewajiban. Sehingga Allah sangat menyukai orang yang mensucikan diri sebagaimana firman berikut ini:

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersuci (QS. al-Baqarah/2: 222)

Dalam sebuah hadis dijelaskan pula:

 “Kesucian itu sebagian dari iman.” HR. Muslim (Fadlul Wudhu: 556)

Secara umum ruang lingkup thaharah ada dua; yakni membersihkan najis (istinja’) dan membersihkan hadas. Dari masing-masing ruang lingkup akan diperinci lagi.

Istinja’

Beristinja’ secara bahasa adalah menghilangkan yang mengganggu. Ulama fiqih mendefinisikan istinja’ sebagai perbuatan mensucikan diri dari benda najis yang keluar dari dua lubang (dubur dan qubul). Ada beberapa adab beristinja menurut ajaran Nabi Muhammad, antara lain:

Ketika masuk dalam tempat buang hajat membaca doa “Allahumma inni a’udzubika minal khubutsi wal khobaits” dan apabila keluar mengucapkan “Ghufrânaka”.

Sesungguhnya Rasulullah saw. apabila masuk ke tempat buang hajat membaca: “Allahumma inni a’udzubika minal khubutsi wal khobaits” HR. Muslim (Mâ Yaqûlu Idha Arada Dhukhul fi Khalâ’a: 857)

Dari Yusuf Ibn Abi Burdah berkata:  “Sesungguhnya Rasulullah saw. apabila keluar dari tempat buang hajat membaca “Gufranaka” (Atas ampunan-Mu (Allah).” HR. Ibn Mâjah (Mâ Yaqûlu idza Kharaja minal Khalâ’: 300)

Menjauhkan diri dari pandangan orang atau istitar (memakai tabir agar tidak terlihat orang)

Dari Mughirah Ibn Syu’bah:Saya bepergian bersama Rasulullah saw. pada suatu perjalanan. Maka apabila pergi untuk buang hajat ia menjauh (sampai tidak terlihat orang lain).” HR. Darimiy (Fî Dzahabi ila Hâjah: 660)

Hendaklah menjauhi tempat ramai atau tempat orang-orang benaung.

Dari Abu Hurairah berikut: Bahwa Nabi saw. bersabda: “Hirdarkanlah menjadi orang-orang terlaknat!” Mereka bertanya: “Apa yang menyebabkan terlaknat?”. Nabi bersabda; “Orang yang membuang air (hajat/kotoran) di jalan atau di tempat orang bernaung.” HR. Abu Dawud (al-Mawâdla’u alati Nahâ ‘an Bawl: 25)

Tidak membuat hajat di tempat air menggenang yang digunakan untuk mandi dan bersuci

“Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah salah seorang di antara kamu buang air kecil di tempat mandinya.” HR. Ibn Mâjah (Karâhiyatu al-Bawlu fî Maghtasili: 304)

Untuk wanita dimakruhkan buang hajat di kamar mandi umum dimana laki-laki dan perempuan tidak dipisah (Bercampur).

Dari Manshur ia berkata; Aku mendengar Salim bin Abu Al-Ja’d menceritakan dari Abu Al-Malih Al-Hudzali bahwa beberapa wanita dari penduduk Himsh atau Syam masuk menemui ‘Aisyah, ia berkata; “Kaliankah yang menyuruh wanita-wanita kalian masuk ke kamar mandi (umum)? Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Tidaklah seorang wanita menanggalkan bajunya di selain rumah suaminya, melainkan ia telah merusak tabir antara dirinya dengan Rabbnya.” HR. Tirmidzi (Dhulûli Hamâmi: 2803)

Disunnahkan duduk dan tidak menghadap kiblat ataupun membelakanginya.

“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw., bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian duduk untuk buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya.” HR. Muslim (Al-Istithâbah: 633)

Disunahkan mencari tempat yang lunak (atau lebih rendah) agar tidak menciprati pakaian.

Dari Abu Musa: “Dan sesungguhnya Rasulullah saw. ketika buang hajat mencari tempat yang lunak kemudian kencing di atasnya, kemudian ia berkata: “Jika salah seorang di antara kalian kencing pilihlah tempat seperti itu (lembek dan rendah).” HR. Ahmad (Musnad Abu Mûsa: 19729)

Menghindari lubang-lubang tempat tinggal binatang

Sebagaimana hadis dari Qatadah berikut:

 “Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang kencing di lubang-lubang binatang, para sahabat kemudian bertanya kepada Qatâdah mengenai larangan tersebut. Kemudian Qatâdah menjawab: “Sesungguhnya lubang itu merupakan tempat tinggal jin.” HR. Abu Dawud (Nahâ fî Juhri: 29)

Tidak sambil memperlihatkan aurat  dan berbicara dengan orang lain

Dari Sa’id berikut: “Saya mendengar Nabi Muhammad saw. bersabda: “Janganlah dua orang laki-laki pergi ke kakus sambil membuka aurat dan bercakap-cakap. Sesungguhnya Allah sangat mengecam perbuatan tersebut.” HR. Baihaqi (Karâhiyah Kalâ ‘alal Khalâ’: 494)

Menggunakan tangan kiri ketika membersihkannya

“Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah seseorang diantara kalian memegang kemaluannya dengan tangan kananya apabila sedang kencing, dan jangan juga cebok setelah buang air besar dengan tangan kanannya, dan jangan pula bernafas ketika minum.” HR. Muslim (Nahâ ‘anil Istinja’ biyaminihi: 636)

Tidak menyebut-nyebut nama atau membawa tulisan Allah.

Dari Annas bin Malik berkata, bahwa Rasulullah saw. ketika masuk ke dalam toilet meletakan cincinya. HR. Ibn Majah (Dzakara Allahu ‘Aza Wajala ‘alal Khala’i: 303). Menurut Syaikh Albani hadis ini dlaif.

  1. Istibra’ (menghabiskan sisa-sisa kotoran)
  2. Diusahakan mengusap pakaian dengan air yang terciprati air kencing ketika buang hajat.

Dari Ibn Sofyan: Sesungguhnya Rasulullah saw. ketika buang air kecil, ia berwudhu dan melakukan pemercikan (dipakaiannya). Mustadrak (Kitabu Thahârah: 608)

Itulah pembahasan mengenai bersuci (thaharah) khususnya Istinja’.

Semoga kita semua dapat mengamalkannya. Aamiin.

Baca artikel terkait :

Amaliyah
Logo