Shalat Hari Raya ‘Id (Idul Fitri dan Idul Adha) dalam Islam
Shalat hari raya ‘Id di dalam Islam ada dua, yaitu Shalat “Idul Fitri yang dilakukan setiap tanggal 1 syawal dan ‘Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah, adapun hukumnya sunnah muakkad. Pada saat sebelum menjelang shalat ‘id pada umumnya banyak umat islam Indonesia mengucapkan takbir sebagai bagian dari ritual shalat ‘id
Bacaan Takbiran Hari Raya ‘Id
Versi pendek
اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ، لآَاِلهَ اِلاَّاللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ
اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ
Versi panjang
اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَّاَصِيْلاً. لآَاِلهَ اِلاَّاللهُ وَلاَنَعْبُدُ اِلاَّ اِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْنَ، لآَاِلهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَاَعَزَّجُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهُ، لآَاِلهَ اَلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اَللهُ اَكْبَرُ وَ ِللهِ الْحَمْدُ
ALLAAHU AKBAR, ALLAAHU AKBAR, ALLAAHU AKBAR, LAA ILAAHA ILLAALLAAHU WALLAAHU AKBAR, ALLAAHU AKBAR WALILLAAHIL HAMD. (Dibaca 3 kali)
ALLAAHU AKBARU KABIIRAA, WALHAMDU LILLAAHI KATSIIRAA, WA SUBHAANALLAAHI BUKRATAW WA ASHIILAA, LAA ILAAHA ILLALLAAHU WALAA NA’BUDU ILLAA IYYAAHU MUKHLISHIINA LAHUDDIIN, WALAU KARIHAL KAAFIRUUN, LAA ILAAHA ILALLAAHU WAHDAH, SHADAQAWA’DAH, WANASHARA ‘ABDAH, WA A-‘AZZA JUNDAH, WAHAZAMAL AHZAABA WAHADAH, LAA ILAAHA ILLALLAAHU WALLAAHU AKBAR, ALLAAHU AKBARU WALILLAAHIL HAMD.
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan kecuali Alah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan bagi-Nya segala pua dan puji.
Allah Maha Besar dan pujian bagi Allah sebanyak-banyaknya, bertasbih kepada Allah setiap pagi dan petang. Tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya dengan ikhlas menjalankan agama walaupun orang-orang karif membenci. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata. Benar janji-Nya, dan menolong hamba-Nya, juga lasykar-Nya dan menghancurkan musuhNya dengan dirinya semata. Tidak ada Tuhan kecuali Allah. Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, dan bagi Allah semata segala puja dan puji.
Adapun tata cara shalat dua hari raya (iddain) sebagai berikut:
- Shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha hendaknya dilaksanakan di tanah lapang, kecuali jika ada halangan, misalnya hujan.
Berdasarkan hadits dari Abu Sa’id al Hudriy:
“Bahwa Rasul saw keluar pada hari raya idul fitri dan adha ke al-Mushala (tanah lapang). Hal pertama yang dilakukan adalah shalat. Setelah selesai beliau berdiri menghadap para jamaah, sementara mereka duduk bersaf, lalu beliau memberi nasihat, berwasiat dan memerintah mereka. Apabila beliau hendak berhenti, maka berhenti dan bila memerintah sesuatu, maka langsung memerintahkannya, kemudian selesai”. HR. Bukhari (Al-Jumu’ah: 903); Muslim (Shalât al-‘Idain: 1472)
- Shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha dikerjakan tanpa seruan adzan dan iqamat.
Berdasarkan hadits dari Jabir bin ‘Abdullah:
“Tidak ada adzan ketika (shalat) idul fitri dan juga idul adha. Lalu setelah sesaat aku tanyakan masalah itu. Dia memberitahuku bahwa Jabir bin Abdullah al-Anshari berkata bahwasanya tidak ada adzan untuk shalat idul fitri ketika imam datang dan tidak pula ada iqamah, tidak ada seruan apapun dan waktu itu tidak ajakan dan tidak pula iqamah”. HR. Bukhari (Al-Jumu’ah: 907) dan Muslim (Shalât al-‘Idain: 1468).
- Tidak disyariatkan shalat sunnah, baik sebelum maupun sesudah shalat ‘Id.
Berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Abbas:
“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw shalat dua rekaat pada hari raya idul fitri. Beliau tidak shalat sebelumnya dan tidak pula setelahnya. Kemudian beliau mendatangi para wanita bersama Bilal, lalu memerintah mereka bersedekah”. HR. Bukhari (Al-Jumu’ah: 911); dan Muslim (Shalât al-‘Idain: 1476), dan Ahmad (Musnad Bani Hasyim: 2402).
- Hendaklah dipasang sutrah (pembatas) di muka imam shalat.
Berdasarkan hadits dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar:
“Bahwa Rasulullah saw apabila keluar pada hari ‘Id, beliau memerintahkan untuk meletakkan tombak di depannya, kemudian beliau shalat dan orang-orang berada di belakangnya, dan ia melakukan hal tersebut dalam safar (shalat shafar)”. HR. Bukhari (Al-Shalât: 464), Muslim (Al-Shalât: 773)
- Shalat ‘Idul Adha dilaksanakan sebanyak 2 rakaat, dengan cara bertakbir tujuh (7) kali pada rakaat pertama dan lima (5) kali takbir pada rakaat kedua.
Berdasarkan hadits dari Katsiir bin ‘Abdillah:
“Bahwa Nabi saw pada shalat dua hari raya bertakbir tujuh kali untuk rekaat pertama sebelum membaca (al-fatihah) dan bertakbir lima kali pada rekaat kedua juga sebelum membacanya”. HR. Tirmidzi (Al-Jumu’ah ‘an Rasul: 492); dan Ibnu Majah (Iqamat Al-Shalât wa Sunnati fîhâ: 1269).
Seperti shalat pada umumnya, niat shalat hari raya ‘Id juga cukup diucapkan di dalam hati, yang terpenting adalah niat hanya semata karena Allah semata dengan hati yang ikhlas dan mengharapkan RidhoNya. Adapun untuk lafadz bacaan niatnya sebagai imam atau makmum lengkap dalam bahasa arab, tulisan latin serta terjemahannya adalah sebagai berikut :
Niat Shalat Sunah Idul Adha sebagai Ma’mum
اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِالْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى
USHOLLI SUNNATA ‘IIDHIL ADHAA ROK’ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI MA’MUUMAN LILLAAHI TA’AALA
Saya niat shalat sunnah idul adha dua raka’at menghadap kiblat sebagai ma’mum karena Allah Ta’ala
Niat Shalat Sunah Idul Adha sebagai Imam
اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِالْاَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اِمَامًا ِللهِ تَعَالَى
USHOLLI SUNNATA ‘IIDHIL ADHAA ROK’ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI IMAAMAN LILLAAHI TA’AALA
Saya niat shalat sunnah idul adha dua raka’at menghadap kiblat sebagai imam karena Allah Ta’ala
Niat Shalat Sunah Idul Fitri sebagai Imam
اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اِمَامًا ِللهِ تَعَالَى
USHOLLI SUNNATA ‘IIDHIL FITHRI ROK’ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI IMAAMAN LILLAAHI TA’AALA
Saya niat shalat sunnah idul fitri dua raka’at menghadap kiblat sebagai imam karena Allah Ta’ala
Niat Shalat Sunah Hari Raya Idul Fitri sebagai Ma’mum
اُصَلِّى سُنُّةً عِيْدِ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى
USHOLLI SUNNATA ‘IIDHIL FITHRI ROK’ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI MA’MUUMAN LILLAAHI TA’AALA
Saya niat shalat sunnah idul fitri dua raka’at menghadap kiblat sebagai ma’mum karena Allah Ta’ala
Walaupun tidak ada tuntunan tertentu, diantar setiap takbir dapat dilakukan bacaan yang dibaca setiap setelah takbir pada rokaat pertama maupun kedua pada shalat hari raya ‘Id:
سُبْحَانَ اللهْ وَالْحَمْدُ لِلهْ وَلآ اِلَهَ اِلَّا اللهْ وَاللهُ اَكْبَرْ
subhanallah walhamdu lillah wala ilaha illallah wallahu akbar
Mahasuci Allah dan segala puji bagi Allah dan tiada Tuhan selain Allah dan Allah Mahabesar.
- Setelah membaca surat al-Fatihah pada rakaat pertama, imam shalat disunnahlan membaca surat Qaf wal Quranil Majid (surat Qaf) atau al-A’la dan sesudah membaca surat al-Fatihah pada rakaat kedua membaca surat Iqtarabatis Saa’ah (surat al-Qamar) atau al-Ghasyiyah.
Berdasarkan hadis dari Ibnu ‘Abbas:
“Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw pada shalat dua hari raya membaca Sabbihisma Rabbiukal A’la dan Hal Ataku Haditsul Ghasyiyah”. HR. Ibnu Majah (Iqamat Al-Shalât wa al-Sunnati fîhâ:1273).
Berdasarkan hadis dari ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah:
“Dari Ubadillah bin Abdullah, bahwasanya Umar bin al-Khattab bertanya kepada Abu Waqid al-Laitsi mengenai apa yang dibaca Rasulullah saw ketika shalat idul adha dan idul fitri. Lalu dia menjawab: Rasul membaca pada kedua hari raya itu Qaf wal-Qur’anil Majid dan Iqtarabatis Sa’ah dan Insaqqal Qamar”. HR. Muslim (Shalât al-‘Idain: 1477); Tirmidzi (Al-Jumu’ah ‘an al-Rasul: 491)
- Sesudah mengerjakan shalat, hendaklah dilanjutkan dengan penyampaian khutbah ‘Idul Adha, yang berisikan nasihat dan anjuran berbuat baik, dimulai dengan alhamdulillah.
Berdasarkan hadits dari Abu Sa’id al-Khudriy:
“Dari Abu Sa’id al-Hudriyi berkata: Bahwa Rasul saw keluar pada hari raya idul fitri dan adha ke al-Mushala (tanah lapang). Hal pertama yang dilakukan adalah shalat. Setelah selesai beliau berdiri menghadap para jamaah, sementara mereka duduk bersaf, lalu beliau memberi nasihat, berwasiat dan memerintah mereka. Apabila beliau hendak berhenti, maka berhenti dan bila memerintah sesuatu, maka langsung memerintahkannya, kemudian selesai”. HR. Bukhari (Al-Jumu’ah: 903)
Ada beberapa hal yang hendaknya dilakukan berkenaan dengan shalat ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha, yaitu:
- Shalat ‘Idhul Fitri dilaksanakan saat matahari stinggi dua penggalah (kurang lebih 6 m) sedangkan ‘Idul Adha dilaksanakan saat matahari satu penggalah (setelah lewat sekitar setengah jam sejak terbitnya).
Berdasarkan hadis dari Jundub:
“Dari Jundub menurut Ahmad bin Hasan al-Banna’ di dalam kitab al-Adhahi, ia berkata: “Nabi saw. pernah shalat idul fitri bersama kami, sedangkan matahari setinggi dua tombak, sementara pada idul adha matahari setinggi satu tombak”. ‘Aunul Ma’bûd, (Khurûju al-Nisâi fi ‘Îdi, hlm. 343)
- Sebelum berangkat shalat ‘Idul Fitri dituntunkan untuk makan terlebih dahulu, sedangkan shalat ‘Idul Adha dituntunkan untuk tidak makan terlebih dahulu. Disunnahkan agar sesuatu yang dimakan setelah shalat ‘Idul Adha adalah daging qurban.
Berdasarkan hadits dari Buraidah:
“Dari Buraidah berkata: “Nabi saw tidak berangkat pagi pada hari raya idul fitri kecuali makan terlebih dahulu, dan tidak makan pada hari idul adha kecuali setelah pulang, kemudian makan hasil penyembelihannnya”. HR. Ahmad (Baqi Musnad al-Anshar: 21907), Tirmidzi (Al-Jumu’ah ‘an al-Rasul: 497)
- Mengenakan pakaian yang terbagus (yang dipunyai) dan memakai wangi-wangian (tidak boleh berlebih-lebihan)
Berdasarkan hadis dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya:
“Bahawasannya Nabi saw memakai pakaian terbagus setiap kali hari raya” HR. Baihaqi (Az-Zînatu lil ‘Îd: 6356)
Hadits dari Hasan bin ‘Ali:
“Dari Hasan bin Ali, ia berkata: “Rasulullah memerintah kami memakai pakaian yang terbagus dalam dua hari raya, memberi wewangian pada pakaian yang kami pakai dan menyembelih binatang yang paling berharga (mahal)”. Subulus Salâm (Hal Afdlalul Shalâtul ‘Îd fîl Mushalâ, hlm. 495)
- Berangkat ke mushala (tanah lapang) dengan berjalan kaki sambil membaca takbir dan pada waktu kembali mengambil jalan berbeda dari jalan yang dilalui waktu berangkat.
Berdasarkan hadits dari Ibnu ‘Umar:
“Dari Ibnu Umar, bahwasanya Nabi saw keluar dari masjid, beliau bertakbir hingga sampai ke mushala—yaitu tanah lapang yang biasa digunakan shalat id”. HR. Hakim dalam al-Mustadrak (Kitâbun Shalâtu al-Îdain: 1106)
Hadits dari Abu Hurairah:
“Dari Abu Hurairah, dia berkata: Bahwa Nabi saw, apabila keluar untuk shalat dua hari raya, maka beliau pulang melewati jalan yang berbeda dari jalan sebelumnya”. HR. Hakim dalam al-Mustadrak (Kitâbun Shalâtu al-Îdain: 1109)
- Hendaklah seluruh umat Islam, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak, bahkan perempuan yang sedang haidh, mendatangi tempat shalat (tanah lapang). Hanya saja, perempuan yang sedang haidh hendaknya memisahkan diri dari tempat shalat dan tidak turut melakukan shalat.
Berdasarkan hadits dari Ummu ‘Athiyyah:
“Dari Umi athiyah berkata: Kami diperintahkan mengajak orang yang sedang haid dan orang-orang tua menghadiri dua shalat id. Lalu mereka menyaksikan jamaah umat Islam dan ajakan mereka. Sedangkan orang yang haid dipisahkan dari tempat shalat. Seorang wanita bertanya: Wahai Rasulullah, salah satu kami tidak punya jilbab?, Nabi menjawab: Hendaklah temannya memberikan jilbab untuknya”. HR. Bukhari (Al-Shalât: 338); Muslim (Shalât al-‘Idain: 1473-1474)
Baca artikel terkait: