Shalat Istisqa: Shalat Untuk Meminta Turun Hujan
Istisqa secara etimologi artinya meminta hujan. Sedangkan menurut terminologi syari’at Shalat Istiaqa’ adalah shalat yang tujuannya untuk memohon diturunkannya hujan disaat terjadi kekeringan akibat lamanya musim kemarau. Shalat Istisqa bisa dilakukan dengan dua cara; yaitu (1) dengan cara melaksanakan shalat terlebih dahulu, kemudian khutbah atau sebaliknya (2) khutbah terlebih dahulu kemudian shalat dua raka’at, lalu berdoa.
Adapun tatacaranya sebagai berikut:
- Shalat Istisqa’ dilaksanakan di lapangan setelah matahari terbit
Berdasarkan hadits dari ‘Aisyah:
“Orang-orang pada mengeluh kepada Rasulullah saw. tentang terlambatnya hujan. Lalu beliau memerintahkan agar disiapkan sebuah mimbar dan diletakkan di tempat shalat (di lapangan) dan menjanjikan kepada orang-untuk mengajak mereka pada suatu hari ketempat itu. Kata ‘Aisyah: Rasulullah saw lalu keluar ketempat itu pada waktu telah nyata sinar matahari,…”. HR. Abu Dawud (Al-Shalât: 992)
- Berangkat ke lapangan dengan sikap merendahkan diri dan khusyu, mengenakan pakaian yang biasa dengan penuh harapan
Berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas:
“Rasulullah saw., keluar (untuk shalat Istisqa’) dengan kerendahan diri, mengenakan pakaian biasa (pakaian sehari-hari), khusyu’, perlahan-lahan, dan serta penuh harapan. Beliau shalat dua raka’at seperti shalat Hari Raya, tetapi tetapi tidak berkhutbah seperti khutbahmu yang biasa ini”. HR. Al-Nasâ’i (Al-Istisqa: 1504), dan Ibnu Majjah (Iqamatusshalâh wa sunnati fîhâ: 1265)
- Mengerjakan shalat Istisqa’ dua (2) raka’at dengan berjama’ah, tanpa Adzan dan Iqamat.
Berdasarkan hadis dari Abu Hurairah:
“Pada suatu hari Nabi saw., keluar untuk mengerjakan shalat Istisqa’. Lalu beliau memimpin kami shalat dua raka’at tanpa adzan dan iqamah, kemudian beliau berkhutbah di tengah-tengah kami, dan memanjatkan doa kepada Allah, lalu memalingkan mukanya ke arah kiblat sambil mengangkat kedua tangannya, kemudian beliau membalikan selendangnya, yang kanan ke kiri dan yang kiri ke kanan”. HR. Ibnu Majjah (Iqamat Al-Shalât wa al-Sunnati fîhâ: 1258) dan Ahmad (Baqi Musnad al-Muktsirin: 7977)
Bacaan Niat Shalat Istisqa (di dalam hati)
أُصَلِّيْ سُنَّةَ اْلإِسْتِسْقَاءِ رَكْعَتَيْنِ (……..) لِلَّهِ تَعَالَى
Ushalli Sunnatal Istisqoo-i Rak’ataini (imaman/ ma’muman) Lillahi Ta’ala.
“Saya Niat Shalat Sunah Istisqa’ Dua Rakaat (jadi imam/ makmum) Karena Allah Ta’ala “).
- Membaca bacaan dalam shalat dengan Jahr
Berdasarkan hadis dari ‘Abdullah bin Zaid:
“Pernah aku melihat nabi saw pada saat beliau pergi untuk mengerjakan shalat istisqa’, beliau memalingkan punggungnya menghadap orang banyak dan menghadap kiblat sambil berdoa , lalu membalikkan selendanya kemudian shalat dua raka’at dengan menyaringkan (menjahrkan) bacaan pada keduanya”. HR. Bukhari (Al-Jumu’ah: 969), Tirmidzi (Al-Jumu’ah ‘an al-Rasul: 510)
- Kemudian berkhutbah di atas mimbar setelah shalat dengan memperbanyak istighfar serta doa dengan menghadapkan wajah ke arah kiblat, mengangkat tangan tinggi-tinggi, lalu membalikkan selendang yang kanan ke kiri, dan yang kiri kekanan, kemudian imam berbalik menghadap jama’ah lalu turun dari mimbar.
- Atau berkhutbah terlebih dahulu kemudian melaksanakan shalat.
Berdasarkan hadis dari ‘Aisyah:
“Orang-orang pada mengeluh kepada Rasulullah saw. tentang terlambatnya hujan. Lalu beliau memerintahkan agar disiapkan sebuah mimbar dan diletakkan di tempat shalat (di lapangan) dan menjanjikan kepada orang-untuk mengajak mereka pada suatu hari ketempat itu.
Kata ‘Aisyah: Rasulullah saw lalu keluar ketempat itu pada waktu telah nyata sinar matahari, lalu beliau duduk di atas mimbar, bertakbir serta memuji Allah dan bersabda:”Kamu semua mengeluh akibat keringnya negerimu, sedang Allah menyuruhmu agar berdoa serta Ia menjanjikan untuk mengabulkan permohonanmu itu”.
Lalu beliau membaca: “Al-hamdulillaahi rabbil’aalamiin arrahmaanirrahiim, maaliki yaumiddiin”. Selanjutnya beliau membaca: “Laa ilaaha illallaah, yaf’alullaahu maa yuriid, allaahumma laa ilaaha illaa anta, antal ghaniyyu wa nahnul fuqaraa, anzil ‘alainaal ghaitsa wa ‘aj’al maa anzalta ‘alainaa quwwatan wa balaaghan ilaa hiin”.
Selanjutnya beliau mengangkat kedua tangannya sambil terus berdoa sampai ketiaknya yang putih terlihat, kemudian beliau membalikkan punggungnya membelakangi orang banyak dan memindahkan selendangnya sambil tetap mengangkat kedua tangannya, kemudian beliau menghadap lagi kepada orang banyak, lalu turun (dari mimbar), kemudian shalat 2 raka’at, kemudian pada saat itu Allah ta’ala mennampakkan segumpal awan (mendung), lalu terdengar suara guntur dan petir, kemudian turunlah hujan dengan idzin Allah Ta’ala. Belum sampai beliau di masjid, terjadilah banjir di sana-sinbi. Melihat orang banyak bergegas ke tempat berteduh, beliau tertawa sampai tampak gigi-gigi gerahamnya.
Beliau bersabda;”Aku bersaksi bahwa Allah Mahakuasa terhadap segalanya; dan sesungguhnya aku adalah hamba Allah dan Rasul-Nya”. HR. Abu Dawud (Al-Shalât: 992)
- Atau apabila hari Jum’at imam memanjatkan doa ketika khutbah, kesemuanya dengan mengangkat kedua tangannya.
Berdasarkan hadis dari Syarik bin Numair dari Anas bin Malik:
“Pada suatu hari ada seorang laki-laki masuk masjid pada suatu hari Jum’at dari arah “Darul Qadha” ketika Rasulullah saw. sedang berdiri berkhutbah. Orang itu berdiri menghadap Rasulullah seraya berkata: “Wahai Rasulullah, segala harta telah punah dan jalan-jalan terputus, maka doakanlah agar Allah menolong kami, maka Rasulullah pun mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Tolonglah kami ya Allah, Tolonglah kami ya Allah tolonglah kami ya Allah”.
Kata Anas: “Demi Allah, semua betul-betul tidak kita lihat segumpalpun mendung di langit (jelas) tiada sebuahpun rumah rumah atau kampung antara kami”.
Kata Anas: “Kemudian pada hari Jum’at berikutnya, datanglah seorang laki-laki dari pintu yang sama dan Rasulullah pun sedang berkhutbah. Orang itu menghadap pada beliau sambil berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, segala harta telah punah dan jalan-jalan telah terputus, naka doakanlah untuk kami agar hujan berhenti.
Maka Rasulullah mengangkat kedua tangannya kemudian berdoa Ya Allah, di atas bukit dan gundukan-gundukan dan di tengah-tengah lembah dan tempat tumbuhnya tanaman”. Kemudian Anas berkata lagi: “maka lalu terhentilah hujan sampai kami pergi berjalan kaki di tengah panas matahari. Kata Syarik: “Aku tanyakan pada Anas, apakah orangnya yang dulu juga? Jawabnya:aku tidak tahu”. HR. Bukhari (Al-Jumu’ah: 958) dan (Shalât Istisqa: 1493)
Adapun doa Shalat Istisqa sebagai berikut:
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ مَلِكِ يَوْمِ الدِّينِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ اللَّهُمَّ أَنْتَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْغَنِيُّ وَنَحْنُ الْفُقَرَاءُ أَنْزِلْ عَلَيْنَا الْغَيْثَ وَاجْعَلْ مَا أَنْزَلْتَ لَنَا قُوَّةً وَبَلَاغًا إِلَى حِينٍ
Alhamdu lillaahi robbil ‘aalamiin, arrohmaanirrohiim, maaliki yaumiddiin, laa ilaaha illalloh, yaf’alu maa yuriid, Alloohumma antallooh laa ilaaha illaa antal ghoniyyu wanahnu fuqoroo-`, anzil ‘alainal ghoitsa waj’al maa anzalta lanaa quwwatan wabalaaghon ilaa hiin.
“Segala puji bagi Allah, Dzat yang Mengatur seluruh alam, Yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Penguasa Hari Pembalasan. Tiada tuhan melainkan Allah, yang berbuat sekehendak Nya. Ya Allah, tiada tuhan selain Engkau, Engkaulah yang Maha Kaya, sedang kami adalah kaum fakir, turunkanlah hujan kepada kami, serta jadikanlah hujan itu menjadi kekuatan serta mencukupi kami sampai habis masanya”. HR. Abu Dawud, dalam (Sunan Abu Dawud, No. 1173)
Atau
اللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ وَأَحْيِ بَلَدَكَ الْمَيِّتَ
Alloohummasqi ‘ibaadaka wabahaa-imaka wansyur rahmataka wa ahyi baladakal mayyita
“Ya Allah, turunkanlah hujan untuk hamba-hamba-Mu dan ternak-ternak-Mu dan ratakanlah kemurahan-Mu dan hidupkanlah negeri-Mu yang gersang”.
Berdasarkan hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amrin bin ‘Ash:
“Bahwa Rasulullah saw. apabila beliau mengerjakan shalat istisqa’ beliau membaca “Allaahummasqi ‘ibaadaka wa bahaa’imaka wansur rahmataka wa ahyi baladakal mayyita”. HR. Abu Dawud (Al-Shalât: 994), dan Malik (Al-Nidâ’ li Al-Shalât: 403). Lafadz Abu Dawud, meskipun aslinya dari Malik
Atau
اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا اللَّهُمَّ أَغِثْنَا
Alloohumma aghitsnaa, Alloohumma aghitsnaa, Alloohumma aghitsnaa,
“Tolonglah kami ya Allah, Tolonglah kami ya Allah tolonglah kami ya Allah”.
Bedasarkan hadis dari Anas bin Malik sebagai berikut:
“Rasulullah mengangkat kedua tangannya kemudian berdoa: “Allahumma ‘agisna, Allahumma ‘agisna, Allahumma ‘agisna.” HR. Bukhari (Al-Jumu’ah: 958 dan Shalât Istisqa: 1493).
Dan Apabila hujan sudah diturunkan oleh Allah SWT, maka dianjur-kan untuk bersujud syukur dan bertasbih-lah atau dengan membaca doa berikut :
اللّهُمَّ اجْعَلْهُ صَيِّبًا هَنِيْئًا نَافِعًا. اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا.وَيَقُوْلُوْنَ: مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ
Alloohummaj’alhu shoyyiban hanii-an naafi’an. Alloohumma hawaalainaa walaa ‘alainaa, wayaquuluunna : mumthirunaa bifadhlilllaahi warohmatihii
” Ya Allah.. jadikan-lah hujan yang menyejahtera-kan dan dapat bermanfaat. Ya Allah… turunkan-lah (rahmat hujan ini) di sekeliling kami bukan sebagai adzab bagi kam “) Dan para jamaah mengucapkan : (” Hujan turun dengan karunia dan rahmat Allah SWT “).
Baca artikel berikut: