Hal-hal Yang Membatalkan Shalat Bagi Umat Muslim

Hal-hal Yang Membatalkan Shalat Bagi Umat Muslim

Hal-hal Yang Membatalkan Shalat

shalat

Yakin telah berhadats (batal wudhu’)

Dari ‘Abbad bin Tamim, dari pamannya, bahwa seorang laki-laki mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia mendapati sesuatu di dalam shalat. Maka Beliau menjawab: “Janganlah dia berpaling sehingga mendengar suara atau mendapati bau.” (HR Bukhari, no. 137; Muslim, no. 361; dan lain-lain).

Meninggalkan sutu rukun dari rukun-rukun shalat

(seperti: ruku’, sujud, tuma’ninah, dan lain-lain) atau satu syarat dari syarat-syarat shalat (seperti: wudhu, menutup aurat, menghadap kiblat, dan lainnya) dengan sengaja tanpa udzur (halangan/alasan). Ini merupakan hal yang membatalkan shalat.

Batalnya shalat yang disebabkan karena meninggalkan rukun shalat, ini berdasarkan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seseorang yang melakukan shalat dengan buruk agar mengulangi shalatnya.

Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk masjid, lalu seorang laki-laki masuk masjid kemudian dia melakukan shalat. Lalu dia datang, kemudian mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab salamnya, kemudian bersabda: “Kembalilah, lalu shalatlah, sesungguhnya engkau belum shalat!” (HR Bukhari, no. 793; Muslim, no. 397; dan lain-lain)

Dalil batalnya shalat yang disebabkan karena meninggalkan syarat shalat, yaitu hadits:

Dari Khalid, dari sebagian sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki sedang melakukan shalat, sedangkan pada luar telapak kakinya terdapat bagian kering seukuran uang dirham yang tidak terkena air (wudhu’), maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mengulangi wudhu dan shalatnya. (HR Abu Dawud, no. 175; Ibnu Majah, no. 399; dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Makan atau minum dengan sengaja.

Ibnul Mundzir t berkata: “Ulama (telah) sepakat, barangsiapa makan atau minum di dalam shalat fardhu (wajib) dengan sengaja, dia wajib mengulangi (shalat).” (Al Ijma’, 40). Demikian juga di dalam shalat tathawwu’ (sunah) menurut mayoritas ulama, karena yang membatalkan (shalat) fardhu juga membatalkan (shalat) tathawwu’.

Sengaja berbicara bukan karena mashlahat shalat.

Dari Zaid bin Arqam, dia berkata: “Dahulu kami berbicara di dalam shalat. Seseorang berbicara kepada kawannya yang ada di sampingnya di dalam shalat, sehingga turun (ayat, Red): ‘Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’ (Al Baqarah:238, Red). (Kemudian kami diperintahkan diam dan dilarang berbicara).” (HR Bukhari, no. 1.200; Nasa’i (3/18); tambahan dalam kurung riwayat Muslim, no. 539; Tirmidzi, no. 4003; Abu Dawud, no. 936).

Tidak ada perselisihan di antara ulama, bahwa orang yang berbicara secara sengaja dan dia mengetahui (hukumnya), maka orang ini shalatnya batal. Yang menjadi perselisihan, hanyalah tentang berbicaranya orang yang lupa dan orang yang tidak mengetahui bahwa itu larangan.

Mengenai orang yang tidak tahu, maka dia tidak mengulangi shalat (dengan kata lain shalatnya sah, Red) Sedangkan orang yang lalai dan orang yang lupa, maka zhahirnya tidak ada perbedaan antara dia dengan orang yang sengaja dan tahu dalam hal batalnya shalat.

Tertawa dengan bersuara.

Ibnul Mundzir menukilkan ijma’ ulama tentang batalnya shalat yang disebabkan oleh tertawa. (Al Ijma’, 40). Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim berkata: “…… karena tertawa lebih buruk dari berbicara, karena hal itu disertai dengan meremehkan dan mempermainkan shalat. Dan telah datang beberapa riwayat dari para sahabat yang menunjukkan batalnya shalat yang disebabkan oleh tertawa.”

Lewatnya wanita dewasa, keledai, atau anjing hitam, di hadapan orang yang shalat pada tempat sujudnya.

Dari Abu Dzarr, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika seseorang di antara kamu berdiri shalat, jika di hadapannya ada semisal kayu sandaran pada pelana unta, (3) maka itu akan menutupinya. Jika di hadapannya tidak ada semisal kayu sandaran pada pelana unta, maka sesungguhnya shalatnya akan dibatalkan oleh (lewatnya) keledai, wanita dewasa, atau anjing hitam.” Aku (Abdullah bin Ash Shamit, perawi sebelum Abu Dzarr) bertanya: “Wahai, Abu Dzarr, apa masalahnya anjing hitam dari anjing merah dan anjing kuning?” Abu Dzarr menjawab: “Wahai, anak saudaraku. Aku telah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana engkau bertanya kepadaku, lalu Beliau menjawab ‘anjing hitam adalah syetan’.” (HR Muslim, no. 510; Nasa’i (1/2/63); Tirmidzi, no. 337; Abu Dawud, no. 688).

Dalam masalah ini, sesungguhnya terjadi perselisihan apakah ini hal yang membatalkan shalat. Sebagaian ulama berpendapat batal shalatnya, sebagian lainnya berpendapat berkurang nilai shalatnya, sebagian lainnya berpendapat hadits ini telah mansukh (dihapuskan hukumnya), sebagaimana dijelaskan oleh An Nawawi di dalam syarah (penjelasan) hadits ini.

Menyibukkan diri dengan perbuatan yang bukan termasuk shalat.

Asy Syaukani rahimahullah berkata: “Mengenai batalnya shalat dengan sebab menyibukkan diri dengan perbuatan yang bukan bagian dari shalat, hal itu dengan syarat jika perbuatan itu menyebabkan orang yang shalat keluar dari keadaan shalat. Seperti orang yang menyibukkan dengan menjahit, melakukan pekerjaan tukang kayu, berjalan banyak, menoleh lama, atau semacamnya.”

Itulah pembahasan mengenai hal-hal yang membatalkan shalat. Sejatinya bagi kita semua untuk menghindari hal tersebut.

Baca artikel terkait :

Amaliyah
Logo