Zakat Asuransi Syariah dan Perhitungannya dalam Islam
Uang asuransi adalah uang yang di dapat atau di peroleh dari sebuah lembaga atau perusahaan karena adanya sesuatu yang menyebabkan seseorang mendapatkan uang itu. Seperti kecelakaan, kematian ataupun yang lainnya.
Uang asuransi yang ada seperti sekarang ini di zaman Rasulullah saw. dan para sahabatnya belum di kenal. Dahulu sistem perusahaan ataupun lembaga belum banyak di temui dan dilakukan seseorang.
Sistem mudhorobah atapun musyarokah dahulu pelakunya belum seperti yang ada di masa sekarang, yang bahkan sampai menjadi sebuah perusahaan yang kerjasamanya di lakukan lebih dari dua ataupun tiga orang. Jadi yang namanya asuransi belum di kenal di masa itu.
Ketetapan yang telah pasti dalam harta benda yang wajib untuk di keluarkan zakatnya adalah emas dan perak, barang perniagaan, binatang ternak, hasil tanam-tanaman (perniagaan) dan hasil buah-buahan.
Selain kelima harta tersebut belum jelas ketetapannya mengenai wajib dan tidaknya untuk di keluarkannya zakat, namun para ulama untuk harta selain lima di atas, seperti zakat profesi ataupun yang lainnya sudah ada ketetapannya. Termasuk zakat asuransi Syariah.
Syarat Zakat Asuransi Syariah
- Uang itu menjadi milik penuh atas seseorang
- Uang itu bisa berkembang
- Cukup senishab
- Melebihi kebutuhan biasa
- Orang yang mendapatkan telah bebas dari hutang
- Telah berlaku selama setahun
Uang asuransi apabila tanpa keenam syarat di atas maka tidak wajib atasnya untuk di zakati, sebagaimana layaknya harta kekayaan yang lainnya.
Apabila seseorang mempunyai harta yang melimpah dan sudah layak untuk di zakati namun ia enggan untuk mengeluarkan zakat maka keislamannya di pertanyakan.
Seorang ulama kontemporer Dr. Yusuf Al qordowi mengutip dalam sebuah bukunya,
“Sungguh Al Qur’an telah menjadikan zakat di sertai dengan tobat dari melakukan kesyirikan dan menegakkan sholat – sebagai syarat atau tanda masuknya seseorang kedalam agama Islam, kepatutan mendapatkan tali uhwah diantara kaum muslimin dan kepatutan mendapatkan hak untuk berafiliasi kapada masyarakat Islam”
Dari kutipan Dr. Yusuf Al Qordawi di atas menunjukkan bahwa zakat merupaka salah satu syarat bukti keislaman seseorang. Tanpa menunaikan zakat seseorang tidak bisa di masukkan kedalam golongan orang-orang mukmin yang telah Allah janjikan mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan, serta golongan yang telah di jamin oleh Allah surga firdaus.
Allah swt. berfirman:
قد أفلح المؤمنون, الذين هم فى صلانهم خاشعون, والذين هم عم اللغو معرضون, والذين هم لللزّكاة فاعلون
“sesungguhnya beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang yang husyuk dalam sholatnya. Dan orang yang menjauhkan diri dari hal yang tidak berguna. Dan orang yang menunaikan zakat”(QS. Al Mukminun: 1-4).
Ketentuan Zakat Asuransi Syariah
Mengenai pengertian kekayaan atau harta yang di maksud di dalam Al Qur’an dan hadits banyak perbedaan pendapat.
Dalam ensiklopedi-ensiklopedi di arab seperti al qomush dan lisan al arob mengatakan bahwa kekayaan adalah sesuatu yang di miliki, namun orang desa sering menghubungkannya dengan ternak dan orang kota sering menghubungkannya dengan emas atau perak, tetapi semuanya adalah kekayaan.
Ibnu Arsy mengatakan “kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak, tatapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang di simpan dan di miliki”.
Harta yang di simpan dan yang dimiliki kebanyaan orang di zaman sekarang ini adalah dalam bentuk uang yang di simpan atau di depositkan di bank.
Suatu contoh harta asuransi “Bp. Ahmad adlah orang yang kaya , ketika hendak melakukan bepergian ke luar kota ia memilih naik kereta kelas eksekutif yang ada tanggungan uang asuransi kecelakaannya.
Tiba-tiba setelah di perjalanan kereta yang di tumpanginya lepas landas dari relnya dan pak Ahmad menjadi korban kecelakaan kereta. Ketika itu nyawa pak Ahmad masih terselamatkan meskipun ia harus masuk rumah sakit. Dalam kecelakaan itu pak Ahmad mendapatkan uang asuransi sebesar Rp. 150.000.000,00.”
Dalam kasus di atas, karena pak Ahmad sudah termasuk orang yang kaya dan ia mendapatkan tambahan kekayaan dari uang asuransi yang ia peroleh, maka apakah pak Ahmad berkewajiban mengeluarkan zakat ?.
Zakat kekayaan yang berupa uang dalam kitab zakat tergolong dalam zakatnya emas dan perak. Dengan dasar firman Allah swt. QS. At Taubah: 34-35
يا أيّهاالذين أمنوا إنّ كثيرا من الأخبار والرهبان ليأكلون أموال النّاس باالباطل ويصدّون عن سبيل الله والذين يكنزون الذهب والفضّة ولا ينفقونها فى سبيل الله فبشّرهم بعذاب أليم, يوم يحمى عليها فى نار جهنّم فتكوى بها جبا ههم وجنوبهم وظهورهم هذا ما كنزتم لأنفسكم فذوقوا ما كنتم تكنزون
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besardari orang alim yahudi dan rahib-rahib nasrani benar-benar memakan harta orang dengan cara yang batil dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah maka beritahukanlah kepada meeka bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu di bakar dengan dahi mereka, lambung dan pungung mereka lalu di katakan kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang akibat dari yang kamu simpan itu”. (Al Mukminun:34-35)
Dalam dua ayat di atas memperingatkan bahwa dalam emas dan perak terdapat haq Allah secara menyeluruh. Dalam firmannya,
“Dan mereka tidak menafkahkan” condong kepada maksud emas dan perak dalam artian uang. Karena uang merupakan sesuatu yang dapat disifatkan dan sebagai alat yang dapat di pakai langsung untuk itu. Jadi uang asuransi dapat di katagorikan seperti zakatnya emas dan perak.
Di sebutkan dalam kitab Al Mughni bahwa tidak ada perbedaan pendapat ulama, bahwa zakatnya emas dan perak adalah 2,5 % sebagaimana telah di tetapkan dalam hadits Rasulullah saw. “Pada riqqah 2,5 %”.
Dari sini telah jelas bahwa besar jumlah pengeluaran zakat dan cara menghitungnya sama dengan harta emas dan perak, baik dari segi nisab dan haulnya.
Adapun nisab emas adalah sebesar 85 gram. Dan haulnya yaitu setelah berjalan selama satu tahun. Jadi harta dari uang asuransi cara menghitungnya sama persis dengan ketentuan menghitungnya zakat emas.
Dalam contoh kasus kecelakaan pak Ahmad di atas kita dapat menghitung berapa besarnya zakat yang harus di keluarkan pak Ahmad. Karena ia mendapatkan uang asuransi sebesar Rp.150.000.000,00 ( melebihi nilai nisab emas ) dan ia juga lepas dari tanggungan hutang, maka ketika harta itu telah sampai satu tahun berjalan lamanya maka ia wajib mengeluarkan zakat.dengan ketentuan sebagai berikut:
Harga emas per grm. emas sekarang adalah Rp.150.000,00 maka nisab emas apabila di uangkan senilai Rp. 12.750.000,00 (85 grm x Rp. 150.000,00). Karena uang asuransi yang di dapat pak Ahmad lebih dari nilai itu maka maka besar pengeluaran zakatnya adalah:
Basar uang asuransinya Rp.150.000.000,00 di keluarkan zakatnya 2,5 % maka besar zakat asuransi Syariah yang harus di bayar adalah Rp.2.250.000,00.
Baca artikel terkait: